Chapter 20

1.3K 69 3
                                    

3 tahun kemudian...

Waktu bergulir begitu cepatnya. Hingga tak terasa waktu berlalu dengan cepatnya. Pagi yang cerah. Suara kicauan merdu burung pagi seperti biasa menjadi alunan  menangkan di pagi hari.

Waktu yang berlalu kian cepat ini pun masih saja enggan berlalu dari cerita cinta seorang penikmat rindu. Jarak jauh yang membentang dan sajak waktu yang terus berlalu kini masih menyimpan seribu tanda tanya.

Ya.. Tanda tanya kemana perginya sang penawar saat rindu mulai menyapa?

Tapi sampai saat ini pun belum ada kabar baik yang dibisikkan oleh angin. Kabar yang sudah lama dinanti.

Hingga detik ini,  hati ini masih setia menunggu. Menunggu sesuatu yang entah kapan ia akan datang. Menunggu sesuatu yang telah lama lenyap tiada kabar sedikitpun. Menunggu sesuatu yang telah lama pergi tanpa pamit.

Seperti aku yang mencintaimu dalam setiap doaku, percayalah...takdir akan mempertemukan kita kembali.

~~~~~~~~

Jarum jam menunjukkan pukul 07.15. Saat ini Mayza sedang bersimpuh sujud kepada sang ilahi melalui shalat dhuha. Kedamaian itu seakan mengalir begitu saja saat sedang beribadah. Tak terkecuali Mayza yang setiap pagi menyempatkan diri untuk shalat.

Usai shalat dan berdoa, Mayza segera membereskan mukena nya dan segera bersiap-siap ke rumah sakit.

Ya.. Sekarang Mayza telah bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Tentunya Karin, sahabat karib nya juga ikut nimbrung di rumah sakit yang sama.

Mayza merapikan pakaiannya sebelum bergegas pergi. Saat ia sudah berada di ruang tengah, mamanya memanggil.

"Mayza.. gak sarapan dulu? ".ucap mama sambil berjalan ke ruang makan. Disana, papa Mayza sedang sarapan.

"Enggak deh mah. Soalnya aku mau berangkat terus. Nanti aku sarapan di rumah sakit aja".tolak Mayza sambil berjalan mengikuti mamanya ke dapur.

"Kamu gak boleh gitu. Kamu juga harus merhatiin kesehatan kamu".cegat mama.

"Benar yang mama kamu bilang ".kini papa yang bicara. "sarapan itu penting bagi tubuh. Apalagi kamu kan udah jadi dokter. Masak kamu gak bisa bedain yang mana yang lebih penting ke rumah sakit sama sarapan".

"Tapi mah, pah.. ".

"Gak ada tapi-tapian. Udah, sini duduk".ucap papa menyuruh Mayza duduk di dekatnya.

Mayza hanya bisa menurut dengan setengah ikhlas. Ia menyuapkan nasi goreng buatan mamanya ke dalam mulut. 'Lezat sekali'.pikirnya.

"papa tau kanu padahal lapar kan?. Cuma sok-sok-an aja".timpal papa.

"Enggak kok pah, Mayza biasa aja".sergah Mayza.

"papa ni ada-ada aja".ucap mama.

Mayza memasang wajah cemberut nya yang saat itu juga mengundang gelak tawa orang tua nya.

"o ya May, gimana sekarang hubungan kamu sama Revan?".tanya mama tiba-tiba.

Mendengar pertanyaan itu, Mayza berhenti menyuapkan nasinya. Ia tau betul bahwa saat ini ia bekerja di rumah sakit yang juga sama dengan tempat Revan bekerja.

"Mayza sama kak Revan biasa aja kok mah. Mayza udah nganggap kak Revan itu seperti kakak Mayza sendirian".

"Bukannya Revan udah pernah ngelamar kamu? Dan mungkin sampai sekarang ia masih menunggu kamu May".ucap papa.

Jelas orang tua Mayza juga tau betul bahwa Revan pernah melamar Mayza saat ia lulus tiga tahun yang lalu. Dan tentunya Mayza menolak lamaran tersebut.

"Apa kamu belum siap untuk menerima Revan sebagai imam kamu?". tanya mama.

"Kamu tunggu apa lagi May. Revan jelas akan bisa menjadi imam yang baik buat kamu".timpal papa.

"apa kamu mencintai orang lain May?".tanya mama hati-hati.

Mayza terdiam. Ia tak tau harus berkata apa. Ia tak mungkin mengatakan bahwa saat ini ia masih menunggu seseorang yang entah di mana sekarang ia berada.

Tak mungkin ia mengatakan bahwa ia mencintai seseorang yang membuat nya menolak lamaran Revan.

Dan tak mungkin ia mengatakan bahwa ia mencintai seseorang yang membuatnya sanggup menunggu bertahun-tahun tanpa adanya sebuah kepastian yang entah kapan akan datang.

"Maaf mah, pah. Lebih baik kita gak usah bahas masalah ini lagi ya. Maaf, Mayza harus berangkat sekarang".ucap Mayza segera bersiap pergi.

"Assalamualaikum".ucap Mayza.

Mayza berjalan cepat menuju pintu. Entah mengapa ia merasa enggan jika harus membahas tentang hubungan nya dengan Revan.

Mayza berjalan menuju mobilnya. Baru saja ia hendak masuk, seorang pria pengantar bunga datang dan memanggilnya.

" Permisi mbak. Apa benar ini rumah mbak yang bernama Mayza Nabila Aprilia?.tanya pengantar bunga itu.

"Iya, saya sendiri. Ada apa yang pak?".

"Ini mbak ada kiriman buket bunga atas nama mbak. Silakan mbak tanda tangan di sini". Ucap pengantar bunga itu sambil menyodorkan kertas tanda penerima kepada Mayza.

Mayza menanda tangani kertas itu. "o ya pak, kalau boleh tau, siapa yang kasih bunga ini untuk saya?"tanya Mayza penasaran.

"Aduh.. maaf mbak saya kurang tau. Kalo gitu saya permisi dulu. Masih banyak bunga yang harus saya antar".

Mayza mengangguk pelan. Kemudian mempersilahkan pengantar bunga tadi pergi. Baru beberapa langkah pengantar bunga tadi pergi, ia kembali menghampiri Mayza.

" Maaf pak, ada apa lagi ya?".tanya Mayza.

"Maaf mbak, jangan panggil saya pak dong. Umur saya masih 32 tahun. Panggil mas aja".ralat pengantar bunga itu.

"ooh.. iya.. mas".ucap Mayza kikuk.

"Nah gitu dong. Punten atuh neng".pamit pengantar bunga itu.

Mayza merasa bodo amat sama tingkat garing tukang pengantar bunga tadi. Tapi ia masih sangat penasaran siapa yang memberi nya bunga.

'Apa mungkin Fathur?".batinnya. Mengingat tak mungkin Revan mengirimnya bunga tanpa menyertakan namanya.

Namun, dengan cepat Mayza menepis pikirannya tadi.

"Aduh Mayza, jangan halu deh".sergahnya.

Lalu, segera ia masuk ke dalam mobil dan segera menuju rumah sakit. Sedangkan bunga tadi ia letakkan di kursi sampingnya.

'Ya Allah, siapa yang mengirimnya?'.





TBC

Gimana kelanjutan nya....
Semoga gak bosan ya...

Sebelum nya maaf karna jarang update...

Soalnya author lagi dalam masa menuntut ilmu di pesantren.....

Insya Allah liburan ini, tamat deh...

Semangat terus ya bacanya.
Jangan lupa vote dan komen ya.......









Tentang Rasa dan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang