" Bisa kan ini semua dibicarakan dulu baik-baik?! Nggak perlu pake cara kasar kayak gini kan?!" Seru Nasya pada para kontraktor yang terus saja ngeyel dan main kasar kepada para penjual yang ada termasuk pada neneknya.
" Lebih baik kalian pergi! Kami hanya ingin menyelesaikan pekerjaan kami." Ucap salah satu kontraktor itu.
" Nggak ada pembicaraan apapun sebelum ini. Disini kami juga bayar! Jadi kami juga masih punya hak atas lahan ini." Ucap Nasya sedikit maju ke arah kontraktor itu.
" KAMI SUDAH BILANG BERKALI-KALI PERGI DARI AREA INI SEKARANG!" Amuk kontraktor tersebut lalu mendorong tubuh Nasya hingga kepalanya membentur salah satu batu besar yang ada disana.
" Nasya!" Seru neneknya saat melihat kepala Nasya mengeluarkan banyak darah.
" Awww..." Rintih Nasya mencoba kembali berdiri.
" Sekarang pergi dari sini!" Ucap kontraktor itu mendorong tubuh Nasya. Mencoba menjauhkan Nasya dari area itu.
Tubuh Nasya terhuyung begitu saja saat di dorong oleh kontraktor itu. Sampai tiba-tiba ada seseorang yang menangkap tubuhnya.
Tubuh Nasya menegang dan Nasya langsung mendongakkan kepalanya. Melihat siapa yang menangkap tubuhnya.
Nasya membulatkan matanya terkejut saat melihat Arka sudah berdiri memeluk tubuhnya.
" Ngapain kalian kesini? Pergi dari sini sekarang." Ucap Arka datar.
" Tu-tuan muda..." Nyali kontraktor itu ciut seketika.
Nasya menatap Arka dan kontraktor itu bergantian. Merasa bingung. Apa mereka saling kenal?
" Saya bilang, pergi dari sini!" Ucap Arka lagi. Kali ini dengan penuh penekanan.
" Tapi bukannya ini perintah dari tuan muda langsung? Untuk menggusur semua kios-kios disini agar pembangunan pabrik berjalan lancar?" Ucap kontraktor itu membuat Nasya terkejut dan langsung menatap ke arah Arka sepenuhnya.
" Jadi, lo yang nyuruh mereka?" Ucap Nasya tidak menyangka.
" Gue..."
" Lo gila?" Potong Nasya cepat.
" Lo tau, perintah lo ini mematikan usaha banyak orang! Kalo emang lo mau bangun pabrik disini, seenggaknya lo bisa ajak semua penjual rundingan. Bukannya langsung gusur gitu aja." Lanjutnya dengan suara yang berat.
" Nasya gue..."
" Gue tau lo kaya raya dan bisa beli apapun yang lo mau! Tapi nggak gini caranya. Lo gila Ka..." Potong Nasya dengan air mata yang kini sudah mengalir dari kelopak matanya.
" Lo benci sama gue kan? Oke fine, lo menang! Ambil aja lahan ini, bangun pabrik sesuka hati lo!" Cetus Nasya lalu segera menghapus air matanya.
" I really hate you! Fuck!" Lanjutnya lalu segera pergi bersama neneknya dari area lahan itu. Meninggalkan Arka sendiri dengan beban pikirannya.
***
" PAPA!" Teriak Arka saat dia sudah sampai di ruangan Papa nya.
" Arka? Tumben kamu mau datang ke kantor Papa? Kamu dapat kabar darimana Papa tidak jadi ke luar negeri?" Tanya Anton merasa heran sekaligus senang melihat putranya datang ke kantornya.
" Apa maksud semua ini?! Siapa yang ngirim kontraktor ke lahan itu?! Siapa yang kasih izin?!" Seru Arka dengan nafas yang memburu.
" Kontraktor? Lahan? Apa maksud kamu?" Tanya Anton merasa bingung dengan ucapan Arka.
" Lahan di jalan Arjuna. Tempat Papa mau buat pabrik baru. Siapa yang kasih izin kontraktor itu robohin kios-kios yang ada disana?!" Jawab Arka dengan amarah yang memuncak.
" Lahan di jalan Arjuna? Papa sudah menyerahkan semuanya ke kamu kan? Kamu yang mengurus semua pembangunan pabrik itu Arka." Ucap Anton dengan memegang pundak putranya.
" Tapi Arka nggak pernah ngasih perintah apa-apa untuk pabrik itu! Apalagi untuk robohin kios-kios yang ada disana!" Balas Arka.
" Arka, yang mengatur semuanya hanya kamu dan Pak. Rudi. Asisten Papa. Hanya kalian yang Papa serahi tanggung jawab itu." Jelas Anton sembari membenarkan jas nya.
" Pak. Rudi..." Geram Arka mengepalkan kedua tangannya.
Dengan amarah yang sudah memuncak Arka pergi keluar dari ruangan Papa nya dan mencari keberadaan Pak. Rudi.
" Arka! Kamu mau kemana!" Teriak Anton ikut keluar ruangan bersama Arka.
" Ya, para penjual di lahan itu memang tidak tau di untung. Padahal mereka hanya tinggal menerima sogokan dari kita, dan masalahnya selesai. Tapi mereka malah terlalu jual mahal." Ujar Pak. Rudi kepada rekan kerjanya.
Arka yang mendengar ucapan itu langsung menarik kerah kemeja Pak. Rudi dan membanting tubuh Pak. Rudi hingga menabrak meja kerjanya.
" Siapa yang ngasih lo perintah buat robohin kios-kios itu hah!" Amuk Arka mencengkram erat kerah kemeja Pak. Rudi.
Bugh!
" Arka!" Seru Anton terkejut melihat perlakuan Arka.
Dia memukul pelipis Pak. Rudi hingga Pak. Rudi jatuh terjerembab ke lantai.
" BANGUN! KENAPA LO NGELAKUIN ITU SEMUA BANGSAT!" Amuk Arka kembali melayangkan pukulannya.
" Lo udah buat dia nangis! Yang gue sendiri nggak pernah coba lakuin!" Seru Arka siap melayangkan pukulannya kembali. Sebelum akhirnya Papanya mencegahnya.
" Arka! Kondisikan emosi kamu!" Ucap Anton melerai keduanya dan membawa Arka sedikit menjauh.
Arka memejamkan matanya menahan emosi yang entah kenapa memuncak. Arka tidak pernah semarah ini sebelumnya.
Bayang-bayang air mata Nasya, suara serak gadis itu membuat amarah Arka tidak terkendali. Entahlah, sejak hari dimana dia melihat wajah pucat Nasya. Hatinya seolah memiliki rasa ingin melindungi.
" Kamu pulang sekarang. Biar Papa yang urus semuanya." Ucap Anton akhirnya.
Arka hanya menganggukkan kepalanya setuju. Sudah lelah jika harus terus berdebat lagi dengan Papa nya.
" Dan satu lagi Arka. Bawa dia ke rumah secepatnya. Papa mau tau siapa dia." Ucap Anton membuat Arka menatapnya bingung.
" Dia? Siapa?" Tanya Arka bingung.
" Dia yang menjadi alasan dibalik amarah kamu hari ini." Jawab Anton membuat Arka bungkam.
JANGAN LUPA VOTE COMENT YA GUYS...
Besok author up 1 part lagi ya guys. Oke???
Dapet salam dari Nasya:)See you next part guys...
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSYA
Teen Fiction[NO PLAGIAT!!!] " Takdir tidak membutuhkan sebuah undangan. " --Arka Anggara-- Cowok berparas tampan yang terkenal cuek. Akan tetapi memiliki banyak penggemar di sekolahnya hingga dijuluki 'duta-nya sekolah'. --Nasya Marcella-- Gadis sederhana yang...