1. Ta'aruf

681 65 4
                                    


_________________________________________

"Lo kenapa sih? Lagi seneng banget keknya." Cerita nggak ya. Cerita, nggak, cerita, nggak, cerita. Anjir malah cerita lagi.

"Emmmm....gue mau cerita tapi lo jangan ejek gue."

"Ada apaan sih?"

"Lo harus janji dulu, baru gue cerita."

"Iya janji." Jari kelingking gue dan Rinjani bersatu.

"Emmm gue suka sama Mas Farez."

"WHAT!!!!!!! Kok bisa?!"

"Nggak tahu. Gue mohon lo jangan cerita tentang ini ke siapapun. Ini rahasia terbesar gue."

"Jangan-jangan ini alasan lo nggak mau gue comblangin sama Sofia."

"Hehehe iya. Gue sebenernya nggak suka cewek."

"Lo gay?"

"Kata Mbah Google sih gitu."

Rinjani langsung tepok jidat. Denger semua rahasia terbesar gue. Sekarang hanya Rinjani yang tahu. Gue berharap dia bisa jaga rahasia gue. Dan yang paling penting dia masih mau bersahabat dengan gue.

"Emm lo jijik ya, sama gue."

Rinjani menepuk bahu gue. "Dhika, lo jangan sekali-kali berfikiran tentang itu. Lo itu sahabat gue dari kecil. Gue akan berusaha nerima lo apapun kondisi lo. Ingat ini! Kalo lo gay atau suka sama cowok bukan berarti lo gila atau manusia hina. Justru menurut gue lo istimewa."

"...."

"Kejar Kak Farez! Gue yakin dia bisa jadi milik lo dan mencintai lo. Jangan pedulikan apa kata orang. Yang terpenting lo ikuti kata hati lo."

Astaga kok gue nggak nyadar punya sahabat yang super baik dan dewasa banget. Gue nggak nyangka Rinjani bisa berfikir sejauh itu.

"Makasih ya."

Seharusnya dari dulu gue jujur ke Rinjani tentang semuanya. Gue sebenernya banyak tekanan, banyak ketakutan dan banyak patah hati juga. Karena setiap gue suka sama seseorang, pasti gue harus pendam sendiri.

Ya gitu lah, soalnya mau ngungkapin perasaan dia udah jalan duluan sama cewek. Itu sakitnya sampe ke tulang. Bukan hati lagi tapi sampe usus ikutan sakit.

Tapi kali ini gue lega. Sahabat gue mau nerima kondisi gue sekarang.

"Lo mau mampir dulu?" Tanya gue ketika sampai di depan rumah gue.

"Emmm nggak deh udah malem juga."

"Ya udah deh. Makasih ya."

Rinjani perlahan pergi. Ketika gue masuk rumah, ada dua mobil. Kayaknya ayah lagi ada tamu. Gue hafal semua tamu ayah, tapi ini kayaknya agak asing.

"Dhika pulang!" Ternyata bener, ketika gue masuk ada seseorang yang seumuran dengan ayah duduk di ruang tamu.

"Ah Dhika, sini nak."

Gue nyium tangan ayah dan tamu itu. Oh iya gue ini anak yatim. Gue hanya punya ayah. Nyokap gue udah meninggal ketika gue umur tiga tahun. Gue juga nggak terlalu jelas waktu itu.

"Ini Andhika Bayu Pratama, anak semata wayang saya."

"Halo om." Sapa gue ke tamu ayah.

"Hai, Dhika. Kayaknya umur kamu nggak beda jauh dengan anak om."

"Oh iya anak pertama kamu memang seumuran dengan Dhika. Paling beda satu tahun." Ayah setuju dengan pernyataan om itu. Ya gue nggak tahu namanya orang dia nggak kenalan.

Aku Mau Dia [BL] || End ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang