07|Stupid Boy

697 131 6
                                    

"Oi jamet, lu sekolah nggak sih?"

Habis sudah kesabarannya membangunkan Aldevan, padahal tidur awal namun bangun lambat.

"Bunda, Aldevan nggak bangun bangun. Giwang nyerah" Katanya sambil berjalan turun dengan tangan terangkat.

Robi berjalan keluar kamar, sambil membenarkan sarung yang dipakainya. "Bener bener ini anak ya!"

Giwang mengurungkan niat untuk sarapan dan ikut ayahnya berjalan ke atas, ingin menyaksikan tragedi yang akan dialami Aldevan pagi ini.

"Orang kalo tidur udah kayak kebo! Bangun nggak? Aldevan! Nggak bisa tebar pesona lu kalo terlambat masuk sekolah"

Hah? Oh begini caranya membangunkan Aldevan, akan Giwang ingat!

"Ngh, jam berapa sih Yah?"

"Setengah tujuh" bohong Robi yang berkata asal asalan

Sebenarnya ini baru setengah 6, karena sekolah Aldevan kurang lebih ditempuh dengan waktu tiga puluh menit dari rumah Giwang maka akan membuatnya terburu buru jika berangkat terlalu siang.

Biasanya Aldevan akan berangkat lima belas menit sebelum bel masuk, jika berangkat dari rumah ayahnya dulu.

Masih dengan mata sayu, Aldevan sarapan terlebih dahulu. Intinya Aldevan melakukan segala persiapan untuk pergi dari rumah lebih awal dari yang lainnya, Giwang bisa bersantai karena jarak sekolah dengan rumahnya hanya sepuluh menit.

Lagi pula datang terakhir juga tidak masalah, kalau terlalu awal malah membuatnya bosan di kelas sendirian, Theo juga biasanya terlambat masuk kelas.

---

"JALANANNYA NGGAK ADA AKHLAK!" keluh Aldevan disela hukumannya karena terlambat masuk sekolah.

"Anjir, gara gara nungguin lo gua ikutan dihukum" Zayyan ikut mengeluh

"Nggak bisa, gua mau protes ke menteri infrastruktur negara! Gara gara itu jalan berlubang gua jadi terlambat. Gua udah berusaha bangun pagi"

Iya berusaha, justru Giwang yang lebih berusaha untuk membangunkannya.

---

"Lama lama jadi Malika kedelai hitam pilihan gua!" keluh Theo yang bercucuran keringat

"Terlambat lagi?" tanya Giwang

Theo mengangguk sambil merebahkan badannya di belakang kelas. Tempat duduk mereka berada di baris kedua terakhir, tapi bisa dibilang kalau tempat duduk mereka sudah yang paling belakang karena ada dua bangku kosong di belakangnya. Dan disampingnya. Jadi keseluruhan ada tiga meja kosong

Di kelasnya dulu ada sepasang saudara kembar perempuan, namun karena ayah mereka pindah tugas untuk bekerja membuatnya ikut pindah sekolah. Padahal Giwang sering memperhatikan mereka, saat bergerak atau berbicara terkadang terlihat serempak tanpa mereka sadari dan itu terlihat lucu.

Satu meja lainnya, dulunya di tempati seorang anak laki laki yang aktif sekali dalam berorganisasi. Namun karena ekonomi keluarga, dia tidak bisa melanjutkan sekolahnya.

Sejujurnya Giwang kasihan melihatnya, dia sudah berusaha untuk mendapatkan beasiswa dari sekolah. Giwang tahu perjuangannya karena anak lelaki itu sering meminta bantuannya untuk menyelesaikan soal atau meminta penjelasan.

"Hm, lo bikin perumpamaannya gampang. Gua paham, besok gua mau ikut tes buat beasiswa. Kalau gua lolos, sekolah gua masih bisa lanjut. Tapi gua harus pertahanin nilai kan kalau gitu? Lo mau bantuin gua nggak Wang? Gua kurang banget kalo buat belajar"

Two Brothers : Escape Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang