6. Validation

2.8K 292 101
                                    

Cahaya matahari menembus sela-sela gorden, membangunkan Ian yang masih tertidur lelap berbalut selimut penutupi pinggangnya.

Tangannya bergerak menelusuri tempat tidur, mencari sesuatu yang tidak ia temukan sampai harus membuka mata sepenuhnya.

"Mimpi." ucapnya dalam hati.

Nafas Ian berdengkus, tubuhnya ia terlentangkan mentap langit-langit kamar, matanya kembali dipejamkan dengan ditutup lengannya sendiri.

Senyum miris terpatri di wajahnya, segitu merindunya kah ia sampai memimpikan Ayudia dan Arga kembali kesini, suatu hal tidak mungkin setelah perlakuannya beberapa hari lalu. Sungguh, Ian menyesali mencium Celya di depan Ayudia dan mengharapkannya cemburu, Ian juga menyesali menawarkan uang pada Ayudia seolah ia adalah wanita bayaran.

"Ian si bodoh." rutuknya sendiri.

"Bunda gak bisa!"

"Bundaaaa..."

Cklekkk...

"Papah..."

Ian menyingkirkan lengannya yang menutupi mata, menengok melihat anak berumur sembilan tahun membuka pintu kamarnya dengan wajah merengek.

Enggan beranjak dari rebahnya, Ian memilih memperhatikan sosok yang ia rindu berjalan menghampiri, menaiki tempat tidur lalu duduk di sampingnya, Ian masih menganggap sosok anak kecil ini sebagai efek halusinasi dari obatnya.

"Papah bangun!"

Sebelum akhirnya tersadar saat tangan Arga mengguncang tubuhnya.

"Papaaaahhhh..." teriaknya.

"Arga gak teriak-teriak gitu, masih pagi. Mas, kamu gak apa-apa?"

Ayudia menghampiri Ian, duduk di sisi sebelahnya yang kosong kemudian menepuk wajah Ian yang masih mencerna apa yang terjadi pagi ini.

"Mas Ian, Mas-" tak ada jawaban apa-apa selain wajah yang terdiam kaku, "Arga jagain Papah, Bunda panggil dokter Denish dulu."

Jantungnya seolah kembali berdetak, raganya kembali menapaki bumi, Ian yang sudah sadar sedari tadi kemudian menahan tangan Ayudia yang hendak kembali berdiri.

"Gak, gua gak apa-apa."

Dada Ian naik-turun, nafasnya tersenggal mendapati semalam bukanlah halusinasi apalagi mimpi, kembali Ayudia dan Arga benar ada di hadapannya, disini, kembali tinggal bersamanya.

Wajah Ian masih pucat, Ayudia membantunya yang berusaha duduk pada headboard tempat tidur.

"Arga kenapa? Tadi mau minta tolong apa sama Papah?"

Arga kembali berdiri, menunjuk kancing bajunya yang salah pasang, "Ini."

Ian menarik tangan Arga agar lebih mendekat, mengancingkan ulang seragam sekolahnya yang sedikit kusut karena si anak yang tadi berlarian mencari Ayudia.

"Mau dianter sekolah sama Papah?"

Arga mengangguk kesenangan, "Mauuu!"

"Gak Arga, Mas Ian masih sakit." ucap Ayudia yang menyurutkan semangat Arga.

Pundaknya melesu, Arga menatap Ian yang juga mengedikkan bahu, ia tidak bisa melakukan pembelaan jika Ayudia sudah memutuskan demikian. Mungkin ini yang namanya trauma pasca ditinggalkan.

"You called me Papa?"

Ayudia menggeleng, "Enggak."

"Yes, you are."

"No, I never said that."

Ian menatapi Ayudia sambil terkekeh, ia kemudian beranjak dari tempat tidur, membawa Arga bersamanya untuk sarapan di bawah.

Hold On [NCT Taeyong FF] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang