Pulang sekolah, 15.37. Giwang berjalan keluar kelas diikuti oleh Nizam dan yang lainnya. Nizam berbicara pada Giwang, menceritakan banyak hal dengan penuh semangat. "Kakak gue Wang, lo tau? Nggak pernah mau ketinggalan nonton film dihari pertama rilis, kayak kemarin, film director kang. Nggak pernah kelewat"
"Oh iya, kucing gue beranak wang, anaknya tiga, mana warna warni kayak kue lapis, lapis legit tapi. Lo mau? Gue kasih satu" tambahnya
"Kucing, lo kasih Giwang belum ada tiga hari udah mati, nggak dikasih makan, orang dia sibuk belajar" ejek Aldevan
Benar juga yang dikatakan Aldevan. Nizam sangat berisik saat bersama Giwang. Sampai di dekat tangga, Giwang berhenti. "Gue pulang nanti, kalian duluan aja"
"Mau kemana lo?" Aldevan
"Bantuin Pak Danny koreksi ulangan"
"Pulang jam berapa? Ayah Bunda bilang lo harus pulang bareng gue, lupa lo?"
"Jam lima mungkin selesai, lo duluan aja"
"Halah, nanti gue dimarahin ayah. Gue tungguin deh"
"Serah lo deh", Giwang beranjak meninggalkan teman temannya, berjalan menuju ruang guru. Pak Danny sudah menunggunya, dia menatap lembar lembar yang akan dia koreksi. Tanpa basa basi Giwang langsung bergabung, supaya cepat selesai.
Selembar, dua lembar, tiga lembar, Giwang mencermati supaya tidak salah mencocokkan. "Oh ini. Ini nilai yang paling tinggi. Sembilan puluh dua, Pak Danny"
"Siapa?" Danny menoleh menatap lembar yang Giwang pegang
"Sadira Shanon" Giwang mengerutkan dahi, "Loh, ini bukan anak Hermes, pak?"
Danny menggeleng dan tersenyum, "Bukan, saya ngajar sementara disekolah itu, cakep itu Wang. Cantik pol, banyak bakat, perhatian, peka banget deh-"
Giwang mengangkat alis menatap Danny. "Sadira maksud saya, boleh tuh" goda pak Danny
"Saya mau kuliah pak"
"Loh, Sadira tuh juga mau kuliah"
"Orangnya mau kuliah pendidikan kalau jadi, cocok sama kamu yang anti sosial, biar belajar bersosialisasi" kata Pak Danny bercanda"Pak, saya nggak anti sosial. Saya cuma pemalu" Giwang membela diri.
16.51. Pak Danny menyudahi kegiatannya, menyuruh pulang Giwang karena sudah sore. Hanya tinggal beberapa lembar lagi dan Danny bisa melakukannya sendiri nanti.
Sepanjang jalan Giwang keluar sekolah dia tidak bertemu siapapun, sepi. Aldevan yang tadi bilang akan menunggu juga tidak ada. Giwang memeriksa parkiran motor, tidak ada motor Aldevan. Dia lantas berjalan memutar, siapa tahu menemukan Aldevan, tapi ternyata tidak ada siapapun, akhirnya dia menuju halte, ingin pulang sendiri. Tapi dari belakangnya Aldevan datang, mengendarai motor merahnya.
"Abang Devan, adek duluan ya bang" ejek dua orang yang mendahului Aldevan, menggunakan sepeda motor juga.
"Sialan" umpatnya sambil tersenyum, menanggapi dua orang tadi.
Aldevan memberikan helm milik Giwang, "Ayo"
Meskipun sedikit kesal, Giwang tetap pulang bersama Aldevan. Tadi dia pikir sudah ditinggal duluan, sudah memutari sekolah mencari dia malah Aldevan entah tak tau dimana, sekalinya muncul tidak ada basa basi. Mereka pulang berboncengan. Giwang terkadang terlihat lucu karena tidak mau pegangan pada Aldevan. Dia lebih mememilih pegangan pada behel motor, itu yang biasanya terpasang di belakang jok. Giwang rasa Aldevan terlalu cepat mengendarai motornya, tapi dia terlihat gesit, mampu menyelip dan mencari celah saat macet. Ditengah perjalanan, tiba tiba Aldevan menghentikan motornya. "Anjir gue lupa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Brothers : Escape Room
Fiksi PenggemarDua anak laki laki dengan kepribadian bertentangan disatukan dalam sebuah ikatan keluarga dan berteman dengan tiga remaja lainnya. Hidup tanpa masalah tidak akan menarik bukan? Masalah teman, asmara, orang tua, dan hubungan saudara menjadi konflik u...