24. His niche

1.3K 171 3
                                    


"Renjun."

"Jeno, kau terlalu pagi ada disini." Renjun menatap Jeno yang menghentikan mobilnya di sebelah Renjun yang juga baru keluar untuk berjalan menuju butik.

"Tidak apa." Jeno keluar sambil membawa halnyang mulai familiar bagi Renjun.

Renjun menatap buket bunga yang lagi-lagi Jeno berikan untuknya, agaknya hal kecil itu membuat Renjun senang. "Terimakasih." Ujarnya. "Untuk kiriman semalam juga, terimakasih."

"Tidak masalah." Jeno menggeleng pelan.

"Liam mungkin akan agak siang datang kemari, ia diajak Guanlin sebentar." Kata Renjun setelah beberapa saat hanya hening yang mengelilinganya dan Jeno.

Jeno merasakan getar tak suka mendengar nama Guanlin disebut, ia cemburu mengetahui Liam begitu akrab dengannya. Juga kenyataan kalau Renjun dan Liam tinggal satu rumah dengan Guanlin itu. "Ah, iya. Nanti siang aku akan sempatkan kemari."

Renjun mengangguk, mendengar ucapan Jeno.

"Mengenai Guanlin, ia anak dari dokter Lai saja kan?" Sebenarnya Jeno sudah memiliki sugaan kalau Guanlin hanya teman Renjun saja, tapi setiap ia teringat ucapan Haechan yang selalu memanasinya Jeno jadi sangsi akan pikirannya sendiri.

Jeno ingin tau kejelasan hubungan Renjun dan Guanlin dari mulut Renjun sendiri.

Renjun mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan Jeno. "Huh? Ya."

"Bukan orang yang menjalin hubungan khusus denganmu kan?" Tanya Jeno lagi.

"Dia memilikinya." Jawab Renjun.

Jeno menelan salivanya susah payah. "Ren—

"Kami saudara sepupu." Potong Renjun cepat, walau dengan kernyitan samar di dahinya. Renjum bingung kenapa ia perlu mengatakannya setergesa ini pada Jeno, seolah memang ia harus meluruskan sebuah kesalah pahaman.

Senyum Jeno tak bisa ia tahan, itu terulas dengan mudah begitu mendengar hal itu. "Aku harap, kau tak mengganti peranku untuk Liam oleh siapapun. Juga suatu saat kau mau kembali jadi milikku lagi, aku berharap besar untuk hal ini."

Tangan Jeno benar-benar ingin mengusap kepala Renjun, menyampaikan afeksi kecilnya pada submisif itu. Tapi ia tak berani, ia tak mau disebut lancang disaat ia bahkan belum mendapat maaf dari Renjun.

Sementara Renjun hanya mampu meremas lengannya sendiri yang memeluk buket bunga pemberian Jeno. Renjun tak sanggup menjawab apapun, disaat dadanya berdebar kencang setelah mendengar ucapan Jeno barusan.

"Aku pergi. Nanti siang aku kembali lagi." Jeno memasuki mobilnya, dan sebelum melajukannya ia menoleh pada Renjun. Melempar satu senyum tulus yang membuat Renjun menarik napasnya cepat-cepat, bagaimana pun ia tak pernah sepenuhnya menghilangkan sosok Jeno dari hatinya.

Setelah kesadarannya kembali, Renjun melanjutkan langkahnya menuju butik dengan sambil menatap bunga pemberian Jeno. Jeno benar masih menginginkannya? Bukan karena rasa bersalah karena sikapnya dulu kan?

"Renjun!" Pekikan senang seorang perempuan membuat Renjun mendongak, dan menemukan Jaehee yang sudah ada di butik. Apa lagi sekarang?

Kemarin malam Jaehee meminta alamat Renjun, mengatakan ingin meminta maaf. Tapi Jeno enggan memberikan alamat apartemen Renjun, dan berakhir memberikan alamat butik saja setelah Jaehee memaksanya.

"Jangan melakukan hal gila lagi, Jaehee. Jangan membuat maafku makin sulit didapat." Pinta Jeno setelah memberitau Jaehee tempat Renjun.

"Aku juga hanya meminta maaf. Tak akan melakukan apapun, sungguh." Ujar Jaehee.

Unspoken Words ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang