Pictures with Words

1.1K 144 15
                                    

Bukan tanggal 23 tapi aku update lagi, ini lanjutan yang kemaren ya...

Kalo nunggu tgl 23 lagi kelamaan soalnya, jadi aku up hari ini


_______

Pagi harinya, Jeno melihat bagaimana Renjun dan Liam yang memang terlihat nyaman berada disini. Mungkin karena memang sejak awal ini rumah mereka.

Liam yang melompat meminta tolong Guanlin agar bisa naik ke kursi untuk duduk, juga Renjun yang dengan nyaman meraih sereal Liam dan menyeduh susunya. Inikah rutinitas mereka selama disini?

"Papa, duduknya disini." Liam menunjuk kursi yang ada di sebrang miliknya.

Jeno tersenyum, ia hendak mengikuti arahan Liam namun belum Jeno mencapai kursi itu, ia sudah melihat Renjun yang berlari menuju kamar mandi. Dengan cepat Jeno berjalan menyusul.

"Renjun..."

Di kamar mandi Renjun kembali muntah seperti hari-hari sebelumnya, tubuhnya seketika terasa lemas. Tangannya mencengkram perutnya yang terasa tak nyaman, ia pun mengerang pelan.

"Kemari." Tangan Jeno meraih tangan Renjun agar tak menyakiti perutnya sendiri, mengelus perut Renjun pelan lalu tangannya yang lain membelai pipi Renjun dan menatapnya. "Minum tehnya ya?"

Suara Jeno yang berisi perhatian lembut itu membuat Renjun sadar. Sadar dari semua tingkahnya.

Apa yang ia lakukan disini? Ia tak tinggal di rumah Jeno, dan Renjun mengingat sepenuhnya kelakuannya sejak kemarin yang mengabaikan Jeno. Bersikap seolah suaminya itu tak ada, itu pasti sangat menyakiti Jeno.

Renjun balas menatap Jeno dengan berkaca-kaca, tangannya kini mencengkram pinggiran baju Jeno menahan tangisnya. "Maaf.."

Jeno masih mengusap pipi Renjun, melihat bagaimana submisif itu masih terlihat pucat. "Maaf untuk apa, sweetheart? Kau tak melakukan kesalahan apapun." Tanya Jeno lembut.

"Aku malah kembali kemari." Cicit Renjun, matanya mulai terpejam merasakan tangan Jeno yang satunya masih mengusap perutnya membuat perasaannya jauh lebih baik.

Renjun mendapat sebuah kecupan hangat di dahinya. "Ini rumahmu. Aku tak masalah saat kau ingin kemari, kau hanya mencari hangatnya rumahmu." Meski Jeno sempat merasakan hatinya mencelos saat tau Renjun ingin pergi dari rumah mereka, tapi ia mencoba mengerti Renjun.

Apalagi jika dibandingkan dengan semua kesedihan Renjun dulu, apa yang Jeno rasakan sekarang mungkin bukan apa-apa.

Kepala Renjun jatuh di dada Jeno, bersandar lemas disana. "Harusnya aku cukup di rumah kita."

"Tidak apa, Renjun. Lagi pula Liam juga terlihat senang bisa kembali bermain di kamarnya disini." Ujar Jeno.

Setelah itu Renjun tak mengatakan apapun, ia hanya memeluk Jeno sebagai permintaan maaf.

Unspoken Words ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang