26. Dendam dan Luka

7 6 1
                                    

Malam terlihat hujan saat ini. Hening terasa di rumah megah yang begitu besar ini. Tak lama, pintu utama rumah itu terbuka hingga menampilkan sang pemilik rumah yang masih mengenakan seragam sekolah beserta tasnya yang masih setia di punggungnya.

Setelahnya, ia kembali menutup pintu itu lalu berjalan menuju lantai atas, dan jika lebih di teliti lagi baju, tas serta rambutnya sekarang sudah basah akibat hujan di luar.

"Mam..."lirihnya saat sudah berada di ruangan kamar yang cukup luas dan lebih terkesan rapi dan penuh aura wanita keibuan.

Sadam duduk di pinggiran kasur sambil mengelus lembut tempat tidur itu.

Kini mata lelaki itu mengalihkan pandangannya kepada bingkai foto yang besar di kamar itu, foto Dia, juga orang yang begitu sangat di sayanginya. Anita---Mamanya.

Sadam pun bangkit dari duduknya, berjalan menuju bingkai foto itu. Ia memandangi wajah wanita itu dengan mata yang berkaca-kaca, tangannya mengepal keras.

Gagal..

Gagal lagi..

Gagal lagiii!!

"Keluarga itu masih bahagia Mah..."ucapnya dengan wajah memerah menahan marah.

"Mereka masih bisa tersenyum bahagia sedangkan aku? Kita, selalu menerima kesakitan dari semua ini!"ucapnya mengeluarkan rasa kekesalannya, perlahan juga air matanya keluar dari sela-sela sudut mata.

Dan yah, jika saja wanita desainer butik itu tidak hadir di kehidupan keluarganya, maka semua kehancuran ini tidak bakal terjadi.

"Mama meninggal karena keluarga hina itu. Mereka semua tidak pernah tau bagaimana rasa sakit ini,"Sadam tersenyum sinis, matanya kini teralih pada foto sepasang suami istri yang senyum merekah sambil memperlihatkan cincin di tangan mereka.

"Papa.. penghianat!" Ucapnya tajam, lalu segera keluar dari kamar itu.

Memang kejutan, karena foto suami istri tentu tidak terlihat asing. Apalagi seorang lelaki itu yang disebut dengan Sadam Papi. Sebab fotonya juga berada di rumah Luca, namun yang berbeda lelaki itu bukan bersandingnya dengan Anita, Mamanya Sadam melainkan, Alina-- Bundanya Luca.

Sadam berjalan menuju kamarnya lalu merebahkan dirinya kala sudah berada di kamarnya itu.

Tas yang ia kenakan, ia lempar ke sembarang arah. Nafasnya menderu menahan amarah.

"Luca... Tunggu aja pembalasan gue setelah keluarga lo perbuat sama keluarga gue!"geramnya sambil mengepalkan tangannya penuh marah.

Hal ini memang memang tak pernah di harapkan Sadam sebelumnya. Luca mengambil segalanya dulu hingga saat ini. Kebahagian, kesempurnaan keluarganya hilang sudah.

Dan Papinya hal yang begitu sempurna baginya orang tuannya yang lengkap namun tak di duganya Papinya lebih memilih hidup di keluarga Luca.

Dan itu tidak secara langsung membuat dirinya dan Luca iyalah Saudara Tiri. Sebab, Papinya berselingkuh dan menikah tanpa sepengetahuan maminya dan dirinya.

Ternyata pernikahan itu bukanlah karena papanya berselingkuh, melainkan Papinya memang begitu mencintai Mamanya Luca karena pernikahan Papinya dengan Maminya itu adalah pernikahan terpaksa karena adanya kontrak pekerjaan.

Dan Papanya pun sudah lama juga menikah dengan orang yang sangat di cintainya itu, Alina.

Hingga menghasilkan anak yang tak pernah terpikirkan oleh Sadam yaitu sahabat dekatnya dulu, ketika ia masih duduk di bangku SMP.  Anak itu bernama Luca. Luca Mahendra, anak Papanya. Papa Hendra.

Luc'eenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang