Selesai berenang melihat penyu, ketiganya sudah mengganti pakaian mereka dan menuju tempat makan siang. Pemandu menyarankan sebuah tempat makan yang letaknya di luar dari bagian resort, dan memang sekalian mengatakan bahwa perjalanan menuju kesana melewati banyak pemandangan cantik juga.
Jeno dan Renjun yang sudah jelas mengambil perjalanan ini untuk liburan, tentu menerima rekomendasi itu karena mereka juga ingin tau pemandangan jalanan yang disebutkan seperti apa.
"Baba!" Liam berseru antusias ketika dalam perjalanan melihat pohon yang serupa dengan pohon yang ia lihat di buku ceritanya.
Renjun yang duduk di samping Liam terkekeh dan mengusap kepala Liam. "Pohonnya choco ya?"
Posisi duduk mereka adalah Renjun dan Liam yang duduk di kursi penumpang belakang sementara Jeno di kursi penumpang depan tepat di samping sopir sekaligus pemandu mereka di liburan kali ini.
Kebetulan juga sopir tersebut memiliki sifat ramah dan sepertinya suka anak kecil, karena terlihat dari bagaimana sorot matanya ketika melihat Liam dan kekehan ringannya setiap mendengar suara celoteh Liam.
Liam mengangguk semangat. "Iya! Rumah choco."
Jeno dari tempat duduknya di depan menoleh ke belakang. "Choco tupai itu ya?"
Karena meski Jeno sering menemani Liam membaca buku cerita, tapi tak yakin hafal benar semua nama karakter cerita yang Liam baca. Berbeda dengan Renjun yang selalu tau apa yang Liam maksud hanya dengan menunjuk satu hal.
Seperti barusan, Liam hanya menunjuk pohon dan Renjun dengan mudah menebak bahwa itu adalah pohon milik choco. Dan Liam benar membenarkan.
"Iya!" Liam mengangguk pada papanya.
"Uncle tau choco? Liam tau, choco nya punya banyak makanan di rumah." Liam beralih bercerita pada pemandu yang langsung menyahuti Liam dengan ramah. Membuat Liam pun semakin bersemangat berceloteh.
"Selamat makan Liam." Ujar pemandu itu ketika mereka tiba di sebuah restoran yang menyuguhkan pemandangan pantai yang indah.
Liam mengangguk mendengar itu. "Uncle selamat makan." Anak itu melambaikan tangannya dengan lucu.
Renjun dan Jeno tersenyum melihat bagaimana Liam bisa menyesuaikan diri di lingkungan yang jelas asing.
"Mau minum." Keluh Liam tepat ketika mereka menempati tempat duduk.
Sepertinya anak itu haus karena dari tadi tak berhenti berceloteh, dan setelah menghilangkan rasa hausnya anak itu kembali memiliki topik obrolan yang menyenangkan.
"Penyu tidak lihat Liam, yang lihat Liam hanya ikan itu, tapi malu ikannya." Ujar anak itu mengingat lagi cerita saat menyelam tadi.
"Ikannya tadi warna apa?" Jeno menaruh perhatiannya pada putranya.
"Orange!" Liam menjawabnya dengan suara keras karena antusias.
Renjun menyadari suara putranya akan mengganggu pengunjung restoran yang lain, maka ia mencoba membuat Liam lebih memperhatikan suaranya dengan Renjun yang membawa tangannya mengusap kepala Liam sebelum kemudian turun mengusap rahang anak itu dan Renjun berbicara dengan nada lembutnya.
"Ikannya mirip warna jeruk ya?"
Liam mengangguk, wajah antusiasnya tak berubah tapi suaranya mengikuti suara babanya yang tak keras dan lembut. "Jeruk dan wortel shasha."
Senyum Renjun mengembang karena Liam mudah mengikuti intruksinya. "Benar, wortel shasha juga orange."
Tiba-tiba anak itu menatap papanya sendu. "Papa, shasha Liam menangis?"
Karena selain dengan Ningning, Liam juga sempat memiliki perpisahan sulit dengan shasha. Dan Liam pikir anak anjingnya akan terus menangis ketika ia tinggal.
Jeno menjawab. "Tidak, kakek jaga shasha." Mereka menitipkan shasha di rumah kakek Huang.
"Nanti ajak ya, papa?" Liam berharap bisa mengajak anak anjingnya itu ikut bermain.
"Iya, liburan yang nanti kita ajak shasha." Jawab Jeno lembut.
Dan Liam terkikik senang dengan jawaban sang papa.
"Kemari, biar aku yang menggendong Liam." Jeno mengambil alih Liam yang tertidur di pelukan Renjun setelah dari tadi berbicara akrab lagi dengan pemandunya.Renjun pun turun dari mobil dengan bahu yang dirangkul Jeno dengan hangat, setelah tadi berenang dan makan, rasanya ia mengantuk juga sama seperti Liam. Dan lengan Jeno yang merangkul bahunya juga membuat ia semakin tak sabar untuk membaringkan tubuhnya.
Mata Renjun melihat wajah tertidur Liam, Jeno menggendongnya dengan satu lengannya yang lain.
"Liam akan tidur nyenyak karena ia begitu aktif sejak tadi." Renjun tersenyum geli mengingat bagaimana Liam seharian ini.
Jeno mengangguk membenarkan, kemudian mengecup puncak kepala Liam. "Benar, ia begitu senang bermain air jadi banyak cerita yang ia miliki hanya dengan sekali berenang."
"Besok ia akan mengajakmu berenang lagi." Renjun terkekeh pelan menebak apa yang ingin Liam lakukan besok, ia tau bagaimana Liam yang begitu senang bermain air.
"Tidak apa." Jeno tak keberatan akan apapun yang akan diminta Liam.
"Tapi Liamnya sendiri akan baik-baik saja bukan jika berenang setiap hari?" Tanya Jeno dengan khawatir.
Renjun sedikit mendongak pada Jeno. "Aku membawa vitaminnya."
Jeno tersenyum mendengarnya dan mengecup pelipis Renjun dengan lembut. Rasanya hatinya menghangat mendapati kenyataan bahwa ia bisa pergi menikmati liburan dengan keluarga kecilnya, dengan putranya yang lucu juga Renjunnya yang penuh perhatian.
Sesampainya di kamar, Jeno langsung membaringkan tubuh Liam dan Renjun pun langsung berbaring di samping Liam.
Mata Jeno melihat sendiri bagaimana Liam yang menggeliat itu, tangan mungilnya dengan tepat meraih jari babanya dan menggenggamnya.
Renjun pun yang terlihat sudah begitu mengantuk karena langsung memejamkan matanya, tak terlihat hendak melepas genggaman tangan Liam di jarinya.
Jeno mengusap surai Liam kemudian mengecup pipinya, sebelum kemudian mencium ringan rahang Renjun lalu berbisik pelan. "Aku akan biarkan jendelanya sedikit terbuka, angin kecilnya nyaman untuk kalian tidur."
Dan Renjun mengangguk lemas dan hanya bergumam sebagai jawaban.