4. Tragedi Gedung Olahraga

367 39 3
                                    


_________________________________________

"Lain kali kalo lo mau nembak Mas Farez, lo harus punya rencana yang matang. Jangan cuma modal nekat. Siapa tahu kalo lo nembaknya pake rencana, Mas Farez bisa luluh sama lo."

Bener juga kata Rinjani. Gue terlalu terburu-buru. Nggak ada persiapan lagi. Eh tapi kemarin kan Mas Farez yang nebak kalo gue suka sama dia. Dan gue juga cuma membenarkan. Kayaknya itu belum termasuk nembak deh.

"Terus gue harus gimana?"

"Ya lo ajak makan malam kek. Atau kasih bunga kek atau apa lah yang bisa buat dia terkesan."

"Gimana mau ngajak makan, dia liat gue aja kek udah eneg."

"Udah tahu dia eneg, eh masih aja lo kejar. Gimana sih?!"

Iya juga ya. Gue keknya udah di level cinta mati. Apaan sih lebay banget.

"Nggak tahu gue maunya Mas Farez, soalnya dia cinta pertama gue."

"Gue baru tahu lo bisa bucin juga ternyata." Nauval keknya nggak nyangka dengan perubahan gue. Emang sih sebelumnya gue kek nggak akan bisa jatuh cinta. Iya lah gue dari dulu dicomblangin sama cewek, otomatis gue nggak mau.

Setelah dari kantin kita langsung pulang. Katanya sih ada rapat guru. Rencananya emang langsung pulang, mendadak suara Gilang menggema ke semua penjuru sekolah. Apa lagi kalo bukan rapat. Harusnya bisa buat nyantai atau nongkrong bareng. Malah nongkrongnya bareng anak OSIS.

Masih membahas tentang recruitment anggota baru. Sumpah bosen juga anjir. Itu mulu yang dibahas perasaan. Gue coba ambil sisi positifnya aja deh. Berhubung masih satu tim dengan Mas Farez, jadi bisa sekalian pdkt.

"Berhubung semua sistem seleksi sudah siap. Kita akan adakan seleksi mulai besok. Persiapkan segala sesuatunya, terutama yang membutuhkan peralatan. Jangan lupa untuk koordinasi setiap tim. Nanti akan dibuat seleksi semua tahap dalam satu waktu. Kita juga harus mempersiapkan tempat, nanti kita bisa pakai gedung olahraga jadi bisa leluasa." Keknya bisa gue manfaatkan momen seleksi besok.

•••

Pagi-pagi buta kita udah dateng ke sekolah. Sumpah ini masih sepi banget. Tapi semua udah sibuk dengan kerjaan masing-masing. Kebiasaan gue yang lain kerja gue duduk santai aja. Ngeliatin Mas Farez, menikmati keindahan ciptaan Tuhan.

Gilang juga nggak protes atau marah. Dia juga udah paham banget kelakuan gue. Paling temen-temennya Gilang yang sok sokan kasih perintah ini itu ke gue. Tapi ya ujung-ujungnya gue nggak ngelakuin perintah itu.

Saat waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Kita semua udah siap untuk seleksi hari ini. Anak-anak yang daftar OSIS juga udah berkumpul didepan GOR.

"Oke kita mulai seleksinya. Untuk tim minat dan bakat menuju meja satu, untuk tim public speaking ke meja dua, tim ketangkasan di meja ke tiga dan tim wawancara di meja ke empat. Silahkan menempati posisi masing-masing." Yes akhirnya bisa berduaan sama Mas Farez.

Akhirnya gue berjalan beriringan lagi dengan Mas Farez. Walaupun kita sama-sama diam, dan masih dengan raut wajah dinginnya tentu saja. Tapi lumayan lah buat obat hati.

"Tuhan memang baik, sebenci apapun dia masih aja kita dipersatukan." Mas Farez masih diam. Dia lebih memilih siapin berkas seleksi.

Mau nggak mau gue ikutan aja fokus ke seleksinya. "Halo, Kak." Sapa peserta seleksi.

"Halo silahkan perkenalan diri." Semua tubuh, gue setel sewibawa mungkin. Malu dong sama adik kelas.

Dia langsung memperkenalkan diri, gue dan Mas Farez memulai seleksi. Selama seleksi dia nggak pernah sekalipun menatap gue. Apa lagi ngobrol sama gue. Dia cuma ngasih pertanyaan dan mencatat hasil seleksi.

Aku Mau Dia [BL] || End ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang