04|Dan Bulannya

802 148 14
                                    

Dia adalah keindahan dalam keremangan. Ketidakmampuannya menyinari dunia menjadikan matahari berharga.

Dia Giwang.

.

.

.

.

.

Manusia hidup dengan rasa puas tidak puas, semua tidak akan ada batasnya sampai manusia mengenal rasa syukur.

Tidak jauh berbeda, Giwang hanyalah manusia biasa yang selalu tidak puas dengan pendidikannya. Karena saat nilainya tidak memenuhi target yang Bundanya katakan, dia akan mendapatkan ocehan atau bahkan hukuman dari Bundanya.

Giwang bukan anak yang lahir dengan kepintaran dan bakat, butuh kerja keras agar dia bisa berkembang.

Bundanya sangat mengawasi pendidikan Giwang, apa yang dilakukan dan apa yang seharusnya dia lakukan sudah sepantasnya Bundanya tahu.

Begitulah dulu, Giwang Aldinendra anak tunggal dari Amina. Jangan tanyakan dimana ayahnya! Bahkan Amina sendiri tak sudi menyebut atau sekedar melirik bajingan itu.

Setelah hanya tinggal bersama ibunya, Giwang menjadi pribadi yang lebih pendiam dan penurut. Amina adalah wanita yang tegas, setiap dia sudah berkeinginan, pasti dan akan sesuai dengan itu.

"Bunda... Ini yakin mau dibersihkan?" tanya Giwang menatap sebuah ruangan gelap yang penuh kardus kardus usang

"Kenapa memangnya?"

"Ini dibersihkan seminggu juga nggak akan selesai. Lampunya saja udah nggak menyala, ini juga pengap ruangannya"

"Awang nggak apa apa kalo misal Aldevan ikut tidur kamar kamu? Ini kan mau dibersihkan buat kamar Aldevan"

"Nggak apa apa bunda, Giwang nggak masalah. Tapi kasurnya mana muat buat berdua"

"Oh, tenang aja. Bentar lagi tukang perabot juga bakal sampai"

Benar saja setelah itu bel rumah berbunyi, tiga mobil pick up yang mengantarkan barang datang beriringan. Giwang sebenarnya terkejut tapi karena ini Bundanya jadi tidak heran. Mau ada tiga kontainer yang datang juga Giwang tidak akan heran.

"Memang nggak kebanyakan ini? Kasurnya butuh satu aja buat Aldevan kan, bund"

"Iya pak di atas ya, dua duanya"
"Kalau cuma satu aja anak bunda gimana? Aldevan dapat yang baru jadi Giwang ya harus dapat baru juga"

"Yang sekarang Giwang pakai juga masih bagus kok bund"

"Udah, biar bunda aja yang urus semua. Kamu bereskan dulu barang barang yang nggak kamu pakai"

Giwang mengangguk lalu pergi menuju kamarnya, setelah dia lihat lagi ternyata kamarnya sangat membosankan. Cat tembok, kasur dan tirai jendela putih. Hanya meja belajar dan lemarinya yang berwarna cokelat muda dan menjadi pembeda.

Di pojok kamarnya ada sebuah tumpukan buku yang berantakan, novel, komik, majalah, buku pelajaran, buku tulis, semuanya menjadi satu di sana. Sebenarnya ada rak, namun saking banyaknya buku yang dia miliki sampai tidak muat.

Giwang memilah mana buku yang masih akan dia simpan dan akan dibuang, sayang sekali namun barang yang sudah tidak terpakai memang sudah sepantasnya dibuang bukan?

Sebuah buku bersampul koran yang menyelip diantara komik komiknya menyita perhatian.

'langkah dasar bela diri'

Two Brothers : Escape Room Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang