52. Talk a little

2K 217 18
                                    

Kehamilan Renjun sudah mendekati waktu untuk melahirkan, ia semakin sering merasakan pergarakan bayinya. Liam selalu antusias saat diberitau adiknya sedang bergerak, Jeno pun seringkali bertanya apa bayinya bergerak atau tidak.

Dan dengan hal itu, bertambah lagi hal yang membuatnya tambah merasa buruk. Jeno jadi banyak membayangkan dulu saat Liam masih di perut Renjun, akan menyenangkan kalau dulu Jeno pun mengikuti perkembangan Liam saat masih berupa makhluk mungil yang hidup di perut Renjun. Mengetahui setiap gerak kecil anak itu di perut Renjun.

"Papa, peluk Liam terus." Matanya menatap televisi sementara tubuhnya yang berbaring terus dipeluk Jeno.

"Iya, papa rindu Liam." Jawab Jeno, padahal dari tadi ia di rumah dengan menempeli Liam dan ingin terus memeluk putranya itu.

Liam terkekeh merasakan ciuman sang papa di pipinya. "Papa sayang Liam ya?" Tanya anak itu diantara tawa kecilnya.

Jeno langsung mengangguk menjawab pertanyaan Liam. "Iya! Sayang."

"Baba juga sayang Liam." Kata Liam begitu papanya menatap dirinya.

"Papa juga sayang baba." Ujar Jeno membalas ucapan Liam.

Dan Renjun yang sejak tadi menatap interaksi itu, kini tersenyum lega karena tak mendapati percakapan kedua orang itu akan jadi kemana-mana. Ada yang selalu membuat Renjun was was setiap Liam bertanya soal kehamilannya, anak itu selalu berujung melempar tanya soal keberadaan Jeno dulu.

"Liam juga tendang perut baba dulu?"

"Iya, ningning senang kalau Liam bergerak."

"Kenapa ningning? Liam maunya papa."

"Tapi papa tak ada saat itu."

"Kemana?"

Pertanyaan sejenis itu selalu membawa sendu pada wajah Jeno, Renjun jadi tak tega melihatnya. Jeno banyak menerima rasa bersalah, akan cukup menyakitkan mendapati anaknya malah terus mengungkit rasa bersalahnya itu.

Hingga akhirnya Renjun menegur putranya itu, dan mencoba memberi pengertian padanya. Dan memintanya untuk jangan mengulang terus pertanyaan serupa. Seolah membanding-bandingkan dirinya sendiri dengan sang adik yang ditemani Jeno semenjak di dalam perut.

Untungnya Liam mau menurut padanya dan meminta maaf pada Jeno soal itu. Membuat Jeno malah makin merasa begitu jahat karena ia yang menerima maaf.

"Liam tidur dengan baba ya?" Renjun jadi banyak menginginkan pelukan Liam sebelum ia tidur akhir-akhir ini, rasanya pelukan Jeno saja tak cukup.

Nantinya setelah Renjun dan Liam sama-sama terlelap, Jeno akan memindahkan Liam ke kamar anak itu.

"Besok Liam main dengan Ningning, baba?" Liam menghampiri Renjun setelah Jeno melepas pelukannya.

"Iya, tak apa ya? Jangan nakal nanti." Renjun memang hendak menitipkan Liam pada Ningning begitu ia pergi ke rumah sakit besok.

Liam menggeleng yakin. "Ningning yang nakal."

"Baba sudah minta kakek juga temani Liam, jadi kalau Ningningnya nakal Liam bilang kakek." Renjun membelai wajah Liam lembut.

Rasanya menatap wajah putranya, beberapa kekhawatiran Renjun soal hari esok jadi sedikit demi sedikit berkurang. Itu jugalah sebabnya ia selalu meminta pelukan Liam sebelum ia tidur, karena ia ingin mendapat tidur nyenyak tanpa memiliki banyak keresahan. Agar bayinya baik-baik saja juga.

Renjun pikir juga adik dari Liam ini memang senang akan Liam, karena setiap Liam menyentuh perutnya Renjun selalu merasakan gejolak menyenangkan yang sebenarnya biasanya juga Renjun rasakan tapi entah kenapa Renjun kali ini merasa kalau itu milik bayinya juga.

Sepertinya memang nanti pun saat lahir, bayinya ini akan begitu menyukai Liam. Kakaknya yang lucu.

Jeno memindahkan tubuh Liam ke kamarnya setelah Renjun dan Liam sama sama terlelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno memindahkan tubuh Liam ke kamarnya setelah Renjun dan Liam sama sama terlelap. Sebelum meninggalkan Liam, Jeno menyempatkan diri memeluk Liam dulu agak lama. Ini bisa disebut rutinitas baru Jeno, semenjak Renjun hamil anaknya yang kedua ini. Jeno akan lama berada di kamar Liam, mengatakan seberapa besar penyesalannya pada anak yang sudah terlelap itu. Juga membisikkan seberapa banyak rasa sayangnya pada Liam.

Setelahnya Jeno kembali ke kamarnya dan Renjun. Kebiasaan Jeno pun tak hanya bertambah oada Liam saja, pada Renjun pun ia sama. Tangannya menyentuh perut buncit Renjun, mengusapnya lembut.

"Jangan buat baba banyak kesakitan." Lebih tepatnya pada bayi yang sebentar lagi akan lahir itu.

"Usapan papa sekarang dulu tidak kakak rasakan. Tapi kakaknya sudah maafkan papa." Jeno sering berbicara pada dua sosok yang sudah jatuh tertidur itu, dengan suasana heningnya malam.

"Nanti, Hami harus lahir dengan sehat dan baik. Tambah bahagianya baba dengan tangis hangat, jadi adik yang beri banyak sayang pada kakak Liam ya?"

Jeno dan Renjun sempat memeriksa jenis kelamin bayi mereka, dan dari sana Jeno sudah memikirkan nama yang akan ia berikan untuk bayi mereka. Maka Hami menutut Jeno akan bagus dipakai putrinya dan Renjun.

"Afeksinya papa sekarang saat Hami di perut baba, dulu kakak tidak rasakan. Gantinya nanti Hami kasih banyak sayang ya untuk kakak Liam."

"Kakak Liam harus banyak dapat cinta." Kata Jeno, ia benar-benar mengharapkan semua bahagia manis keluarganya.

Kini Jeno menatap Renjun lembut. "Renjun, aku pikir sekarang aku jauh lebih gugup dari kau sendiri. Padahal yang akan menjalani operasinya nanti itu kau."

Jeno melipat bibirnya, menarik napasnya. Tangannya kini membelai pipi Renjun hati-hati.

"Nanti, kau harus kembali lagi padaku. Bangun dengan senyum cantikmu, ambil semua bahagia yang pantas kau terima. Peluk bayinya sebelum aku melakukannya."

"Beritau Liam kalau kau melahirkan adiknya dengan selamat." Jeno tau betul bagaimana Liam pun begitu menunggu kelahiran adiknya.

Jeno terdiam lama, ia membayangkan Renjun yang akan menjalani operasi besok. Tak bohong, banyak pikiran buruk yang menghantui Jeno. Membuat kekhawatirannya seolah tak ada habisnya, padahal mamanya sudah memberitaunya untuk jangan ikut panik. Karena nantinya Renjun akan membutuhkannya, kalau Jeno ikut panik lalu siapa yang akan menenangkan Renjun.

"Kalau bisa, semua luka yang pernah kau terima juga sakit akan kau dapat nanti. Aku ingin mengambilnya darimu, kau tak boleh merasakan sakit lagi." Jeno takut Renjun merasakan sakit besok.

"Renjun..."

"Aku mencintaimu." Jeno menempelkan bibirnya pada bibir Renjun cukup lama, kemudian berbaring di samping Renjun untuk tidur sebelum besok mereka menghadapi hari kelahiran bayi mereka.

Unspoken Words ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang