Bab 43

50.9K 3.8K 92
                                    


"Resh, duluan, ya! Emak gue pasti udah masak enak, nih," pamit Rayen sembari sedikit mengejek Naresh.

Di ruang klub basket memang hanya tinggal mereka berdua. Anggota yang lain sudah pulang lebih dulu.

Sambil membereskan jerseynya, Naresh pun berkata, "Pulang aja. Nggak usah balik sekalian."

"Dih! Pundung! Tenang nanti gue kasih, deh, sisa masakan emak gue," sahut Rayen terlampau sombong.

"Nggak minat," jawab Naresh.

"Serius? Masakan emak gue enak, lho. Pasti lebih enak dari masakan emak lo. Eh! Lo kan nggak punya emak, ya," celoteh Rayen diakhiri kekehan puas.

Celotehan Rayen sedikit banyak berhasil menyulut rasa kesal Naresh.

Tubuh cowok berseragam putih abu-abu itupun berdiri tegak. Atensi yang semula tertuju pada tas ransel, kini berpindah pada sosok Rayen yang berdiri sambil cengengesan di depan pintu.

Tangan kanan Naresh mengambil bola basket di dekat kakinya.

"Lo ngoceh lagi gue bikin benjol jidat lo," ancam Naresh.

Wajah Rayen langsung pucat pasi. Sadar bahwa ancaman Naresh sedari dulu tak pernah main-main.

"Buset, Resh! Kaku amat lo kek badan nenek gue. Ck! Iya, deh, iya. Nih, gue pulang," oceh Rayen, lalu berlari meninggalkan Naresh.

Desahan pelan teralun dari bibir Naresh yang agak pucat. Sedikit lega baginya karena berhasil mengusir serangga berisik bernama Rayen.

Setelah suasana ruangan sudah lebih tenang, Naresh melanjutkan kegiatannya. Ia melipat jersey dan membereskan beberapa barang yang hari ini ia bawa.

Sesekali Naresh menggerakkan lehernya. Sedikit merasakan kaku pada otot lehernya karena lelah bertanding. Beruntung rasa lelahnya terbayar dengan hasil yang memuaskan. Hari ini tim SMA Ganesha kembali menang.

"Tinggal beberapa langkah lagi," ucap Naresh.

"Resh?"

Suara yang cukup familiar terdengar tiba-tiba. Mau tak mau membuat Naresh harus kembali menunda aktivitasnya yang hampir selesai.

Tubuh tinggi Naresh berbalik. Sosok Yere yang bersandar di pintu langsung menyambutnya.

"Ngapain?" tanya Naresh acuh tak acuh.

Hubungan Yere dan Naresh sama seperti hubungan Rengga dan Naresh. Lebih tepatnya Yere juga menjauhi Naresh. Jadi, agak aneh bagi Naresh saat melihat Yere yang mendatanginya.

Yere menghampiri Naresh. Keduanya saling berpandangan.

"Ada yang mau gue omongin," terang Yere.

"Silakan! Waktu gue nggak banyak," pinta Naresh.

"Sombong banget lo," sahut Yere diakhiri kekehan remeh.

"Kalo lo--"

"Bisa nggak lo berhenti terlibat sama Yuna dan terus gangguin Kara? Lo tau? Tindakan lo itu cuma bikin Kara jadi makin sedih," tandas Yere.

"Lo cowok. Harusnya lo bisa lebih tegas. Lo harus bisa milih sama siapa. Bukannya malah ladenin dua-duanya. Kalo kek gini sama aja lo nyakitin mereka berdua," lanjut Yere.

"Lo nggak berhak ngatur gue!" bantah Naresh.

Yere kembali terkekeh. Ia merasa agak konyol dengan jawaban Naresh.

"Gue bukan mau ngatur elo, tapi gue mau lindungin sahabat gue, Kara!" tegas Yere.

Raut wajah Naresh terlihat sedikit resah ketika mendengar kata-kata Yere. Bahkan, beberapa kali cowok itu menarik napasnya gusar.

Possesive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang