Bab 45

52.3K 3.9K 112
                                    


Turnamen basket tahunan tingkat SMA akhirnya tiba pada babak final. Seluruh penjuru SMA Ganesha, kini sudah dipenuhi oleh siswa-siswi yang menjadi pendukung untuk dua tim yang hari ini akan bertanding, yaitu SMA Ganesha dan SMA Cendekia.

"Tim sebelah boleh juga suporternya," cetus Vero.

Kedua tim sedang bersiap di tepi lapangan. Mereka hanya tinggal menunggu instruksi untuk masuk ke lapangan.

"Resh, udah siap buat pegang piala belum?" tanya Rayen penuh percaya diri.

Sayangnya, Naresh tidak tampak peduli pada ocehan Rayen dan teman-temannya yang lain.

Di bawah terik matahari wajah Naresh yang kaku dan dingin terlihat demikian jelas. Entah apa yang sedang ada dalam pikirannya. Bahkan, sesekali Naresh terlihat seperti ingin mengumpat. Seakan-akan ada sesuatu yang amat menggangunya.

"Resh, lo kenapa, sih?" tanya Eric mulai waswas.

"Nggak apa-apa," jawab Naresh singkat.

"Tenang aja. Paling lagi nervous," sahut Revo.

Eric mencoba mempercayai kata-kata Revo. Lalu, ia fokus melakukan peregangan tubuh. Sedangkan Naresh hanya berdiri sambil berkacak pinggang.

Alis tebalnya tampak menukik. Pertanda memang ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Atensi Naresh tertuju pada kerumunan penonton di seberang sana. Ada dua orang sekaligus yang jadi fokus perhatian Naresh. Satu cewek bersurai kecokelatan yang tengah memegang papan karton dengan tulisan 'Semangat, Nareshta!' dan satu lagi adalah cewek bersurai hitam panjang dengan poni depan tertata rapi yang tengah meminum es jeruk.

"Jadi, sebenarnya lo mau yang mana? Eh, maksud gue lo mau siapa? Yuna atau Kara?" bisik Eric, tiba-tiba.

Bola mata Naresh berotasi malas. Lalu, tangan kanannya terangkat dan berhasil menjitak kepala cowok tengil itu.

"Aih! Sakit, Resh!" pekik Eric.

"Si bego! Ayo ke lapangan!" hujat Rayen sembari menarik Eric ke tengah lapangan.

Naresh pun mengikuti Rayen dan teman-teman lainnya.

Kedua tim sudah berbaris dan saling berhadapan. Sebentar lagi pertandingan final pun dimulai.

Kapten dari masing-masing tim, kini berdiri di tengah lapangan dengan wasit yang bersiap melempar bola ke atas. Sang wasit menatap kedua orang tersebut untuk memastikan bahwa keduanya sudah siap.

"Siap?"

Keduanya mengangguk serentak. Bola pun dilempar bersama peluit yang ditiup. Pertandingan antara SMA Ganesha dan SMA Cendekia resmi dimulai.

"Nareshta! Nareshta! Nareshta!"

"Rajendra! Rajendra! Rajendra!"

Suporter dari dua tim saling meneriakkan jagoan sekaligus kapten tim mereka. Rajendra si kapten handal dari SMA Cendekia yang memang sudah jadi saingan Nareshta dari tahun ke tahun. Tahun ini pun mereka kembali bertemu di final.

"Nareshta! Ayoooo!!"

"Wuhuuuuuuu!!"

Poin demi poin terus tercetak. Kedua tim saling mengejar hingga skor yang dicapai hanya beda beberapa angka.

Kondisi lapangan semakin heboh. Para suporter beradu teriakan. Terus mengumandangkan nama jagoan masing-masing sebagai ajang pembuktian bahwa mereka pasti menang. Meskipun saat ini hasilnya sungguh sulit ditebak. Sebab, kedua tim sama-sama kuat.

"Duh, Ra! Kok, tumben Naresh mainnya agak eror," gumam Olin sembari menggigiti kuku-kukunya.

"Nggak tau," jawab Kara.

Possesive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang