Bab 69

30.4K 2.6K 73
                                    


Suara ketukan pintu terus terdengar. Awalnya hanya ketukan biasa saja, namun lama-lama ketukan itu berubah menjadi gedoran keras yang cukup mampu mengusik ketenangan. Beruntung sekarang sedang siang hari, jadi kebanyakan orang masih bekerja.

"Sebentar!"

Setelah sekian detik berlalu, akhirnya terdengar sahutan dari dalam rumah. Namun, sahutan itu tak menghentikan aktivitas Kara dalam menggedor-gedor pintu rumah. Bahkan, sekarang rasanya Kara sangat sanggup untuk menghancurkan pintu itu dengan tangan kosong.

"Iya! Sabar!"

Detik itu juga pintu dibuka lebar-lebar. Sosok cewek berkaus oblong abu-abu dan rambut acak-acakan berdiri di depan Kara.

"Ka-Kara ...."

Selama beberapa detik keduanya saling diam. Entah apa yang menghuni benak mereka. Apakah kebencian, kemarahan, atau justru kerinduan? Tidak ada yang tahu hingga sepercik senyum terbit dibibir cewek bersurai kecokelatan itu.

"Ma-masuk, Ra," usulnya dengan gugup.

"Kok nggak bilang-bilang kalo mau ke si--"

Plak

Tamparan keras mendarat di pipi Yuna. Seketika, membuat Yuna terdiam dan tak melanjutkan kata-katanya. Wajah Yuna pun sampai tertoleh ke samping. Bekas tangan Kara juga tercetak jelas di pipi kanan Yuna.

"R-Ra ... sa-salah gu-gue apa?" tanya Yuna terbata-bata.

Kedua netranya pun sudah dipenuhi genangan air mata.

"Apa yang udah lo lakuin ke Naresh?" tanya Kara tanpa basa-basi.

"A-aku nggak tau mak--"

"JAWAB YUNA!" bentak Kara.

Yuna sampai memejamkan matanya karena terkejut sekaligus takut dengan bentakan Kara. Apa lagi selama ini ia belum pernah melihat Kara seperti ini. Kara yang kalut dan terlihat begitu mengerikan. Lebih mengerikan daripada Naresh saat sedang marah.

"Aku ... a-aku bisa jelasin, Ra," ujar Yuna.

"Kalo gitu jelasin!" titah Kara, lalu mendorong-dorong bahu Yuna.

"Jelasin sejelas-jelasnya supaya gue nggak salah paham dan nuduh lo! Jelasin sampai gue ngerti kalo emang bukan lo pelakunya!" desak Kara.

Cewek itu terus maju dan mendesak Yuna hingga Yuna terpaksa memundurkan langkah. Lalu, berakhir terjatuh di lantai karena tubuhnya terlalu lemas akibat ketakutan.

Kara berjongkok di depan Yuna. Iris jernihnya, kini menatap Yuna dengan tajam. Terlalu tajam hingga seakan-akan sanggup melubangi kepala Yuna detik itu juga.

"Jadi, benar? Selama ini lo udah racunin Naresh? Lo sengaja mau bikin Naresh sakit? Lo sengaja mau bikin Naresh ...."

Kara tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia sudah didesak sedih dan sesak. Air matanya pun kembali berjatuhan.

Dengan kasar Kara menghapus air mata di wajahnya. Lalu, ia berdiri dan melangkahkan kakinya.

"Kara!" panggil Yuna.

Sayangnya, Kara memilih bungkam. Ia tak sudi menjawab panggilan Yuna. Ia lebih memilih terus melangkah, menaiki lantai dua hingga akhirnya tiba di kamar Yuna.

Tanpa sungkan Kara mengobrak-abrik kamar itu. Mulai dari meja nakas, rak buku, meja rias, lemari, dan meja belajar. Kara mengeluarkan seluruh isinya dan menghempaskannya ke lantai.

"Kara, kamu kenapa jadi gini, sih?"

"Ra, please dengerin aku dulu!"

Yuna mengikuti setiap langkah Kara. Ia juga tak berhenti membujuk Kara agar berhenti mengacak-acak kamarnya. Tapi, Kara tetap tidak peduli. Kini, cewek itu tengah sibuk memeriksa laci meja belajar. Hingga tiba pada laci paling bawah akhirnya sesuatu yang ia cari pun ada di sana.

Possesive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang