BAB 24 - STADIUM 3

314 50 6
                                    

Ibra baru saja datang ke rumah Keenan. Rumah Keenan sudah ia anggap seperti rumahnya sendiri. Keluarga Keenan yang begitu hangat, membuat Ibra terkadang merasa iri. Mengapa hidupnya tidak seperti Keenan yang disayang oleh orang-orang terdekatnya, keluarganya, atau pun saudara-saudaranya.

Keenan terlahir dengan hidup yang hampir sempurna. Ia tampan, sangat pintar, dan tentu baik hati. Keenan selalu di bangga-bangga kan oleh keluarganya, terutama ketika dalam pertemuan seluruh keluarga, yang selalu dipuja dan di puji adalah Keenan, Keenan, dan Keenan. Tak satu pun yang membahas Ibra, kecuali karena kenakalannya. Dan itu sudah terjadi sedari dulu.

Hal itu yang membuat Ibra merasa iri terhadap Keenan. Ia bahkan tak tanggung-tanggung untuk terus menganggu Keenan, menohoknya, bahkan membully Keenan. Meskipun Keenan saudaranya sendiri, tapi Ibra berani melakukan hal itu karena kebenciannya terhadap Keenan.

Meski begitu, Keenan tidak pernah berniat membalas perbuatan Ibra. Ia juga tidak pernah mengadu pada kedua orang tuanya soal Ibra dan teman-temannya yang sering membully dirinya.

flashback on

Saat Ibra baru saja pulang sekolah, ia mendapati kedua orang tua Keenan datang ke rumah Ibra dengan tiba-tiba. Saat itu, Keenan sedang sakit dan sudah satu minggu ia tak masuk ke-sekolahnya. Bunda Keenan meminta pada Bundanya Ibra untuk membantu mengurusi pekerjaan yang ada di rumahnya. Karena, mereka sama-sama sibuk harus bekerja, dan ketakutan mereka soal Keenan semakin menjadi-jadi.

Mereka takut tak ada yang mengurusi Keenan. Bahkan untuk sekedar menyuruhnya makan dan meminum obatnya.

"Renita, aku mohon bantu aku untuk jaga Keenan. Kami berdua harus pergi keluar kota karena ada suatu pekerjaan yang mendadak dan tak bisa di tinggalkan," ucap Hanna pada Renita, ibu kandung Ibra.

Hanna mengucapkan perkataan itu dengan tangis yang meluap-luap. Keenan sedang berada di rumah sakit, namun mereka tak bisa menemani Keenan.

Hanna dan Renita, merupakan saudara kandung. Hanna sebagai kakaknya, dan Renita sebagai adiknya.

Abraham pun mendekat ke arah Hanna, ia mengusap-usap punggung Hanna berusaha menguatkan dirinya. Ia tahu, Hanna sedang khawatir pada anak bungsunya. Dan untuk meyakinkan soal kekhawatirannya itu, Hanna bercerita pada Renita kalau Keenan mengidap suatu penyakit.

"Mba, aku dan Ibra dengan senang hati menjaga Keenan." Ia memegangi tangan Hanna dengan lembut.

Ibra menguping obroloan mereka dari pintu depan.

"Tolong bantu kami, Renita. Saya juga akan kasih Ibra hidup yang berkucupan, akan membiayai sekolahnya Ibra, dan itu pasti." ucap Abraham ikut meyakinkannya.

Setelah ayah Ibra meninggal, Ibra menjadi anak yang pendedam, pemarah, dan bahkan brutal. Ya, Ayahnya meninggal saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Dan saat itu, ibunya hanya hidup sendirian mengurusi Ibra. Dan satu-satunya, saudara yang ibunya punya hanyalah ibunya Keenan.

"Kalian juga boleh tinggal bersama kami," kata Abraham.

"Aku mohon, bantu aku buat jaga Keenan, aku bener-bener sangat khawatir pada Keenan."

"Mba, tenang dulu ya. Pasti Keenan baik-baik aja." ucap Renita.

"Asal kamu tau, Reni, Keenan ... Keenan ..."

Seketika Hanna tak bisa lagi melanjutkan ucapannya. Ia tak sanggup mengatakan hal itu, mengatakan hal bahwa Keenan mempunyai penyakit.

Renita semakin cemas melihat kakaknya yang tiba-tiba mendadak berhenti, dan hanya air mata yang keluar darinya.

KEENAN & MONOKROMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang