23. Papa Mertua

148 22 1
                                    


_________________________________________

Malam ini menjadi penting karena gue mau dinner sama papa mertua gue. Eh papanya Mas Farez. Beda dengan dinner gue dan Mas Farez waktu ketemu ayah. Dulu di hotel tapi penampilan gue masih pake seragam sekolah. Kali ini di rumahnya Mas Farez tapi gue nggak mau kalo harus pake seragam sekolah lagi. Kali ini gue harus tampil casual.

Kali ini gue pake blazer dari Balmain. Tanpa pake baju dalam kemeja dan sebagainya gue kali ini nggak pake itu. Biar keliatan seksi gitu sih tapi tetep cool. Terus untuk celana gue pake pinstripe pencil cut pants. Warnanya sih senada dengan blazernya. Serba hitam gitu deh intinya.

"Tuan udah dijemput dibawah."

Oke Dhika you can do it. Semoga apapun itu keputusan papa Mas Farez itu adalah yang terbaik buat lo sama Mas Farez.

Gue turun ke bawah. Dan pria tampan gue udah duduk di ruang tamu. He so handsome. Dia juga pake pakaian formal dengan setelan jas yang sangat kebetulan cocok sama gue.

"Hai, wolf." Sapa gue karena dari tadi dia bengong aja kek patung Pancoran.

"You so cute."

"...."

Nggak ada angin nggak ada hujan dia langsung muji penampilan gue.

"Udah belum kagumnya?"

"Eh iya udah. Sumpah kamu cantik banget malam ini. Eh ganteng maksudnya. Ganteng tapi cantik."

"Gimana sih? Nggak jelas banget."

"Ya pokoknya itu lah. Kamu sempurna malam ini."

"Kamu juga wolf. Aku baru tahu kamu bisa berpenampilan sedewasa ini."

Emang biasanya dia cuek banget sama fashion. Suka-suka dia aja kalo pake baju. Kadang nggak matching. Kadang malah kek preman pasar kalo lagi jalan sama gue.

"Ini juga karena papa yang nyuruh."

"Kayaknya papa kamu lebih tau tentang fashion ya dari pada kamu."

"Iya lah dia kan emang harus tampil kek gitu. Udah kita berangkat aja ya."

"Oke, wolf."

Sumpah malam ini Mas Farez menunjukkan kekayaannya. Selama ini yang dia bawa cuma motor sportnya atau mobil yang nggak tahu keluaran tahun berapa. Tapi kali ini kek jati diri dia itu keluar. Dari penampilannya terus juga kendaraannya juga. Mungkin ini atas perintah papanya tapi gue suka yang kek gini.

Selama perjalanan gue cuma diam. Jujur gue grogi mau ketemu papanya Mas Farez. Walaupun gue udah pernah ketemu tapi itu cuma kek sepintas aja. Lah ini mau berhadapan mata ke mata. Tatap muka bukan daring lagi.

"Grogi?"

"Hehe iya. Grogi banget sampe kek pengen muntah gitu."

"Hei tenang aja. Papa aku nggak sejahat yang kamu kira kok. Aku yakin dia bisa nerima kamu."

"Eh iya btw, di rumah kamu ada siapa aja wolf."

"Cuma papa sama adik aku. Mama masih di Sidney."

"Kamu punya adik?"

"Iya, seumuran sama kamu."

Mati gue. Gimana kalo adiknya nggak suka sama gue. Mana seumuran lagi pasti dia jadi adik ipar yang jahat ke gue.

"Kok kamu nggak pernah cerita sih?"

"Ya nggak papa sih. Soalnya dia juga baru beberapa bulan di Indonesia. Sebelumnya dia ikut mama."

Gue mengangguk paham. Nggak tahu dah model adiknya kayak apa. Jangan-jangan kayak anak berandalan gitu. Yang suka tawuran. Eh tapi itu nggak mungkin. Keluarga Mas Farez kan keluarga terpandang juga, nggak mungkin dong anaknya tawuran.

Aku Mau Dia [BL] || End ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang