02|Temu

1.1K 163 4
                                        

"YAYAHHH!!!" teriak Aldevan dari jauh, melambaikan tangan pada ayahnya yang sedang berbincang dengan kerabatnya di depan rumah

"Udah gede aja ini Devan"

"Halo om, udah lama di sini?"

"Udah lumayan sih, bentar lagi om juga mau pulang"

Mereka berbincang, membicarakan beberapa hal dengan santai. Aldevan memang orang yang ramah dan mudah masuk obrolan dimana saja.

Beberapa saat setelah itu kerabat ayah Aldevan pulang.

"Loh, ini apa merah merah? Itu bibir kamu sobek? Berantem lagi ini?" Tegur ayahnya

Aldevan mengangguk meringis "Namanya juga laki"

"Tapi menang to?"

"Menang lah anak ayah" Aldevan mengulurkan kedua jari jempolnya

"Asal jangan sampai masuk rumah sakit aja itu anak yang kamu pukul"

"Haha ama- eh yah tapi tadi kayaknya kena hidungnya deh!"

"Nggak apa apa sih harusnya"

"Mimisan tau yah, patah nggak ya?"

"Enggak lah, santai. Laki mah kuat!"

"Tadi sampai bengong begitu waktu habis Devan Pukul. Jangan jangan gegar otak, kena kepala?!"

Ayahnya mendekati Aldevan, "ANAK SIAPA YANG LU GEBUKIN DEVAAAANNNNNNNN!!!???"

Aldevan yang merasakan hawa membunuh lebih kuat daripada keinginan Thanos yang ingin melenyapkan sebagian populasi bumi seketika naruri untuk bertahan hidupnya bangkit begitu saja, kakinya langsung melangkah kuat menuju kamar meninggalkan ayahnya yang sedang mengomel.

"Huwaaa, mati guaaa! Bercak darah Giwang kali ya? Gue nggak berdarah banyak, anjir jangan mati ya Wang! Kita baru ketemu" keluh Aldevan frustrasi

---


Giwang meringis merasakan wajahnya nyeri. Ini adalah kali pertama dia menggerakkan otot otot tubuhnya setelah beberapa tahun tidak bergerak dengan bebas.

Beberapa tahun terakhir hanya dihabiskan untuk menatap buku penuh tulisan rumit yang sebenarnya Giwang benci. Belajar.

Jika dia tidak belajar Bundanya akan marah, paling tidak seminggu tiga kali pasti Bundanya akan memeriksa nilai Giwang di sekolah.

"Awang, bunda mau keluar dulu sebentar. Mau nitip apa?"

Bundanya tiba tiba masuk kamarnya, Giwang tertangkap basah sedang mengompres hidungnya.

"Giwang berantem? Bunda kan bilang nggak perlu nanggapi orang yang ngajak berantem nggak penting kayak gitu! Giwang bohong sama bunda?!" Ucap Bundanya dengan nada kesal

Giwang menggeleng kuat, "Ini tadi Giwang kepentok pintu, Theo tiba tiba keluar kelas. Pintu kelas Giwang kan besar"

Alasan macam apa ini! Bodohnya Giwang tidak bisa berbohong didepan Bundanya, semoga percaya!

"Mau ke dokter nggak? Mumpung bunda mau keluar ini"

"Boleh bund, ikut!"

Walaupun berdebar debar, Giwang mencoba tenang didepan Bundanya. Apa yang akan dilakukan Bundanya ini terkadang tidak bisa ditebak.

Mereka memasuki rumah sakit, memeriksakan luka Giwang. Bundanya menunggu di ruang tunggu

"Kepentok pintu???" tanya dokter laki laki tua yang memeriksa Giwang dengan penuh kecurigaan

Giwang mengangguk

"Anak zaman sekarang memang begitu, pasti kamu dibully temanmu kan? Makanya berbohong. Pak dokter tau luka kepentok sama luka pukulan itu berbeda. Kalau butuh bantuan bilang sama ibu kamu ya, jangan diem aja. Pak dokter nggak akan bilang kalo kamu dibully kok! Tenang aja"

Two Brothers : Escape Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang