Chapter 48

126 7 0
                                    


Mayza memejamkan matanya kala mobil yang dikemudikannya bersama Karin tiba-tiba hilang kendali dan menghantam keras trotoar hingga menyebabkan mobil itu tertabrak mobil lainnya dan berakhir terbalik.

Mayza merintih sakit sambil berusaha menutup telinganya akibat suara dengungan yang begitu keras. Antara sadar dan tidak ia berusaha memastikan apa yang kini terjadi pada dirinya dan juga Karin.

Tak ada satupun yang bisa ia pastikan kini. Yang jelas terlihat dihadapannya hanyalah kedatangan kerumunan orang-orang dengan kondisi terbalik serta gempulan asap.

Mayza melihat ke arah Karin. Sahabatnya itu tak sadarkan diri. Namun ia melihat bahwa sahabatnya itu sedang menelpon seseorang. Mayza tak bisa memastikan siapa orang yang sedang berusaha Karin hubungi sebelum ia tak sadarkan diri.

Tuts... Tuts... Tuts...

Suara itu terus terdengar hingga akhirnya orang diseberang mengangkat panggilan itu. "Halo."

Mendengar suara itu, Mayza berusaha meminta tolong. Namun suaranya seakan tak dapat keluar karena keadaannya saat ini. Setelah berusaha keras akhirnya ia berhasil bersuara.

Tak lama, pandangannya mengabur dan Mayza perlahan tak sadarkan diri.

~~~~~~~~~~~~~~

Suara sirene ambulan menghiasi jalanan menuju rumah sakit. Mayza dan Karin langsung di bawa ke ruang IGD dan langsung ditangani oleh pihak rumah sakit.

Dibalik riuhnya keadaan saat ini, terlihat Revan yang kini merunduk di depan IGD. Ia duduk dengan dua tangan gemetar sambil mengelus kasar kepalanya. Bibirnya sibuk komat-kamit melantunkan lafalan zikir sambil berdoa. Rasa cemas dan air mata itu tak bisa dibendung nya lagi.

Terlintas dipikiran Revan kejadian beberapa saat lalu saat mobil yang ditumpangi Mayza dan Karin kecelakaan. Ia menatap jelas dengan kedua matanya sendiri bagaimana mobil itu melesat kencang yang berakhir terbalik dengan hebatnya. Perasaannya ikut tak karuan kala melihat adiknya dan juga Mayza yang bersimbah darah. Bahkan warna gaun pernikahan Mayza pun nyaris tak terlihat lagi warna putihnya.

Beberapa saat kemudian terlihat dokter keluar dari IGD, Revan dengan cepat menanyakan keadaan Mayza dan Karin. " Dok, gimana keadaan Mayza dan Karin dok? Mereka baik-baik aja kan dok?"

"Saya pribadi turut berduka atas kecelakaan yang dialami dokter Mayza dan dokter Karin. Saat ini keduanya dalam kondisi kritis. Dan untuk saat ini, dokter Mayza harus segera ditindak lanjutin dengan operasi karena ada trauma yang cukup parah pada jantungnya. Kami mohon untuk dokter Revan selaku keluarga agar bisa segera mengurus semua persyaratan. Kami akan berusaha melakukan yang terbaik untuk dokter Mayza dan dokter Karin." ucap dokter.

Seakan tertimpa tangga dua kali, kaki Revan langsung melemas saat tau kondisi Mayza saat ini. Namun akal sehatnya masih berfungsi, ini bukanlah saat yang tepat baginya untuk meratapi kenyataan. Yang harus ia lakukan saat ini adalah mengurus persyaratan agar Mayza bisa segera di operasi.

Revan dengan sigap langsung mengikuti arahan dokter dan mengurus semua persyaratan yang diperlukan. Sepanjang itu pula tangannya tak berhenti gemetar. Pikirannya kacau ditambah rasa cemas yang menggebu.

Setelah semua persyaratan selesai, dokter langsung membawa salah satu pasien yang ternyata adalah Mayza, ke ruang operasi. Mengetahui bahwa Mayza yang akan di operasi membuat rasa sesak di hati Revan kian bertambah. Dalam keadaan seperti ini, Revan memilih untuk bergantung pada sang pencipta.

Dari kejauhan, seorang pria datang dengan langkah terburu-buru. Pria itu datang dengan wajah pucat diselimuti kekhawatiran. Matanya memencar mencari-cari sesuatu atau bahkan seseorang yang bisa ia tanyai tentang kekhawatiran nya.

Pria itu, Fathur langsung menghampiri Revan begitu ia melihatnya. Fathur menanyakan perihal keadaan Mayza dan Karin kini. Ya, Fathur juga mengetahui tentang kecelakaan maut itu.

"Van, gimana keadaan Mayza dan Karin? Mereka baik-baik aja kan?"

Revan tak bergeming dan hanya duduk menunduk. Melihat tak ada tanggapan dari Revan, Fathur kembali menanyakan pertanyaan nya sambil mengguncang tubuh Revan.

Revan mendongakkan kepalanya menantap Fathur. Tak ada satu kata pun yang bisa ia lontarkan kini, apalagi menjawab pertanyaan Fathur. Mendapati Revan yang kembali tak menjawab pertanyaan nya, Fathur mencengkeram kerah baju Revan. Namun cengkeraman nya perlahan ia lepaskan kala melihat sorot mata Revan. Matanya memerah disertai genangan air mata yang menunjukkan betapa sedihnya pria itu.

Revan tak berkata apa-apa. Ia kembali menunduk, disertai Fathur yang ikut duduk disampingnya. Mereka duduk dalam lamunan juga kekhawatiran. Setidaknya suasana kini tidaklah sepi, ada suara riuh dari orang-orang yang berlalu lalang di rumah sakit.

~~~~~~~~~~~~~~~

2 jam lalu.

Fathur menarik kopernya berjalan mengitari bandara. Hari ini ia akan mengambil sebuah keputusan yang tak mudah untuk ia lakukan. Ia memutuskan untuk pergi dari Jakarta dan kembali ke kampung halamannya. Pergi sekaligus untuk meninggalkan semua kenangan pahit dan manis yang ia alami, dan berjanji tak akan kembali lagi. Yang ia lakukan saat ini hanyalah usahanya untuk menata kembali lembar kehidupannya yang sempat berantakan.

Memang tak mudah untuk pergi begitu saja. Karena dengan begitu, berarti ia harus rela melepas semua hal yang berhubungan dengannya. Terlebih ia harus rela melepas semua kenangan dan harapannya akan Mayza.

Karena kepergiannya ini, itulah alasan Karin terpaksa membawa Mayza lari dari pernikahannya. Karena Karin tau Fathur akan pergi dan karena hanya ini satu-satunya cara agar ia dapat menebus kesalahannya.

Satu-satunya harapan Karin adalah agar Fathur dan Mayza bisa kembali bersama. Atau setidaknya mereka bisa saling berpamitan. Jauh dalam hatinya ia sadar betul bahwa Fathur dan Mayza sama-sama masih saling mencintai, walau apa yang mereka lakukan justru terlihat seperti kebalikannya.

Fathur duduk dibangku tunggu sambil menatap datar ke arah depan. Mencoba menghayati tatapan yang mungkin akan menjadi kali terakhir nya berada di Jakarta. Fathur meraih ponselnya dari dalam saku bajunya. Ia membuka kontak panggilan dan mencari nomor Mayza. Sesaat, Fathur menatap nama yang tertulis di layar ponselnya itu, lalu menghembuskan napas panjang.

"Untuk terakhir kalinya aku lihat nama kamu. Karena aku harap, semoga kedepannya ngak ada lagi hal yang berkaitan dengan kamu dan aku bisa menghapus nama kamu dari hati aku dengan sendirinya. Aku harap, kita ngak akan pernah bertemu kembali."

Fathur menekan lama nomor Mayza dan memilih lambang 'hapus'. Ia akan menghapus hal terakhir yang masih tersisa tentang Mayza. Namun, belum sempat Fathur menekan kata 'ya', sebuah panggilan masuk. Sebuah panggilan dari Karin.

Lama, dengan ragu Fathur mengangkat panggilan dari Karin itu. "Halo."

Tak ada jawaban dari seberang, hanya terdengar gemericik suara aneh dari balik telpon itu. "Halo Karin?" Fathur kembali bersuara.

Kening Fathur mengerut, ia melihat layar ponselnya memastikan bahwa panggilan itu masih terhubung. Sudah satu menit lebih tapi Karin sama sekali tak berbicara.

Karena tak kunjung mendapat respon dari Karin, dengan sedikit kesal Fathur langsung memutuskan panggilan tersebut. Tapi, belum sempat ia menutup panggilan itu, terdengar suara rintihan minta tolong.

"Tolonggg."

Fathur kembali mengerutkan dahinya. Itu bukan suara Karin. Fathur kembali menempelkan ponselnya di telinganya dan memastikan kembali suara siapa itu.

"Tolonggg."

Kali ini sebuah nama terlintas dipikiran Fathur. Suara itu terdengar sangat familiar. Suara yang terdengar tegas dan lugas saat terakhir kali ia mendengarnya. Suara dari seseorang yang menjadi alasan ia berada disini sekarang. Dan saat ini, suara itu sedang merintih meminta tolong.

"Mayza?"
















TBC

Jangan lupa vote⭐️ dan komen kalian ya🤗🤗🤗 Makasih buat yang udah setia nunggu update an cerita author😘😘😘

Tentang Rasa dan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang