17. Bantuan

283 23 0
                                    

Dua bulan berlalu sejak kemunculan tiba-tiba Dama di bandara. Dama masih terus melanjutkan usahanya mendekati Stila. Dan Stila masih enggan meladeni Dama. Dama masih terus membombardir Stila dengan pesan-pesan Watsapp. Dan stila hanya manggapai pesan-pesan itu dengan "Hm", "Ya", "Ok", dan "No, thanks" dan jawaban-jawaban simpel lainnya yang meskipun begitu tetap saja tak mematahkan semangat Dama untuk mengirimi pesan-pesan itu setiap hari.

"Weekend ini ada rencana apa?" Tanya Dama melalui Watsapp
"Nothing" jawab Stila lalu meletakkan hpnya di atas meja dan mendatangi kamar Niken. Niken sedang berkemas karena besok akan pulang ke Surabaya untuk menghadiri pernikahan masnya. Stila menghela nafas panjang.
"Harusnya besok gue ikut pulang nih" kata Stila.
"Yah mau gimana. Lagian sih temen lo resignnya mendadak bener" balas Niken masih sambil memasukkan beberapa pakaian ke koper.
Stila memang sudah memesan tiket ke Surabaya bersama Niken untuk menghadiri pernikahan mas Arya. Tapi harus dicancel di H-5 keberangkatan karena ia ditugaskan untuk melakukan audit menggantikan temannya yang resign.
"Nggak mendadak dong Ken, dia kan mau resign pasti udah direncanain dari jauh hari". Lalu bel apartemen berbunyi, Niken berlari membukakan pintu dan muncul Veri dari belakangnya. Yap, Veri memang ikut Niken pulang ke Surabaya untuk dikenalkan ke keluarga besarnya. Stila sempat terkejut mengetahui hubungan mereka sudah seserius itu, tapi juga senang karena akhirnya Niken, sahabatnya, menemukan lelaki yang tepat untuknya. Dan sejam setelahnya Stila sudah sendirian di apartemennya, meskipun hampir setiap 3 jam sekali Niken menelpon untuk memastikan keadaan Stila. Menonton acara TV yang sebenarnya tak begitu menarik perhatiannya tapi tetap dibiarkannya menyala juga, sampai akhirnya tertidur diatas sofa. Dan begitulah akhirnya Stila menghabiskan weekendnya

-••-

Hp Stila berdering untuk yang kelima kalinya. Stila merasa terlalu lemas untuk turun dari kasur dan mengambil hpnya dari dalam tas kerja yang tadi ia geletakkan begitu saja diatas lantai. Ia tau itu pasti telpon dari Niken, dan tau kalau Niken tak akan berhenti menelpon sampai panggilannya diangkat, dan akhirnya memaksa Stila untuk turun dari kasur, berusaha mengambil hpnya dengan sisa tenaga yang dimiliki.
"Halo, Ken" ucap Stila lemas.
"Stilaaa!! Lo kenapa?!! Lo sakit?!!"
"Hm, tadi kehujanan"
"What?!! Astagaa, terus kondisi lo sekarang gimana? Demam deh lo pasti nih kan. Udah makan? Minum obat?"
"Belum Ken, nanti ya. Gue masih lemes banget"
"Astagaa, Stilaa, baru gue tinggal dua hari lo udah sakit begini gimana kalau gue tinggal nikah ntar Stil"
Stila mau tak mau terkekeh juga mendengar gurauan Niken.
"Duh gimana dong, bentar gue mikir dulu. Ah! Gue tau! Gue kirim bala bantuan ya Stil. Please lo terima aja ya bantuan kali ini. Gue udah nggak ada pilihan lain lagi. Gue telpon Dama ya. Tunggu ya Stil!" Dan Niken memutuskan telponnya sepihak. Stila tak mau memikirkan ucapan Niken dan kembali ke kasurnya.
Sejak Stila melakukan operasi amandel saat SMA, dia memang sama sekali tak bisa bersentuhan dengan air hujan, meskipun hanya gerimis, karena dia akan langsung terkena demam. Seperti yang terjadi malam ini saat ia terpaksa harus terkena guyuran air hujan saat keluar dari supermarket.
Sejam berlalu dan bel rumahnya berbunyi berkali kali. Memaksanya bangun lagi dari kasurnya untuk membukakan pintu yang ia tau pasti siapa dibaliknya. Stila berjalan sambil berpegangan pada dinding rumahnya. Kepalanya mulai berputar saat ia mulai membuka pintu rumahnya. Dia sempat mendengar suara Dama menyapanya dari balik pintu sebelum akhirnya pandangannya mendadak gelap dan hilang kesadaran.

-••-

Dama langsung menahan badan Stila sebelum benar-benar menyentuh lantai, membopongnya dan membaringkannya diatas sofa, lalu berlari ke satu-satunya kamar yang terbuka, mencari minyak kayu putih yang ia temukan diatas meja rias dan mengoleskannya di dada, leher, dan kening Stila, lalu mendekatkan botolnya ke hidung Stila agar aromanya terhirup.
15 menit berlalu sampai Stila akhirnya perlahan membuka matanya, mendapati Dama yang duduk disampinya.
"Hey, how'd you feel?" Tanya Dama.
Stila masih terdiam mencoba mengumpulkan tenaganya saat ia merasakan sesuatu yang hangat dan lembab menempel di keningnya dan menyadari bahwa itu adalah handuk kompres.
"Masih pusing?" Tanya Dama lagi.
"Hm, sedikit" jawab Stila dengan suaranya yang masih lemas.
"Makan yuk. Habis itu minum obat. Kubantu bangun" Dama membantu Stila bangun dan menata tumpukan bantal sofa untuk dijadikan sandaran punggungnya, lalu menyodorkan gelas berisi susu cokelat hangat. Stila meneguk hampir setengah gelas dan mengembalikan gelasnya ke Dama. Lalu Dama mulai menyuapi bubur ayam yang tadi ia beli dalam perjalanan ke apartemen Stila. Stila menerima suapan demi suapan bubur ayam yang entah bagaimana terasa sangat enak sampai ia mampu menghabiskannya.
"Kok bisa sampai kehujanan? Seingetku, dulu kamu pantang banget kena air hujan" tanya Dama sambil menyerahkan obat turun demam ke Stila.
"Tadi aku mampir supermarket, beli bahan buat masak karena nggak sempet makan siang juga tadi, tapi pas keluar ternyata udah hujan, dan parkir mobil lumayan jauh, jadi yah.." Stila tak melanjutkan ceritanya.
"Hm.. aku inget dulu kamu pernah sampai bela-belain bolos kelas kuliah dan milih nunggu di warteg karena hujan dan nggak bawa payung" kenang Dama.
"Sebenernya tadi aku udah mules banget dan disitu nggak ada toilet. Jadi mau nggak mau aku terjang aja hujannya"
"Oke. Omong-omong, aku mau minta maaf tadi masuk rumah kamu tanpa izin, dan pakai dapur kamu juga"
"Aku udah bukain pintu, berarti udah ijinin kamu masuk. Aku yang minta maaf karena jadi ngerepotin kamu, apa lagi nggak syuting tadi?"
"Kebetulan pas Niken telpon tadi, aku baru aja masuk rumah. Dan kayaknya Niken udah nginfoin ke security dibawah deh kalau aku mau dateng, tadi pas aku nyampek dia langsung bantuin aku naik kesini soalnya."
"So.. Niken udah punya kontakmu ya?"
"Enggak, dia telpon pakai hp Veri tadi. Jangan cemburu Stila"
Stila terkekeh, tak menanggapi gurauan Dama.
"Feel better?" Tanya Dama melihat Stila sudah bisa menertawai gurauannya.
"Yap" jawab Stila singkat lalu terkesiap saat punggung tangan Dama tiba-tiba menyentuh keningnya. Detak jantungnya berdegup kencang saat itu.
"Udah normal sih harusnya suhu kamu" ucap Dama menurunkan tangannya dari kening Stila.
"Hm, aku mau mandi deh kayaknya. Udah keringetan" Stila mencoba mengacuhkan perasaannya seraya bangkit dari duduknya dan menyadari kepalanya masih sedikit pening. Beruntung Dama sigap menahan badan Stila.
"Yakin mau mandi?"
"Ya, aku bisa mandi sambil duduk di WC"
"Oke, kubantu jalan ya?". Stila mengangguk.
Dan selama Stila didalam kamar mandi, Dama hanya berdiri di depan pintu kamar mandi sambil sesekali mananyakan keadaan Stila didalam sana. Tak lama, pintu kamar mandi terbuka dan Dama langsung menuntun Stila duduk dikasur, menarik kursi dari meja rias didekatnya untuk dia duduk, mengambil handuk kecil dari pundak Stila dan membantu mengeringkan rambutnya yang basah setelah dikeramas. Stila menurut.
"Kamu masih simpen gelangnya ternyata" kata Dama tiba-tiba membuyarkan lamunan Stila yang langsung melirik keatas meja rias lalu mengutuk dirinya sendiri atas kesalahannya yang tak langsung menyimpan kembali gelang pemberian Dama dulu. Ia memilih untuk diam.
"Aku juga masih simpen" lanjut Dama lalu menarik keluar tali kalung hitam yang terselip dibalik kausnya, diujung kalung itu dikaitkan dua ujung gelang yang sama seperti miliknya. Stila sempat tak menyangka kalau Dama masih menyimpan gelang itu juga. Tapi akhirnya dia tersenyum juga dibuatnya. Menit selanjutnya mereka membicarakan banyak hal, tentang pekerjaan masing-masing, alasan Stila tak ikut pulang bersama Niken, sampai beberapa kenangan saat kuliah dulu.

Celebrity Crush [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang