Twenty One

341 46 7
                                    

Seberkas cahaya remang disertai aroma anyir di sekeliling, membuat Peter membuka kelopak matanya perlahan. Kepalanya berdenyut seiring kesadarannya yang mulai pulih. Hal terakhir yang dia ingat ialah Hendrick yang mendekat kemudian menyuntikkan sesuatu ke lehernya. Sesaat ia bersyukur, Pemuda itu pikir dia sudah terbunuh di tangan Hendrick. Namun dirinya tak bisa langsung bernafas lega, sebab apa yang ada di hadapannya kini jauh lebih buruk dari yang ia duga.

Puluhan tubuh manusia tergantung tanpa busana di langit-langit atap ruangan berdinding kayu itu. Peter bergidik, ia hendak berlari keluar, namun Hendrick sudah lebih dulu mengikatnya. Sekuat tenaga ia mencoba melepas ikatan itu, namun sia-sia. Tenaganya justru kian melemah.

Kriet!

Terdengar pintu berderit, menampakkan sosok Hendrick disana. Menyeringai lebar hingga deretan gigi putihnya tampak. Tak lupa ia membawa tubuh Valerie dengan sebuah kursi roda yang terlihat mulai berkarat, "Akhirnya bangun juga. Padahal aku berniat memotong tubuhmu tadi kalau kau tak kunjung bangun."

Segera saja Peter meneriakinya, "Ternyata kau bukan hanya seorang psikopat gila. Kau iblis! Berani sekali membunuh orang-orang yang tak bersalah dan dengan mudahnya kau gantung mereka." Hendrick terbahak, tawanya menggema di setiap sudut ruangan itu, "Aku butuh uang. Kau tahu kan, berapa harga untuk mengawetkan tubuh Valerie hingga dia masih tampak cantik seperti yang kau lihat sekarang. Sama sepertimu, sebelumnya mereka adalah pendaki yang tersesat. Ku manfaatkan bakat aktingku untuk menipu mereka. Mereka saja yang bodoh tak menyadari sejak awal. Begitu mereka tewas, ku jual organ-organ dalamnya. Jujur saja aku hendak membunuh teman-temanmu juga. Namun Jackson sudah membantuku untuk mendapatkanmu. Jadi ku lepaskan saja dia. Lagipula setelah aku membalaskan dendamku, aku tak akan melakukannya lagi. Kau tenang saja."

"Sebenarnya apa maumu? Kenapa kau sangat ingin menghabisiku? Sampai-sampai kau menghasut Jackson dengan kebohongan yang kau buat-"

"Aku tidak berbohong!" Hendrick tersulut, seringai yang ia tampilkan tadi berubah menjadi tatapan nyalang ke arah Peter. Kedua tangannya menarik kerah jaket yang Peter kenakan, "Memang benar, kau yang sudah membunuh adikku. Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Kau... " Ucapannya terhenti sesaat, cengkeraman Hendrick kian mengerat. Sesak mulai Peter rasakan.

"... Kau yang mendorong Valerie dari atap saat itu." Hendrick mendorong Peter dengan kasar. Dia berjalan ke arah tubuh Valerie, mendorong kursi roda itu lalu sekonyong-konyong melindas kaki kiri Peter, "Arghhh!!!"

"Bukan aku yang melakukannya! Aku bahkan tak ingat pernah berbuat hal keji seperti itu." Peter berusaha mengelak. Ia yakin, meski tak sepenuhnya ingat, dia tak pernah membunuh seseorang.

Hendrick menghentikan laju kursi roda itu. Di tatapnya lagi Peter yang tengah meringis kesakitan, "Benarkah? Kurasa karena pukulan di kepalamu yang membuat kau tak ingat kejadian 5 tahun lalu. Ah, salahku kenapa aku memukulmu waktu itu. Mungkin seharusnya ku dorong kau saja. Sekalian kau ikut dengan Valerie. Dengan begini, semua pasti akan selesai dengan cepat, bukan?"

Alis Peter bertaut, itu berarti seseorang yang muncul dalam ingatan samarnya beberapa waktu lalu adalah Hendrick, "Jadi kau yang memukul kepalaku?"

"Yahhh... Ku pikir kau akan langsung mati begitu saja. Namun ternyata hingga saat ini kau masih berani menunjukkan wajah kotormu itu di hadapan Valerie." Hendrick berjalan ke sudut ruangan, ia mengambil sebuah tongkat bisbol yang tergeletak disana, "Begini saja, aku akan membantumu. Siapa tahu kalau ku pukul kau sekali lagi, ingatanmu akan kembali. Jadi aku tidak perlu bersusah payah menceritakannya lagi kan?" kembali seringai di wajahnya ia tampakkan.

"Apa? Tu-tunggu dulu. Kau tidak perlu sampai-"

Bugh!

Tepat setelah kesadaran Peter menghilang, kepingan memori itu mulai muncul.





REVENGE'S house (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang