24|Kalah

566 108 23
                                    

"... Pilihannya cuma dua, lo bertahan tapi banyak tekanan atau lo pergi dan hilang dari keberadaan"

Giwang

---


Aldevan tidak tenang didalam kamar, setelah mandipun tidak merubah apapun, pikirannya masih terbayang bayang wajah Giwang yang ketakutan. Bukan apa apa, hanya saja ini pertama kalinya Aldevan melihat itu. Yang Aldevan tahu, Giwang anak yang tidak mau mengalah, itulah yang membuat Aldevan memikirkan hal yang tidak tidak. Ayahnya juga tidak kunjung pulang. Rumahnya benar benar senyap, melihat Giwang hanya duduk menatap buku buku ternyata lebih baik daripada Giwang diluar pandangannya seperti ini.

Chat
Ayah Robi 6

Yah, pulang jam berapa?|

|Ini lagi dijalan pulang, kenapa?
|Mau nitip apa?

Enggak! Cepetan pulang Yah |
TAKUUTTTTT|

|Ada apa?
|Kenapa?
|Aldevan

Pesan Robi berakhir begitu saja, Aldevan tidak membalas karena Giwang masuk kedalam kamar dengan keadaan yang berlumuran darah, terutama tangan dan kemejanya. Membuat Aldevan terkejut.

"Wang" Aldevan mendekati Giwang, namun ditepis olehnya

"Giwang, lo kenapa? Tangan lo berdarah"
"Sama bunda? Iya? Jawab gua! Lo kenapa? Tiba tiba jadi banyak luka begini!"
"Giwang!"
"Giwang!"
"Giwang!"

"Berisik" ucapnya singkat

"Ya, lo jelasin dulu lah. Gua kan kakak lo, gua udah bilang kalo lo harus cerita semuanya ke gu-"

"Bunda tahu, bunda tahu semuanya. Gua salah, gua dihukum" ucap Giwang pasrah, raut wajahnya menunjukkan kelelahannya mendengar ocehan bunda, malah sekarang Aldevan menyerbunya dengan banyak pertanyaan.

Aldevan menatap Giwang bingung, dia tidak mengerti apa yang dimaksud. Aldevan mengerutkan dahi.

"Igemi, ini semua salah Igemi"

"HAH?"
"Kok, tiba tiba Igemi sih? Gila ya lo!"

Giwang menatap kosong sekelilingnya, sambil mengingat kembali foto yang bunda tadi berikan, siapa tahu Giwang salah. "Con-contekan yang gua kasih ke lo, gua.. gua ketahuan. Bunda tahu, dari fotonya itu... Itu tempat duduk Igemi, bunda hukum gue karena, karena..."

"Pelan pelan, biar jelas"
"JANGAN GAGU, GUE NGGAK NGERTI" Aldevan memegang lengan Giwang, menggoyangkan tubuhnya untuk menyadarkan. Dia tahu jika Giwang panik.

Giwang menatap Aldevan, seakan akan terbius oleh tatapan Aldevan yang mengintimidasinya, menuntut jawaban. "Bunda, bunda bilang gue anak nakal, gue bandel... Karena, karena ngasih contekan, bantuin Nolan, mukul Igemi, test beasiswa kemarin salah enam soal, bunda mau semuanya benar, Dev. Gue.."

"Lo.." Aldevan tidak bisa berkata kata lagi, sudah bingung bagaimana mau menanggapi Giwang. Aldevan merasa kecewa karena Giwang tidak menceritakan apa apa sebelumnya. "Harusnya lo nggak usah ngasih contekan!"

"Gue... Gue tahu jadwal evaluasinya bukan kemarin, kalaupun udah dekat waktunya gue bakal bilang sama lo! Biar lo bisa belajar, gue nggak apa apa bantuin lo sampai lo bisa, soal yang kemarin kita kerjain bukan evaluasi yang sebenarnya"

"Gue bisa ngerjain sendiri, Wang. Lo nggak perlu bantuin gue" Aldevan membela diri, nada bicaranya sedikit lebih lembut. Dia rasa Giwang melantur bicaranya.

Kedua netra lelaki itu menatap satu sama lain, dengan emosi yang sama sama dipuncaknya namun kali ini Aldevan tunduk dihadapan Giwang, bicaranya sedikit pelan dan emosinya tertahan.

Two Brothers : Escape Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang