45. Pain words

1.9K 226 18
                                    


"Liam, cuci kaki dulu ya sebelum pergi tidur?" Jeno mencoba meraih tangan Liam yang terlihat lemas.

Renjun sebenarnya dari tadi benar berpikir kalau alasan Liam sediam ini karena mengantuk, tapi begitu sampai rumah ia melihat anak itu membuka mata dan tak seperti orang bangun tidur. Tubuh anaknya itu lemas, tatapannya sendu.

Melihat Jeno yang sama tak bersemangatnya hari ini, Renjun pun hanya berpikir kalau Liam mungkin merasakan apa yang papanya rasakan. Jadi ikut-ikutan lemas, karena kalau Jeno bersikap buruk pada Liam ia yakin Liam tak akan mau menerima uluran tangan Jeno barusan. Liam akan memperlakukan Jeno dengan sinis dan ketus, seperti pada Jaehee.

"Aku saja yang mengganti bajunya, kau harus membersihkan diri juga." Renjun menuntun tangan Liam menuju kamar anak itu, setelah Jeno membantu anaknya melakukan bersih-bersih.

"Maaf ya, Renjun?" Jeno merasa bersalah karena baru kemarin ia meminta Renjun membagi tugas padanya, hari ini pula Jeno tak bisa memenuhi tugas itu.

Tapi Jeno memang rasanya begitu tak memiliki tenaga, pikirannya cukup kacau. Apalagi ia masih memakai pakaian kantor, padahal ini sudah malam.

"Iya, aku akan menidurkan Liam dulu."

Sampai di kamar Liam, Renjun mengganti baju Liam. "Liam sayang, kenapa? Papa buat apa pada Liam?" Tanya Renjun, ia hanya tiba-tiba ingin menanyakan soal Jeno pada Liam.

Liam menatap Renjun, tatapannya tak berarti hanya menatap babanya lekat. "Liam sayang papa, papa bilang juga sayang Liam." Hanya itu jawaban Liam, dan Renjun tak menemukan hal yang menjadi alasan anaknya begitu murung.

"Jadi kenapa sedih Liamnya?" Tanya Renjun lagi, tadinya ia mulai meyakini kalau Jeno bersikap buruk pada Liam kalau saja ia mendengar kebalikan dari ucapan terakhir Liam. Renjun pastikan ia akan kaki dari rumah ini saat ini juga, tapi ucapan Liam adalah hal yang selalu dinantikan Renjun, diinginkan Renjun untuk Liam.

Jeno menyayangi Liam.

"Liam mau tidur peluk baba." Anak itu malah memeluk Renjun, dan mengajaknya tidur.

Mungkin memang Liam hanya kelelahan jadi anak itu agak tak jelas mengerti dan mengolah emosinya sendiri.

"Iya, ayo tidur." Renjun membawa Liam dalam dekapannya saat berbaring, menutup tubuh anak itu dengan selimut.

"Liam bangun baba peluk Liam juga." Ujar Liam tiba-tiba, setelah Renjun mencoba menekan tombol mematikan lampu.

"Liam mau baba temani sampai pagi?" Tanya Renjun memastikan. Dan Liam mengangguk mengiyakan.

Renjun menatap Liam sebentar. "Kalau baba temui papa sebentar sekarang, boleh? Nanti papa cari baba."

"Boleh." Liam mengangguk lagi, ia melepas pelukannya pada Renjun.

Baba dari Liam itu kini berjalan keluar dari kamar Liam, ia hendak memastikan Jeno sudah selesai dengan membersihkan dirinya. Juga hendak menanyakan hal yang tadi sempat Jeno tanyakan juga padanya, Renjun ingin mencoba bertanya balik soal Liam.

"Jeno?" Renjun memasuki kamarnya, melihat Jeno tengah menggosok rambutnya dengan handuk.

Renjun meraih handuk kecil itu, membantu Jeno mengeringkan rambutnya. Membuat wajahnya tepat berada dekat dengan wajah dominannya itu, matanya bisa menangkan tatapan sendu serupa milik Liam. Sebenarnya dua orang ini kenapa?

"Kau baik-baik saja?" Tanya Renjun, saat lengan Jeno merengkuh pinggangnya.

Jeno mengangguk, sambil menatap lekat wajah Renjun. "Aku baik, Renjun." Ia mengecup lama dahi Renjun. "Apa Liam sudah tidur?" Jeno ingin memeluk Renjun semalam penuh ini, hanya pelukan saja tak lebih. Ia ingin peluk nyata dari orang yang sempat ia buat luka, ia ingin memastikan ia bisa menjaga Renjun dalam dekapnya.

Unspoken Words ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang