30 -- painful sentence --

3.1K 519 54
                                    

“ Kasih aku nafas sebentar, please”

Kamu lebih percaya sama perempuan itu dibandingkan dengan saya Ndin?”

“ Kamu punya buktinya gak kalau saya punya anak dengan perempuan itu?”

“ Ada gak?” ujar Aldebaran yang kini mulai tersulut emosi karena bentakan dari Andin

“ Kamu— , Aldebaran menunjuk Andin dengan jari telunjuknya, ia benar-benar sudah berusaha untuk tidak ikut tersulut emosi. Namun sayang usahanya gagal

“ Kamu baru kenal dengan perempuan itu, sedangkan saya sudah menikah selama satu tahun dengan dia. Saya kenal dan saya tahu dia seperti apa. Perempuan itu akan menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan apa yang dia mau”

“ Dari dulu dia bisa memanipulasi apapun. Bahkan sampai membunuh Papa saya hanya untuk membalaskan dendam nya. Dia bahkan lupa, siapa yang dia bunuh. Papa saya Ndin. PAPA SAYA!” Ujar Aldebaran dengan menekan kalimat terakhirnya dengan nada yang meninggi

Andin tersentak kaget. Air matanya sudah lolos begitu saja sejak tadi. Andin hanya bisa diam tanpa menatap ke arah seorang pria yang sedang penuh amarah.

“ Saya gaktau kenapa dia bisa keluar dari rumah rehabilitasi kejiwaan. Saya juga gaktau kenapa dia bisa datang ke kantor saya. Bahkan ke apartemen ini”

“ Saya sudah melepas semua masa lalu saya. Saya sudah anggap perempuan itu mati. Jangankan untuk mencintai perempuan itu lagi. Menyebut namanya saja saya tidak sudi”

“ Kamu lihat saya dan perempuan itu pelukan di kantor saya kan? Iya?”

Andin mengangguk pelan,

“ Dan kamu pasti langsung pergi dari kantor saya, tanpa melihat semuanya.”

“ Perempuan mana yang bisa berlama-lama melihat suaminya sendiri pelukan sama mantan istrinya?” cecar Andin lirih dengan kepala yang tertunduk

Aldebaran menghembuskan nafas kasar. Andin benar. Jika waktu itu Aldebaran lah yang berada di posisi Andin. Sudah pasti akan melakukan hal yang sama.

“ Dia memang peluk saya waktu itu. Tapi langsung saya dorong Ndin. Saya gak mungkin kembali lagi dengan orang itu. Mustahil” kata Al

“ Besok kamu ikut saya ke kantor. Kita cek Cctv di ruangan saya. Supaya kamu bisa lihat sendiri, bagaimana perlakuan saya ke perempuan itu”

“ Dan masalah kehamilan perempuan itu. Saya gak—

Ting...

Ponsel Andin berbunyi. Andin menoleh ke arah nakas meja disebelahnya. Ada sebuah pesan. Namun di sana terlihat nomor yang tidak dikenal. Karena rasa penasaran, Andin meraih ponselnya lalu membuka isi pesan tersebut,

082xxxxxxxxxxxx

082xxxxxxxxxxxx

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“ Saya Resti. Itu saya waktu hamil anak Aldebaran. Saya kasih foto itu karena saya yakin, kamu kira saya hanya berhalusinasi. Perlu bukti lain lagi, Andin?”

Andin diam mematung menatap layar ponselnya. Air matanya berungkali kembali lolos dari pelupuk matanya yang indah. Dengan sisa tenaga yang ia miliki Andin memberikan ponselnya kepada Al.

Aldebaran menatap manik mata Andin. Sejak tadi hatinya terasa sakit saat melihat sosok wanita yang di cintainya menangis. Aldebaran bisa melihat arah bola mata Andin yang seolah menyuruhnya untuk membuka pesan di ponselnya.

DAMN!!!

Tamatlah riwayatnya saat ini. Aldebaran sudah tidak bisa mengelak lagi. Rahangnya mengeras saat membaca isi pesan setelah foto itu. Al mengepal ponsel Andin kuat-kuat. Usahanya untuk menyembunyikan semua rahasia ini, kini sudah gagal dan bahkan Andin tahu dari sumbernya langsung. Bukan dari mulut Aldebaran.

“ Mau berbohong lagi mas?” ujar Andin berhasil membuat Al kembali menatapnya

Aldebaran meletakkan kembali ponsel Andin di nakas meja. Ia mendekat ke arah istri yang sudah menangis tersedu-sedu. Aldebaran memeluk Andin erat, meskipun tangan Andin selalu memberontak.

“ Lepas mas!” berontak Andin yang memukul dada bidang Al

Rasa sakit dari pukulan Andin tidak seberapa dibandingkan rasa kecewanya yang saat ini sedang di alami oleh istri cantiknya ini. Aldebaran sudah tidak tahu harus bagaimana lagi, ia salah karena sudah merahasiakan hal besar seperti ini.

“ Maaf, maaf, maaf ndin” ujar Al lirih berulang-kali

“ Saya salah, saya minta maaf”

“ Maaffin saya Ndin, maaf”

Aldebaran semakin mengeratkan pelukannya,

Andin yang sudah kehabisan tenaganya hanya bisa diam dalam pelukan suaminya. Percuma saja jika ia terus memberontak, tenaganya tidak akan cukup untuk melawan tangan kekar yang sedang memeluknya begitu erat.

“ Ayah macam apa kamu? Aku gakmau anak-anak aku punya ayah seperti kamu mas”

“ Tolong lepasin aku!”

Kalimat yang benar-benar membuat hati Aldebaran bagai tertusuk pisau. Jika bukan Andin yang mengatakan ini, tidak akan sesakit ini rasanya. Aldebaran mendongakkan kepalanya ke atas, untuk mencegah air matanya yang akan lolos dari pelupuk mata. Tidak. Ia tidak boleh menangis, karena sudah pasti Andin akan kecewa dengan semua ini.

Jika boleh dihukum seberat-beratnya, Aldebaran akan lebih memilih hal itu. Dari pada harus mendengarkan kalimat yang Andin ucapkan. Ia takut, takut jika Andin akan pergi dari kehidupannya.



==== to be continued ====

Komentar nya sepi ya dari kemarin. Entahlah aku gaktau karena apa, tapi yang jelas terimakasih buat kalian yang masih mau menghargai karya aku dengan vote dan komentarnya.

Itu yang buat aku semangat buat lanjutin chapter baru 🤍


See you next chapter =>


Deg-degan gak, yang cabang tv mau lahiran ?

My life and youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang