15. Pembuktian

284 26 5
                                    


_________________________________________

"Selamat malam, Tuan Muda."

"Mas Farez ngapain ke sini?"

"Masa main ke rumah calon pacar nggak boleh."

"Dih apaan. Udah mas mau apa ke sini?"

"Bokap lo ada?"

"Nggak dia di rumah lama. Emang ada apa mas nanyain ayah?"

"Gue mau ngelamar lo."

"...."

Boleh aja kok. Gue terima langsung kalo kelakuan lo nggak se bangsat dulu. Tapi lamaran aja percuma, nggak bakal nikah juga kan.

Gue langsung diem aja nggak respon apapun. Mas Farez juga ikutan diem. Dia kek bingung nyari topik pembicaraan.

"Mas."

"Dhika."

Giliran ngomong barengan. Gimana sih anjir.

"Mas Farez duluan aja mau ngomong apa."

"Lo duluan aja." Kalo gue nggak ngalah sampe presiden turun jabatan juga nggak akan selesai.

"Sebenernya aku pengen nanya sama Mas Farez."

"Nanya apa?"

"Kenapa sekarang Mas Farez tiba-tiba ngejar-ngejar aku? Bukannya dulu kamu pernah bilang kalo Mas Farez nggak akan jatuh cinta sama cowok?"

"Gue juga nggak tahu, Dhik. Setelah lo pergi dan bisa dibilang menghilang dari kehidupan gue, rasanya gue kangen sama lo. Karena rasa bersalah gue ke lo gue jadi nggak bisa berhenti mikirin lo. Kalo kata Athar sih gue mulai jatuh cinta sama lo."

"Kalo ujung-ujungnya cinta ngapain dulu sampai ngehina aku sih, Mas?"

"Gue bener-bener nyesel, Dhik. Dulu gue udah terlalu jahat sama lo. Dan gue ingin menebus kesalahan gue ke lo mulai sekarang."

"Yakin?"

"Gue yakin."

"Aku pengennya bukti, Mas. Bukan cuma omong kosong."

"...."

Mas Farez nggak bilang kalo dia mau membuktikan omongannya. Ya nggak tahu juga kalo didalam hatinya kek gimana.

"Ada lagi yang ingin dibicarakan? Kalo nggak ada mas bisa pulang. Aku juga mau istirahat."

Jahat banget nggak sih gue ngusir dia. Bodoamat lah. Tapi anehnya Mas Farez nurut aja. Dia langsung pamit pulang.

Sebenernya gue berharap kalo ada sesuatu yang dibuktikan ke gue. Ya apa kek yang penting bukti kalo dia sekarang beneran cinta sama gue. Atau jangan-jangan memang dia cuma kasihan sama gue. Makanya dia ngelakuin semua ini semata-mata untuk kebahagiaan gue.

Tok...tok...tok...

"Kenapa, Bi? Ada tamu lagi?"

"Bukan, Tuan. Ini udah jam tujuh pagi. Apa tuan nggak pergi ke sekolah?"

Astaga kok gue sampe nggak ngeh kalo udah pagi. Berarti tidur gue pules banget dong.

"Kenapa nggak bangunin dari tadi sih, Bi?" Protes gue ketika gue keluar kamar.

"Udah bibi bangunin berkali-kali. Tapi tuan nggak nyaut-nyaut."

"Ya udah suruh Pak Cipto panasin mobil saya. Terus bibi bikinin bekel aja biar nggak kelamaan sarapannya."

"Mobilnya mau yang mana?"

"Bilang aja ke Pak Cipto yang Ferrari LaFerrari merah."

"Baik, Tuan."

Aku Mau Dia [BL] || End ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang