Tangan kecil itu dari tadi bermain di wajah Renjun, meyentuh kulit wajah sang baba dengan jemarinya. Senyum anak itu terus terulas karena Renjun tak terganggu akan ulahnya itu."Baba, tidak lama kan?" Liam menatap wajah Renjun, ia berada dalam gendongan Renjun. Mereka baru saja turun dari mobil di halaman rumah keluarga Lai, Renjun hendak menitipkan Liam disini sementara ia pergi bekerja.
"Tidak, nanti setelah selesai baba janji akan langsung jemput Liam lagi." Jawab Renjun.
Liam tersenyum kemudian mengecup pipi Renjun sambil memeluk leher sang baba. Lalu ia teringat sesuatu.
"Liam ada janji dengan papa." Kata anak itu.
Renjun menghela napas, maksud ia membawa Liam kemari itu guna membuat anak itu lupa akan segala hal tentang Jeno. Tadi ia sempat lega ketika Liam begitu antusias saat tau dirinya hendak dibawa ke rumah Guanlin, anak itu tak mengungkit apapun soal Jeno. Hingga satu kalimat barusan membuat rasa lega Renjun tadi percuma saja, anaknya masih mengingat janji kecilnya dengan Jeno.
"Janji apa Liam?" Tanya Renjun.
"Liam pergi lihat ikan dengan papa."
"Katanya tidak suka ikan, lebih suka dino." Renjun coba mengalihkan ingatan Liam soal janjinya dengan Jeno.
"Dinonya ada?"
Renjun menggeleng mendengar pertanyaan itu. "Tidak juga. Tapi bukannya Liam bilang tak suka ikan ya?" Renjun ingat anaknya itu sempat tak menyukai stiker ikan dari sang nenek, sebelum kakeknya memberi boneka ikan hiu.
"Kan Liam punya hiu, papa bilang banyak ikan bagus yang bukan hiu." Jawab anak itu polos.
Percuma ia mencoba mengalihkan pembicaraan pun, Liam tetap mengingat Jeno. "Nanti saja lihatnya dengan Linlin, jangan dengan—
"Liam mau dengan papa." Potong anak itu dengan cepat, Renjun memejamkan matanya mendengar nada kukuh anaknya barusan.
"Liam!" Untungnya suara wanita yang menjadi ibu Guanlin membuat Renjun dan Liam menoleh dan melupakan pembicaraan tadi.
"Nenek." Panggil Liam dengan semangat, Renjun menurunkannya dari gendongan lalu melihat anak itu berlari pada pelukan ibu Guanlin.
"Aaaa, baba ada kakek!" Tiba-tiba Liam menjerit kaget saat dokter Lai datang mencium gemas anak itu.
Dokter Lai terkekeh melihat Liam yang coba mengeratkan pelukannya pada istri dokter Lai. "Kemari, kakek lama tak lihat Liam."
"Waktu itu lihat. Liam dengan Linlin." Sekarang Liam terlihat tak lagi terlalu erat memeluk neneknya, ia menatap sang kakek untuk menjawab ucapan tadi.
"Itu sudah lama." Dokter Lai dengan perlahan menarik lengan anak itu, Liam tak terlalu menyadarinya karena asyik mendengar kakeknya yang menceritakan tentang hal yang menurut anak itu begitu menyenangkan.
Hingga.
"Aaaa, kakek." Rengeknya saat dokter Lai memeluk anak itu dengan erat sambil menghirup wangi parfum khas bayi yang dikeluarkan Liam.
Setelah puas mengusili bocah tersebut, dokter Lai segera meraih jas snelli putihnya untuk segera bersiap menuju rumah sakit. Sementara istrinya memang hari ini tak ada jadwal ke rumah sakit.
"Liam hari ini tidur disini?" Tanya Nyonya Lai sambil kembali membawa anak itu dalam pangkuannya.
"Tidak. Liam tunggu baba kerja disini." Jawab Liam, ia ingat ucapan Renjun yang mengatakan hanya main disini. Dan tak menyebutkan akan menginap.
"Renjun, mau sekalian denganku?" Tawar dokter Lai, ketika hendak berangkat.
Renjun menoleh . "Tidak. Aku masih ingin disini."