Jangan lupa vote dan komen, ya, guys.
----
Rentetan bunyi klakson si Juki adalah penyambut pagi cerah Kara. Dengan tubuh yang sudah terbalut seragam dan tas baby blue yang tersampir di bahu, Kara mulai keteteran menata bekal untuknya dan Naresh. Sementara, di luar gerbang, Naresh terus membunyikan klakson motornya. Memicu kebisingan yang didukung oleh gonggongan anjing tetangga sebelah. Ah, pagi yang ricuh. Begitulah pikir Kara.
"Iya, sebentar!" teriak Kara seraya menutup kotak bekal di depannya.
Kara kira suara klakson itu akan berhenti. Namun, ternyata ia salah besar. Naresh kembali membunyikan klakson si Juki. Memancing amarah Kara naik nyaris ke ubun-ubun.
"Sabar, elaaah! Bentar lagi selesa--"
"Woi! Berisik! Gue bakar juga, tuh, motor!"
Sahutan penuh amarah dari tetangga sebelah berhasil mengunci rapat mulut Kara. Tetapi, seperti biasa, Naresh sama sekali tak terpengaruh. Meski sudah mendapat ultimatum dari tetangga sebelah, cowok itu masih saja membunyikan klakson si Juki.
Teriakan demi teriakan pun kembali terdengar. Seketika membuat Kara harus berlari tunggang langgang untuk menghampiri Naresh.
"Resh, gila! Jangan berisik!" pekik Kara yang baru melewati pintu.
Cewek itu berjalan sembari memasang sepatunya. Sementara, tangan kirinya sibuk memeluk dua kotak bekal tadi.
Kara membuka pintu gerbang, lalu menutupnya lagi. Ia pun menghadap Naresh yang hanya menampilkan ekspresi super datar. Nyaris seperti papan triplek.
"Lo apaan, sih? Pagi-pagi udah bikin ribut aja," gerutu Kara.
Tak ada jawaban dari Naresh. Sontak membuat Kara harus berusaha keras menahan sumpah serapah yang sudah menggantung di tenggorokan.
"Nih!"
Kara menyodorkan satu kotak bekalnya pada Naresh. Tanpa berucap, Naresh menerima kotak bekal tersebut dan memasukkannya ke dalam tas. Hal yang sama pun dilakukan oleh Kara.
Setelah itu, Naresh menyerahkan helm yang biasa Kara pakai. Kara tentu menerima helm tersebut, namun tak langsung memakainya karena tiba-tiba teringat fakta bahwa kemarin helm itu dipakai oleh Yuna.
Jujur saja sekarang ada sedikit rasa tak terima yang menggelitik dalam hati Kara."Ngapain bengong? Mau gue tinggal?"
"Hah?"
Cepat-cepat Kara memakai helmnya, kemudian menaiki si Juki.
Mereka pun berangkat menuju sekolah. Dengan suasana yang tak seperti biasanya. Aneh? Entahlah. Mendadak baik Kara maupun Naresh jadi saling diam di sepanjang perjalanan. Sebenarnya, Kara ingin berceloteh seperti biasanya, tapi saat mengingat bagaimana sikap Naresh pagi ini ia pun jadi berpikir ulang untuk melancarkan aksi tersebut.
Dua tangan Kara tanpa sadar mencengkeram ujung jaket Naresh. Bermaksud melampiaskan canggung yang menyusup di antara mereka. Hingga tak lama motor bernama Juki itu berhenti di perempatan karena traffic light berwarna merah.
Kara membasahi bibir, lalu menatap punggung kokoh Naresh. Kali ini Kara berharap Naresh akan sedikit bereaksi atas pertanyaannya. Kara hanya tak betah dengan atmosfer aneh di antara mereka.
Dengan tiba-tiba Kara menepuk punggung Naresh. Lalu, ia berkata, "Cie yang kemarin pulang sama mantan. Gimana? Ada kemungkinan buat balikan, nggak?"
Krik.
Sungguh, Naresh tak merespon candaan canggung tersebut. Alih-alih memberikan sedikit respon saja, Naresh justru kembali melajukan si Juki. Meninggalkan area perempatan untuk segera sampai di sekolah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Playboy
Teen FictionNareshta Ravaleon Arkana adalah cowok populer di SMA Ganesha. Kepopulerannya ditunjang oleh penampilan dan tampang yang rupawan juga kiprahnya sebagai playboy. Naresh biasa berganti pasangan dari cewek yang satu ke cewek yang lain. Karena baginya c...