Bab 60

44.1K 3.6K 179
                                    


Silau dari sinar lampu langsung menyapa tatkala matanya terbuka. Aroma menyengat dari obat-obatan pun ikut merasuki indera penciumannya.

Entah sekarang sudah pukul berapa. Entah sudah berapa lama pula ia terbaring di sana. Yang pasti saat ini yang mampu Naresh ingat hanya pertengkarannya dengan Yuna.

"Akh!"

Pekikan kecil teralun dari bibir pucatnya tepat saat pening menyerang kepala karena ingatan itu.

Perlahan-lahan, Naresh berusaha mengangkat tangan. Berniat memijat kepalanya yang terasa pening. Namun, ternyata tangannya sulit digerakkan. Ada tangan lain yang tengah melingkupi tangannya.

Pandangan Naresh pun berpindah. Bibirnya berkedut, tak mampu menahan senyum saat mendapati wajah lelah Kara tengah terlelap.

Tak bisa dipungkiri, kini Naresh merasa lega sekaligus khawatir. Ia lega karena Tuhan masih membiarkannya hidup dan menjadikan Kara sebagai orang pertama yang dia lihat ketika terbangun. Namun, ia juga khawatir saat melihat gurat lelah di wajah Kara.

"Maafin aku, Ra," ucap Naresh dengan parau.

Meski sedikit kesusahan bergerak, akhirnya Naresh berhasil mendaratkan tangannya di kepala Kara. Usapan lembut pun ia berikan pada surai hitam cewek itu.

"Lagi-lagi kamu, Ra."

"Kayaknya ... sampai kapanpun cuma kamu satu-satunya orang yang selalu ada buat aku."

Naresh tersenyum getir.

"Aku bodoh banget, ya, Ra. Aku udah salah dan nyia-nyiain kamu. Padahal ... kamu adalah orang yang paling aku butuhin," lirih Naresh.

Sesal memang selalu datang tanpa diduga. Saat ia tengah seperti ini perasaan itu pun kembali muncul. Namun, sayangnya tak ada yang bisa Naresh lakukan selain terus mengemis maaf pada Kara dan berusaha memperbaiki segala di antara mereka berdua.

"Kalo beneran nyesel ... cepat sembuh."

Lamunan Naresh terpecah kala suara serak Kara terdengar. Diikuti oleh Kara yang duduk dengan tegak tanpa melepas genggamannya.

"Ra ...."

Secercah senyum menghias bibir Kara.

"Akhirnya ... aku bisa dengar suara kamu lagi," tutur Kara.

"Maaf, Ra," gumam Naresh.

"Nggak perlu minta maaf. Sejujurnya, aku juga udah agak bosan dengar maaf dari kamu," terang Kara disertai senyum tipis.

Alhasil, Naresh pun ikut tersenyum.

"Oh, iya! Gue panggil yang lain dulu," pinta Kara.

Kening Naresh mengerut tak suka kala mendengar cara bicara Kara yang kembali seperti semula.

"Kok ... gitu lagi ngomongnya," rajuk Naresh.

"Gitu gimana?" tanya Kara.

"Tadi, kan, udah aku-kamu ... kok sekarang--"

"Please, ya. Gue geli sendiri. Udah nggak usah banyak minta," pungkas Kara, lalu beranjak keluar.

Naresh mengerucutkan bibir. Merasa sedikit kesal pada Kara.

Tak lama, pintu ruangan dibuka dan membuat Naresh menatap ke arah para manusia dengan wajah kumal itu.

"Akhirnya lo bangun juga! Gue kira lo mau mati, Resh!" seru Olin si pemilik julukan mulut mercon.

Ekspresi Olin terlihat begitu menyebalkan.

"U-udah baikan?" tanya Rengga.

Cowok itu canggung luar biasa.

Possesive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang