Affection words

7K 577 80
                                    

Semenjak Liam menangis tempo hari, anak itu kembali menempeli Jeno seperti awal-awal mereka diperbolehkan pergi bersama oleh Renjun. Kalau pun sedang tak mau pisah dengan Renjun, Liam pasti bertanya ribut papanya itu hendak kemana.

"Papa lama tinggal Liam dan baba." Bocah itu menunduk sedih, cookies yang tengah ia makan ia simpan begitu saja.

Renjun yang melihat itu, langsung beringsut maju pada Liam yang duduk tak jauh darinya. Renjun tengah menemani putranya itu menonton, sambil mendengar celotehan Liam soal apa yang ia lihat. Namun tiba-tiba saja barusan anaknya itu berujar sedih soal Jeno.

"Liam, kita lukis di belakang ya? Sambil tunggu papa pulang kerja sebentar lagi." Renjun coba alihkan pikiran anak itu soal Jeno yang menurutnya begitu lama, padahal baru beberapa jam yang lalu anak itu melakukan panggilan video dengan Jeno.

Untungnya anak itu mau, dan pilihan Renjun untuk membawa Liam bermain dengan alat lukis cukup bagus karena Liam benar-benar menikmati waktunya sendiri dalam membuat karya.

Hingga menjelang sore, Renjun meringis melihat Liam yang masih mencampur berbagai warna di atas papan palet miliknya. Anak itu bahkan menghiraukan wajahnya  yang mulai memiliki beberapa coretan warna hasil ketidak sengajaan jemari mungilnya dalam memainkan cat air.

Renjun pun segera memanggil anak itu untuk mandi, tadinya Liam menolak keras. Namun saat Renjun mengatakan sebentar lagi Jeno pulang, anak itu langsung beranjak dengan semangat.

"Baba, Ningning ajak Liam ya?!" Tanya Liam saat Renjun tengah memakaikan baju pada bocah itu, setelah selesai melaksanakan acara mandinya.

"Iya, katanya besok piknik dengan Ningning dan nenek mau?" Renjun mengecup pipi gembil Liam.

Bocah tampan itu mengangguk semangat. "Mau, bilang Liam mau blacberry banyak-banyak." Katanya.

"Yang kemarin papa belikan habis?"

Liam menoleh cepat mendengar pertanyaan itu. "Papa!" Serunya senang begitu melihat sang papa.

"Habis mandi ya?!" Jeno pun mencium gemas pipi Liam, setelahnya Renjun mengeringkan rambut putranya dengan handuk.

Lalu Liam mengangguk mengiyakan. "Liam tadi lukis dengan baba." Adunya kemudian.

"Iyakah? Lukis apa Liam tadi?" Jeno tersenyum mendengar celotehan anak itu.

"Lukis rumah shasha." Jawabnya penuh antusias, ia kemudian segera meraih tangan Jeno dan menariknya menuju sudut ruangan.

"Lihat, itu lukisan Liam. Ini lukisan baba." Tunjuk Liam, anak itu dengan senang hati berceloteh juga tentang harinya tadi selama papanya tak ada.

Jeno mengusak rambut Liam ditengah acaranya mendengar celoteh putranya itu, ia sudah dengar cerita dari Renjun soal Liam yang seolah takut Jeno meninggalkan Renjun dan Liam. Jeno pun memang dapat merasakan itu dari tingkah laku Liam padanya.

"Liam tunggu papa ya dari tadi?" Tanya Jeno sambil kembali membawa anak itu agar kembali menghampiri Renjun yang tengah menyiapkan makan malam untuk keluarga kecil mereka.

Bocah yang kini menggenggam erat jemari papanya, langsung mengangguk tanpa ragu. "Iya, Liam mau cepat lihat papa di rumah lagi."

Jeno tersenyum mendengar itu, tadinya ia pikir Liam akan marah padanya setelah mengetahui sebagian kecil kelakuannya di masa dulu terhadap Liam dan Renjun. Ternyata anak itu justru semakin erat menggenggamnya, dan Jeno bersyukur akan ini. "Liam, papa punya kata untuk Liam."

Liam mendongak cepat menatap sang papa yang kini bahkan berjongkok guna menyamakan tinggi badannya dengan Liam. "Papa sayang Liam." Jeno tersenyum kemudian mengecup dahi Liam lembut.

Unspoken Words ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang