Past and Present

604 72 18
                                    

Jeon Jungkook

Aku pergi dari rumah Sifra sebelum Lucas bangun. Sifra tentunya tahu bahwa aku pergi. Dia bahkan yang menyuruhku untuk pergi dikarenakan kami berdua tidak ingin membuat Lucas terkejut jika dia melihatku berada di sana di pagi hari.

Aku harus mengambil hatinya perlahan-lahan, jadi lebih baik aku pulang.

Pukul 5:13 a.m. aku tiba di rumah. Keadaan rumah begitu gelap dan sepi. Sepertinya Colette masih tidur. Bagus. Dia tidak akan tahu bahwa aku baru pulang pagi ini.

Aku akan memikirkan alasan yang masuk akal untuk memberitahunya kenapa aku tidak pulang semalam.

Kakiku berjalan menuju ke kamar dan membuka pintunya dengan pelan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Setelah itu, aku melepaskan sepatu dan semua pakaianku.

“Darling?”

Fuck my life. Itu suara Colette. Dan akhirnya pintu kamarku pun dibuka. Colette muncul di sana.

Sedikit informasi saja, aku dan Colette memang tidur secara terpisah. Kami memiliki kamar tidur masing-masing. Hal itu sudah ditetapkan dua tahun lalu.

Untuk seks—well, terkadang kami melakukannya. Tapi bukan berarti bahwa kami tidur di kamar yang sama. Aku dan Colette tidur secara berpisah karena itu keinginanku.

Aku merasa tidak nyaman saat tidur di satu ranjang yang sama dengannya. Aku meminta Colette untuk memahami diriku and she did. Dan aku berterima kasih padanya untuk itu.

Okay, kembali pada topik pembicaraan.

Colette menatapku yang sedang membuka pakaianku. Pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya adalah; “Kau habis dari mana?” pertanyaan basic namun membuatku sedikit panik. I don’t know why.

Mungkin karena aku takut jika dia tahu semalam aku tidak pulang ke rumah karena aku sedang bersama Sifra.

“Rumah Jimin.”

“Really? Dan kau baru pulang pagi ini?”

“Ya. Semalam kami bertemu dan minum bersama. Karena aku sedikit mabuk, Jimin mengendarai mobilku dan membawaku ke rumahnya. Aku tidur di sana semalaman. Tapi aku tidak membawa pakaian ganti untuk pergi ke kantor nanti, jadi aku pulang.”

Colette menyilangkan tangannya. Raut wajahnya terlihat bahwa dia tidak mempercayai ucapanku. “Bukankah kau bisa menelepon supir pribadimu untuk membawakan pakaianmu? Atau kau bisa menghubungiku? Itu tugasku sebagai seorang istri, no?”

“Yeah. Tapi aku tidak ingin merepotkanmu. Aku tahu kau sibuk—”

“How noble.”

“Look. Ini masih pagi dan aku tidak ingin bertengkar denganmu. Mari bicarakan ini nanti.”

“Aku ingin penjelasan darimu!”

“What do you want me to say?”

“Katakan padaku; dari mana kau semalam? Kau pergi dan kau tidak memberitahuku ke mana. Kemudian kau tidak pulang ke rumah!”

Aku menghela nafasku. “Aku sudah pulang sekarang.”

“Ya. Di pagi hari. Apa itu masuk akal? Suamiku pulang di pagi hari dan dia mengatakan bahwa dia berada di rumah temannya semalam? I’m not a twit.”

(*Twit = Idiot/Bodoh)

“So?”

“Where have you been?”

“Kau mau jawaban kejujuran atau kebohongan?”

“Both.”

Aku menjawab, “Kejujurannya . . . aku memang menemui Jimin semalam.” Itu benar. Sebelum aku memutuskan untuk menemui Sifra, aku menemui Jimin. Ada suatu hal yang harus kubicarakan padanya.

Cruel SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang