57. Unspoken Words

3.5K 252 65
                                    

"Punya Hami hilang." Bocah perempuan itu mengadu pada Liam soal tempat minumnya yang sempat dibawanya piknik beberapa hari yang lalu dengan Guanlin.

Liam yang baru menghabiskan susunya, kini menatap sang adik yang justru belum meminum susunya. "Tapi kan biasanya juga kalau minum susu tidak pakai yang itu."

"Hami mau punya kakak." Kata si bungsu tiba-tiba.

"Kenapa tidak bilang dari tadi? Punya kakak sudah habis." Liam memperlihatkan isi cangkir susunya yang sudah kosong.

"Pinjam cangkirnya ya?" Hami kukuh menginginkan cangkir milik sang kakak.

Liam menatap adiknya yang malah menampilkan wajah memelas. "Tapi kotor, sekarang Hami minum saja punya Hami. Besok baru boleh pinjam punya kakak."

Sekarang Hami malah makin mendekati sang kakak, membujuk agar Liam mau menuruti maunya. "Tidak kotor. Ya, kakak? Hami pinjam."

"Pakai cangkir yang lain saja ya? Baba punya banyak yang warna kuning." Renjun mencoba menengahi.

Dan Hami jelas menggeleng tak mau. "Hami maunya punya kakak Liam."

Renjun menghela napas, ia berbicara pada Liam sebentar kemudian. "Ya sudah, sini. Baba pindahkan."

Hami langsung tersenyum senang mendengarnya.

"Papa lama pulangnya." Liam berujar begitu mereka pindah menuju ruang tv.

Renjun mengiyakan, tadi Jeno memang sudah menghubunginya mengatakan akan pulang telat dari biasanya karena beberapa pekerjaan yang sekarang dipegangnya harus segera ia selesaikan. Dan memang Jeno sampai melewatkan jam makan malam di rumah.

"Kenapa memangnya? Soalnya susah ya? Biar baba yang bantu." Renjun melihat Liam baru membuka buku sekolahnya, padahal biasanya dari sore pun sudah mulai mengerjakan.

"Tidak, Liam bisa sendiri." Sebenarnya tugas sekolah Liam tak pernah sesulit itu bagi Liam, ia bisa mengerjakannya sendiri. Alasan ia selalu menunggu sang papa untuk bantu mengerjakan tugasnya, karena ia suka menghabiskan waktu dengan papanya.

Sekalipun Jeno selalu mengutamakan banyak waktu untuk keluarga kecilnya, Liam tetap ingin mencuri waktu lebih dengan sang papa.

"Nanti kakak bacakan Hami dongeng kan?" Hami mendekati kakaknya yang mengerjakan soal di lantai dengan posisi tengkurap, tadi Liam menolak duduk di kursi belajarnya saat Renjun menyuruhnya.

Jadilah sekarang Hami bisa mendekati kakaknya dengan leluasa.

Liam menoleh pada Hami. "Iya, tapi kakaknya kerjakan ini dulu ya?" Ujarnya lembut.

Hami mengangguk kencang. "Hami tunggu." Jawabnya.

"Baba saja yang bacakan mau tidak?" Renjun melihat anak bungsunya mulai menguap, sementara Liam tak menunjukkan akan selesai dalam sebentar lagi.

"Jangan, nanti baba yang peluk Hami. Kakak Liam baca dongengnya. Papa yang peluk kakak." Ujar Hami. Renjun terkekeh mendengar Hami yang mengatur tugas setiap orang dengan lucunya.

Hami tengkurap dengan mata yang menatap buku Liam, anak itu benar-benar ingin menunggu kakaknya sampai selesai. Tapi belum juga Liam selesai dengan tugas sekolahnya, Hami sudah jatuh tertidur dengan posisi seperti itu.

"Haminya tertidur." Ujar Renjun sambil mencoba mengangkat tubuh anak bungsunya.

"Baba,,," Liam mendongak menatap babanya, kemudian melirik Hami yang hendak digendong Renjun. "Kasihan Hami tunggu Liam."

"Hami mau Liam bacakan dongeng." Liam merasa bersalah karena tak sempat menuruti kemauan sang adik.

Renjun tersenyum lembut. "Besok saja, sekarang Liamnya selesaikan dulu soalnya. Baba pindahkan dulu Hami."

Unspoken Words ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang