Nightmare Words

2K 225 60
                                    

Pernikahannya dengan Jeno sudah berjalan beberapa bulan, Renjun tak merasakan lagi ragu tentang Jeno dan segala ucapannya. Dominan itu masih sangat sering mengungkapkan seberapa ia bersungguh-sungguh tak ingin menyakitinya, seberapa takut Renjun kecewa lagi padanya. Seberapa besar keinginan Jeno untuk memastikan bahwa Renjun benar miliknya, dan tak akan bisa lepas lagi darinya. Padahal mereka sudah menikah, tapi Jeno seolah masih merasakan takut dengan tak tergenggamnya Renjun.

Renjun pernah menanyakan pada Jeno apa dominan itu ragu padanya? Tapi Jeno menggeleng keras, mengatakan bukan itu maksud ucapannya.




"Aku hanya takut kalau penebusan dosaku belum bisa sepadan, dan itu malah membuat semesta menjauhkanmu lagi dariku."

"Jadi, tolong katakan saja jika kau menemukan pikiran untuk membuatku bisa menebus dosa dan kesalahanku. Katakan seperti apa aku harus memperlakukanmu." Tentu Jeno tau betul kalau ia harus memperlakukan Renjun dengan seluruh cinta yang ia miliki, tapi kadang ia berpikir ini bukanlah bentuk penebusan dosa. Memberikan cinta pada Renjun adalah perintah mutlak dari dirinya sendiri, ini sebuah keharusan yang tak bisa lepas dari Jeno. Ia benar hanya menghabiskan seluruh cintanya pada Renjun.

Itu yang Jeno katakan saat itu.











"Liam, nanti telpon papa setelah makan siang ya?" Jeno melirik putranya yang duduk di kursi penumpang belakang mobil.

Mendapat jawaban berupa anggukan lucu dari putranya itu, membuat Jeno tersenyum kemudian beralih pada Renjun tengah membuka seatbelt nya. Jeno mengusak surai Renjun, mengulas senyum lembut pada cintanya itu. Mengucap banyak kalimat penuh rasa bahagia dalam hatinya karena bisa hidup dengan ikatan barunya bersama Renjun, dengan putra mereka.

"Nikmati waktumu. Beritau aku saat kau menginginkan sesuatu, atau terganggu dengan apapun." Jeno ingin memberikan apapun yang Renjun inginkan, salah satu penebusannya atas adanya beberapa waktu dimana ia tak ada dengan submisif itu. Tak bisa memberikan apa yang diinginkannya, juga tak bisa melindunginya bahkan dari diri Jeno sendiri yang adalah penyebab Renjun merasakan sakit.

Renjun mengangguk. "Iya, nanti aku akan menghubungimu saat makan siang agar kau tak melupakan jadwal makanmu."

Jeno tersenyum, meraih pipi Renjun untuk ia beri sebuah kecupan lembut.

Disetiap kecupan dan bisikan penuh cinta Jeno, Renjun menemukan besarnya rasa sayang Jeno padanya. Diantara tatap penuh perhatian dan senyum hangat Jeno, Renjun melihat kesungguhan disana. Dan Renjun percaya atas seberapa besar ketakutan Jeno atas hilangnya Renjun darinya, dan Jeno bukan tengah meragukannya.

Untungnya Liam tak melihat adegan kecupan itu, kalau melihatnya ia mungkin akan memprotes hal itu.

Sekarang anak itu tengah memasukan beberapa potong lego miliknya ke dalam tas.

Hari ini Renjun mengunjungi rumah Guanlin untuk bertemu dengan nyonya Lai, yang kebetulan sedang ada di rumah. Wanita itu mengatakan kalau ia sudah cukup lama tak bertemu Liam, terakhir mereka bertemu adalah saat pernikahannya dengan Jeno. Sementara sekarang sudah tiga bulan berlalu dari acara itu.

Pernah juga Renjun bertemu dengan nyonya Lai di beberapa kesempatan, tapi kebetulan saat ia tak sedang bersama Liam.

Unspoken Words ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang