Hai, guys! Maaf udah bikin kalian nunggu. Aku lagi banyak tugas dan sibuk menjelang UTS. Huhuu.
Karena baru bisa update setelah seminggu, khusus malam ini aku bakal double up, ya. Tapi, please vote sama komennya jangan berat sebelah. 😭😭😭Happy reading, guys!
---
"Asik! Ditraktir sama mayoret kesayangan!" seru Olin dengan hebohnya.
Saat ini Olin sudah berada di salah satu restoran dekat sekolah bersama Rengga dan Kara. Sepulang sekolah Kara mengajak mereka makan di sana. Tadinya Kara juga mengajak Yere, tapi cowok keturunan Sunda itu tak bisa ikut karena ada acara sendiri. Entah ada acara apa.
Tak lama, pesanan mereka pun datang. Masih sama seperti tadi. Sekarang pun Olin menyambut hidangan nan lezat itu dengan heboh. Tidak peduli pada beberapa pengunjung restoran yang menatapnya dengan berbagai macam ekspresi.
"Ra, ini beneran lo yang bayar, kan?" tanya Olin.
"Iyalah. Emang siapa lagi?" balas Kara.
"Kali aja kan nanti lo pura-pura ke toilet terus malah kita yang disuruh bayar. Iya nggak, Lin?" sahut Rengga.
"Dih! Su'udzon aja lo," protes Kara.
Rengga dan Olin hanya tertawa sembari bertos ria. Tampaknya mereka senang karena bisa begitu leluasa menjaili Kara. Terutama Olin yang jantungnya sudah jumpalitan tak karuan cuma karena tangannya bersentuhan dengan tangan Rengga. Agak lebay memang. Tapi, mau bagaimana lagi? Namanya juga orang sedang jatuh cinta.
"Eh, Lin! Muka lo kok merah? Kenapa? Alergi lobster? Belum juga dimakan lobster-nya?" tanya Kara, tiba-tiba.
Raut wajah Olin yang semula agak tersipu, kini jadi salah tingkah begitu Kara menanyai perihal wajahnya yang merona. Parahnya karena pertanyaan Kara, Rengga pun jadi ikut menatapnya.
Olin mendelikkan mata ke arah Kara. Bermaksud memberi ultimatum pada cewek itu agar tak bicara sembarangan.
"Lo nggak apa-apa, Lin?" tanya Rengga.
"Nggak apa-apa! Gue nggak apa-apa," jawab Olin gelagapan.
"Udah. Mending sekarang kita makan. Gue udah lapar."
Cewek bermata sipit itupun mulai memakan lobster bumbu balado kesukaannya. Sementara, di depannya Kara sudah menahan tawa. Beda lagi dengan Rengga yang agak bingung dengan tingkah dua cewek di depannya itu.
"Yuk, makan!" ajak Kara.
"Hm? Oke," jawab Rengga.
Mereka pun makan sambil mengobrol dan sesekali tertawa karena candaan Olin atau Rengga. Kedua orang itu benar-benar berhasil membuat suasana hati Kara jadi semakin membaik. Apa lagi setelah kemarin ia berhasil meraih kemenangan di kompetisi marching band. Rasanya kebahagiaan Kara menjadi begitu lengkap.
Tetapi, disatu titik Kara juga merasa hampa. Bola matanya bergulir, menatap kursi kosong di sampingnya. Dulu, biasanya Naresh yang akan menempati kursi itu. Dulu, mereka akan nongkrong berempat bukan bertiga. Naresh juga akan merayakan kemenangan Kara. Tak jarang cowok itu juga yang mentraktir Rengga dan Olin. Tapi, sekarang semua sudah tidak sama. Sekarang waktu tengah memaksa Kara untuk terbiasa sendirian. Tanpa ada Nareshta yang sejak dulu sudah jadi separuh dari dunianya.
"Ra, nanti pulangnya sama gue aja," ucap Rengga tiba-tiba.
"Hah? Nggak usah," tolak Kara.
Kedua alis Rengga saling bertaut. Terheran akan penolakan Kara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Playboy
Novela JuvenilNareshta Ravaleon Arkana adalah cowok populer di SMA Ganesha. Kepopulerannya ditunjang oleh penampilan dan tampang yang rupawan juga kiprahnya sebagai playboy. Naresh biasa berganti pasangan dari cewek yang satu ke cewek yang lain. Karena baginya c...