Judulnya sama kayak yg di chapt 1, karena emang isinya sama.
Renjun pikir segala keraguannya, segala ketidak percaya diriannya perlahan menguap seiring semua perhatian yang Jeno berikan padanya. Sekarang besar keyakinannya soal Jeno yang akan memberinya dan Liam perlindungan dan kasih sayang yang Renjun inginkan.
"Kalau Jeno tak memberi cinta yang kau inginkan, ayah benar akan menegurnya lagi. Tak peduli kau malah tak mau melenyapkannya dari hatimu, ayah akan melenyapkannya dari hadapanmu." Ucapan Tuan Huang memang tak seperti orangtua biasanya saat menenangkan anaknya yang gugup karena hendak menikah.
Kalau Jeno mendengarnya, itu justru ancaman pembunuhan untuk Jeno dari ayahnya.
Renjun tersenyum dalam pelukan yang dari tadi ia dapat dari sang ayah. "Kalau ayah yang tak memberiku cinta seperti yang aku inginkan?"
"Kau memiliki Jeno, ia akan mengganti semua cinta yang belum kau rasakan." Jawab tuan Huang sambil meyakinkan dirinya sendiri kalau ia harus memberi cinta yang seharusnya untuk Renjun. Ia tak mau bersikap sebagai pengecut lagi.
"Ayah, pelukan ini—"
"Kenapa? Kau tak nyaman?" Tuan Huang sadar kalau dari tadi ia sudah lama hanya memeluk Renjun, ia hanya terlampau senang juga terharu mengetahui kini anaknya itu akan menjemput bahagianya. Jadi ia lampiaskan dengan memeluk Renjun dengan lama, setelah tadi menangkap raut gugup juga dari Renjun.
Merasakan ayahnya hendak melepas pelukan, Renjun menahannya dan mengeratkan pelukannya. "Aku selalu mengharapkan pelukan seperti ini dari dulu."
"Maaf ya, dulu ayah begitu keras terhadapmu." Mata Tuan Huang menyendu, Renjun memiliki harapan sepele macam itu tapi dulu ia begitu buta akan itu.
"Gantinya sekarang kau bisa memeluk ayah semaumu."
Renjun mengangguk dalam pelukan itu. "Ini persis seperti apa yang aku bayangkan, meredam segalanya."
"Termasuk gugupmu?" Tanya tuan Huang dengan nada geli, saat menyadari memang Renjun benar gugup sampai tak mau melepas pelukannya.
"Katakan saja, kau memang gugup karena akan segera naik altar." Tawa pelan sepasang ayah dan anak itu menguar, sedikit membuat Renjun membaik.
Dan semuanya benar-benar membaik begitu Renjun dan Jeno telah mengucap janji itu. Kecupan mesra keduanya menjadi awal hubungan mereka yang terikat sebuah pernikahan.
Renjun memeluk orang-orang yang selama ini selalu membantunya, menjaganya sebelum ia kembali pada Jeno seperti sekarang. Dokter Lai yang menurutnya begitu berpengaruh besar, karena ia yang sejak awal meyakinkan Renjun untuk mempertahankan bayinya. Dan memberitaunya agar mengikuti keinginan Renjun saja, jangan mengikuti keinginan orang lain akan kematian bayinya saat itu. Juga dokter Lai yang menawarkan naungan padanya, lewat Guanlin.Guanlin banyak membantunya melewati masa menyulitkan di awal kehamilannya, ia juga yang kerap jadi korban semua kerewelan Renjun saat itu. Guanlin juga yang menarik Ningning agar sering menemani Renjun saat lelaki itu tak bisa menemani Renjun.
Nyonya Lai yang memberi hangatnya sosok ibu pada Renjun, banyak memberitaunya soal perkembangan balita yang sebelumnya Renjun tak tau menjadi tau. Hingga Renjun kerap mendengar dari wanita itu, katanya Renjun berhasil jadi sosok ibu yang sempurna untuk Liam.
Mereka yang selalu memberi Liam kasih sayang berlimpah, menjaganya dengan nyata juga memanjakannya tanpa perhitungan.
"Terimakasih untuk semua yang kalian berikan padaku juga Liam." Ucap Renjun sekali lagi begitu ia melepas pelukan mereka.
"Benarkan? Semua jawaban itu adalah milikmu, hanya kau yang bisa menjawabnya sendiri." Guanlin merapihkan helaian rambut Renjun yang sempat teracak karena ayahnya tadi mengusaknya pelan.
"Awalnya itu memang susah, karena semua benciku belum tuntas. Semakin kemari sepertinya kebencian itu perlahan bergeser karena Jeno juga yang menunjukkan banyak pembuktian." Renjun mengulas senyum.
Hingga ia menyadari ada yang memperhatikannya, dan begitu menoleh ke sebelah kiri. Ada Jeno dan Jaehee yang terlihat berbincang tak jauh darinya, tapi mata mereka terus menatap Renjun. Ada apa? Renjun memutuskan menghampiri mereka.
Semakin dekat jaraknya, Renjun semakin sadar akan tatapan Jeno padanya. Begitu dalam dan lekat, membuat Renjun berdebar. Apa sebenarnya yang sedang mereka bicarakan?
"Kalian sedang membicarakanku?" Renjun menebak itu karena mata mereka yang masih juga menatapnya.
Dan kini Renjun mengernyit melihat ada Jaemin dan Angela yang berdiri di belakang Jeno, yang menjadikannya sedikit terkejut adalah mata Angela yang berkaca-kaca sementara tangannya melingkari lengan Jaemin dengan erat.
"Angela, kau menangis?" Renjun panik melihat ada yang menangis di hari ia menikah.
Jaemin langsung menoleh pada perempuan di sampingnya dan berdecak tak percaya. "Demi Tuhan, Angela kau menangis hanya karena mendengar Jeno mengatakan itu?"
Jeno yang baru saja meraih pinggang Renjun dalam rengkuhannya mengerutkan dahinya, Angela mendengar ucapan apa memangnya? Seingatnya ia hanya mengucapkan soal bagaimana pandangannya pada sosok Renjun, cintanya.
"Kau ini terlalu mendramatisir, tapi memang biasanya juga kau seperti itu. Tak aneh juga." Perkataan Jaemin kini disetujui Jeno, karena ia tak merasa telah mengatakan hal menyedihkan.
"Sungguh, Renjun. Kau pun akan menangis kalau mendengar ucapan suamimu barusan." Angela menatap Renjun.
Renjun menoleh pada Jeno seketika. "Apa memangnya yang kau katakan?" Tanya Renjun penasaran.
"Aku mencintaimu." Jeno mengecup pipi Renjun.
Merasa tak puas akan jawaban Jeno, Renjun kembali beralih pada Jaemin dan Angela. Mana mungkin Angela berkaca-kaca hanya dengan mendengar ucapan itu. Pasti lebih dari itu.
"Angela, Jaemin apa yang Jeno ucapkan tadi?"
"Jaehee?" Renjun mencoba menanyakannya juga pada Jaehee.
"Yang diucapkan kakakku lebih panjang dari sekedar ucapan cinta barusan, tapi pada intinya sama." Jaehee mencoba menjawab singkat.
Renjun merasakan kecupan lagi pada pelipisnya. "Kenapa bertanya pada orang lain? Tanyakan saja padaku. Aku yang mengatakannya, aku pemilik ucapan itu." Jeno meremas pelan pinggang Renjun.
"Tapi barusan kau tak menjawabnya." Protes Renjun.
Tangan Jeno meraih wajah Renjun, mendekatkan wajah keduanya. "Kau akan mendengarnya setiap hari nanti." Bibir tipisnya mengecup belah bibir Renjun dengan mesra.
"Nanti, jangan bosan mendengarnya semuanya." Jeno benar akan mengatakan semua kata pujian untuk submisif manis ini, semua kalimat puja akan sempurnanya Renjun ini. Ia juga akan menunjukkan, memberikan semua cinta yang ia punya untuk si cantik yang kini jadi miliknya.