Hai, guys! Akhirnya, malam ini bisa update juga. Makasih buat yang udah vote dan komen.
Sekedar informasi juga kalo cerita ini alurnya bakal agak lambat. Jadi, harap sabar, ya. Setiap tokoh nanti juga akan mengalami pengembangan karakter, tapi nggak tiba-tiba karena jadinya pasti bakalan aneh. Hehehe.
So, kalian cukup nikmati aja cerita ini. Karena tujuan aku bikin cerita ini juga untuk sarana hiburan. Jangan terlalu dianggap serius.
Oh, iya. Makasih juga buat yang udah kasih kritik dan saran.
Happy Reading!
---
Hubungan Naresh dan Kara memang tak lagi seperti dulu. Perlahan-lahan Kara berhasil mengukir jarak di antara mereka guna menyelamatkan hatinya yang terlanjur jatuh untuk Naresh. Namun, meski begitu ada beberapa kebiasaan yang tidak berubah meski hubungan mereka sudah tak seperti dulu. Salah satunya adalah kebiasaan Kara dalam membuat bekal sarapan untuknya dan Naresh. Hari ini pun Kara bangun pagi agar bisa menyiapkan bekal untuknya dan Naresh serta untuk satu orang lagi.
"Selesai," ucap Kara begitu kotak bekal terakhir telah ia tutup.
Kara memasukkan satu kotak ke dalam tasnya, sementara yang dua ia kini ia peluk di depan dada.
Kedua kaki Kara mulai melangkah, meninggalkan dapur minimalis menuju depan gerbang. Di mana Naresh mungkin telah menunggunya.
Benar saja. Begitu gerbang dibuka Kara langsung mendapati keberadaan Naresh. Dengan jaket leather hitam yang membungkus seragam putihnya. Cowok itu juga terlihat semakin manly ketika menunggangi motor kesayangannya alias si Juki.
"Pagi, Juki!" sapa Kara seraya menepuk bagian depan motor sport hitam tersebut.
"Juki doang? Gue nggak disapa?" tanya Naresh tak terima.
Bibir Kara langsung menampilkan senyum terpaksa.
"Pagi, Bapaknya Juki," sapa Kara, datar.
"Nih!"
Kara menyerahkan dua kotak bekal tadi pada Naresh.
Diiringi raut wajah bingung, Naresh pun menerimanya.
"Kok dua?"
"Yang satu buat Yuna."
"Hah? Buat apa?"
"Ya, buat dia sarapan. Daripada nanti bekal lo dimakan terus lo kelaparan mending sekalian gue buatin buat dia juga, kan?"
Naresh langsung menarik napasnya, berat. Ia menatap Kara terlampau intens.
"Lo kenapa?" tanya Kara.
"Ra, lo bukan pembantu dia apa lagi nyokapnya. Jadi, lo nggak perlu lakuin hal ini," jelas Naresh.
Jika sedang seperti ini Naresh membuat Kara sedikit berharap untuk kembali seperti dulu. Namun, dengan cepat Kara menepis pemikiran bodohnya itu.
Kara pun berdehem pelan.
"Siapa juga yang mau jadi pembantunya Yuna? Gue, tuh, cuma lagi pengin berbaik hati aja," bantah Kara.
"Oke. Kali ini gue biarin, tapi besok-besok jangan lagi. Kalo perlu lo juga nggak usah buatin bekal buat gue lagi."
Selanjutnya, Naresh memasukkan kotak bekalnya ke dalam tas. Lalu, ia meraih helm, namun tak langsung memakainya.
"Pagi ini gue berangkat sama Yuna," lapor Naresh.
Kara berusaha bersikap biasa saja.
"Ya, udah. Berangkat sono!" usir Kara.
"Lo sama sia--"

KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Playboy
Teen FictionNareshta Ravaleon Arkana adalah cowok populer di SMA Ganesha. Kepopulerannya ditunjang oleh penampilan dan tampang yang rupawan juga kiprahnya sebagai playboy. Naresh biasa berganti pasangan dari cewek yang satu ke cewek yang lain. Karena baginya c...