Bab 24

55.8K 4.7K 198
                                    


"Resh, nanti kita mampir lagi ke kafe yang kemarin, ya. Aku suka sama suasana di sana."

Sedikitpun Naresh tak menggubris ajakan Yuna. Kini, cowok itu hanya melabuhkan tatapnya pada papan tulis putih di depan sana. Bersikap seakan benda itu memiliki daya tarik tersendiri. Hingga membuatnya mengabaikan Yuna yang sejak tadi berusaha membuka obrolan.

"Kamu sering ke sana, ya, Resh?" tanya Yuna seraya menatap wajah Naresh dari samping.

Lagi-lagi Naresh mengabaikannya.

"Eh, aku ada resep kue baru. Pake bahan keju juga. Besok aku bawain, ya," kata Yuna seraya menyentuh lengan Naresh yang bertumpu di atas meja.

"Ck!"

Sebuah decakan terdengar. Disusul oleh wajah Naresh yang berpaling ke arah Yuna.

"Lo bisa diem nggak, sih? Dari tadi ngoceh mulu. Nggak capek apa?" desis Naresh.

Suasana seketika berubah. Naresh dengan wajah kesalnya dan Yuna yang kini terlihat murung. Mereka akhirnya sama-sama diam.

Sudah jelas Yuna diam karena kata-kata Naresh yang lumayan mampu menusuk hati. Sementara, Naresh diam karena memikirkan kejadian saat jam istirahat tadi.

Rasanya sangat menyebalkan ketika Naresh tak bisa mengabaikan kejadian tadi dan beranggapan bahwa Kara baik-baik saja. Kini, seluruh benaknya hanya dipenuhi oleh bayang-bayang wajah Kara.

Pikiran Naresh semakin kacau ketika mengingat pertengkaran di antara mereka.

"Ck! Kenapa jadi gini, sih?" gerutu Naresh.

Ia mengusak kasar rambutnya. Bermaksud melampiaskan frustrasi yang melingkupi diri.

Semalam adalah kali pertama untuk Naresh melihat Kara bersikap demikian. Semalam juga merupakan pertama kalinya Naresh mendengar bagaimana kecewanya Kara. Bagaimana Kara berucap, mengungkapkan perasaannya diiringi linangan air mata.

Melihat Kara menangis ternyata cukup mampu membuat Naresh diserbu rasa bersalah. Tetapi, kata maaf kini justru enggan ia ucapkan.
Ada sesuatu yang seakan menahannya untuk mendatangi Kara dan benar-benar merapalkan maaf pada cewek itu.

"Gue tau ...," gumam Naresh kala sebuah ide cemerlang melintasi benaknya.

Detik itu juga bel pulang berdenting. Naresh langsung berdiri dan menyampirkan tas punggungnya.

"Naresh, tunggu!" teriak Yuna seraya menyusul Naresh yang keluar kelas lebih dulu.

Saat tiba di parkiran Yuna telah melihat Naresh yang menaiki motornya. Cewek bersurai panjang itupun menghampiri Naresh dengan cepat.

"Resh, kamu mau ke mana? Kita pulang bareng, kan?" tanya Yuna diiringi napas memburu.

"Gue ada urusan. Lo pulang naik taksi aja, ya," jawab Naresh, lalu melajukan motornya. Meninggalkan Yuna yang kini termangu di tempat.

Iris mata Yuna terus menatap Naresh yang kian jauh hingga akhirnya tak tampak lagi.

Suasana parkiran yang berangsur ramai tak sedikitpun mengalihkan atensi Yuna. Bahkan, kini kedua tangannya sudah terkepal kuat. Matanya mulai menampilkan sorot tajam bagai belati. Sangat berbeda dengan Yuna yang biasanya.

"Pulang bareng gue."

Tubuh Yuna berbalik kala suara itu terdengar cukup dekat dengannya.

Mendengus pelan, kemudian Yuna berucap, "Nggak usah. Bukannya lo nggak mau orang-orang tau tentang kita?"

"Tunggu di halte depan sekolah."

Tanpa menunggu jawaban Yuna cowok itu langsung melenggang pergi. Lantas, Yuna pun bergegas ke halte depan sekolah meski sebenarnya ia enggan.

Possesive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang