27 • Counterfeit

90 30 4
                                    

4-5 chapter menuju tamat! Enjoy the ride! Jangan lupa pakai sabuk pengaman🤘

•••

Gagal. Seluruh rencananya hancur berantakan. Sebenarnya di mana letak kesalahannya? Apa yang kurang? Bukankah perencanaannya telah begitu sempurna?

Padahal hanya tinggal selangkah lagi, menunjukkan tepat di depan mata Kim Seokjin bahwa Choi Miki yang asli adalah yang kini berwujud arwah tanpa raga, sebab raganya diambil alih dan dikendalikan oleh seseorang yang terobsesi pada dokter muda tersebut. Dengan begitu pasti Seokjin akan membantu Yoongi mewujudkan rencana selanjutnya, yakni mengembalikan sukma Miki ke dalam tubuhnya.

Namun, harapan indah itu pupus sudah. Sebab kenyataannya kini Miki-nya hilang entah ke mana.

Yoongi yakin bahwa masih ada sisa waktu sebelum akhirnya tiba saatnya Miki menghilang selama-lamanya dari muka bumi ini. Memang, hari itu akan tiba, tetapi yang pasti bukan sekarang. Tidak, ini belum waktunya.

Jika memang menghilangnya Miki tidak berkaitan dengan masa waktunya yang telah habis, maka kesimpulannya hanya satu, ini semua merupakan ulah si ambisius gila itu. Mungkinkah ini benar-benar serangan balasan darinya, seperti apa yang sempat Yoongi simpulkan?

Lantas... apa itu artinya telah terjadi kebocoran informasi di sini? Apa si 'palsu' itu telah menyadari ketiadaan jiwa Miki yang sengaja dikuncinya di ruang musik? Atau apa? Mengapa bisa rencananya kacau balau?

Seketika, dalam ingatannya bergaung kalimat yang sebelumnya dia tujukan pada Kim Seokjin, "Mungkin itu hanya sebuah prolog yang indah, pembuka menuju realita yang sebenarnya."

Seharusnya Yoongi paham, bahwa di atas langit masih ada langit. Terlebih, lawannya adalah seseorang yang penuh dengan ambisi dan obsesi gila, yang bahkan telah merenggut raga sekaligus kehidupan orang lain selama lima tahun ini dengan begitu tenang. Sebab selama itu pula tak pernah ada yang mengetahui kebenarannya, apa yang sebenarnya terjadi, dan siapakah orang tersebut.

Dan kemungkinan terburuknya adalah si sinting itu memang sudah mengetahui segala gerak-geriknya. Rencananya. Bahkan mungkin saja langkah demi langkah yang pemuda tempuh selama ini dapat dilalui dengan begitu mudah, karena memang si gila itu membiarkannya saja. Menyaksikan setiap usaha kecil Yoongi sembari mengumbar senyum dan tawa dengan begitu girang.

Menantikan saat yang tepat untuk menjegal kaki Yoongi, yakni pada saat tinggal selangkah lagi menuju kesuksesan. Ketika saat itu tiba, dia mengambil Miki dengan entah bagaimana pun caranya, dan memporak-porandakan rencana yang telah Yoongi susun teramat apik.

Rupanya selama ini Yoongi membangun rumahnya di atas pasir, rumah ini hanya terbuat dari lembaran-lembaran kartu, yang kini berserakan tak keruan akibat tersapu ombak ketika laut pasang. Menyisakan puing-puing tak berarti, serta menamparnya dengan kenyataan bahwa segala yang ia lakukan selama ini hanyalah sebuah kesia-siaan.

Lagi dan lagi, Yoongi hanya dapat tersenyum getir. Siapa yang menyangka, kalau kata-kata yang ditujukannya pada Seokjin akan berbalik pada dirinya sendiri? Yoongi terkekeh parau kala memikirkannya, tak habis pikir bahwa ternyata dia masihlah senaif itu.

Pemuda Min itu dengan begitu angkuh dan percaya dirinya mendeklarasikan bahwa kegilaan ini akan segera usai. Dan setidaknya dia yang akan memimpin, memenangkan peperangan pertama ini, sebelum melangkah ke tahap selanjutnya.

Namun, rupanya ekspektasi memang tidak dapat semudah itu diwujudkan menjadi kenyataan. Kini rasanya seluruh jiwa dan raganya begitu penat, remuk-redam, akibat terjerembab dari mimpi-mimpi indah menuju kerasnya kenyataan.

Begitulah yang terjadi jika seseorang tidak mempersiapkan hati untuk kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi. Yoongi seharusnya menyiapkan diri, agar setidaknya jika jatuh, ia dapat mendarat dengan mulus, bukannya malah terperosok hingga carut-marut seperti saat ini.

Give It (back) To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang