Chapter 12 : Yeon-Hwa

101 13 0
                                    

우정에 관한 가장 아름다운 것은 이해와 이해이며.

"Hal yang paling indah dari persahabatan adalah memahami dan dipahami."



"Kau dari mana saja!" Aku kesal bukan main. Bisa-bisanya Kaze menghilang selama lebih dari satu jam meninggalkanku sendiri di keramaian.

Kaze tampak pucat. Nafasnya terengah-engah seolah dia habis berlari jauh. "Apa pendaftarannya sudah selesai? Apa kau bisa tampil nanti malam?" Tanyanya.

"Tentu saja! Aku kan sudah lama berlatih. Mereka bilang tarianku bagus dan aku diperbolehkan menunjukkan tarianku nanti malam."

"Lalu sekarang bagaimana? Apa kita akan menunggu sampai malam di sini?"

Tidak. Aku tidak mau lebih lama lagi berada di keramaian dengan pakaian ini.

Jadi kami memutuskan untuk kembali ke Dong-gung. Tepat saat waktunya makan siang, kami sudah sampai di Dong-gung. Aku sudah membeli makanan untuk makan siang kami karena aku tahu kami akan makan bubur lagi jika aku tidak membeli apa pun di kota. Pasangan aneh pemilik Dong-gung itu dua-duanya tidak bisa masak dan tidak pernah ada yang masak jadi kami selama ini hanya membeli makanan di kios makanan terdekat.

Saat aku baru akan menyajikan lauk dan sayur yang kubeli di kota untuk makan siang kami, aku mendengar suara pintu dibanting dari lantai tiga.

"Mereka kenapa lagi?" Tanyaku pada Shuu, karena hanya dia yang berada di dalam Dong-gung hingga siang ini. Jenderal Elias, maksudku Elias—aku selalu lupa dia bukan seorang Jenderal lagi—entah ada di mana. Aku tidak mau memedulikannya.

Shuu tidak langsung menjawabku. Dia menoleh menatap Kaze dalam diam, sorot matanya tampak mengkhawatirkan gadis kecil itu. Aku yakin mereka sedang bertelepati. Kaze tampak lebih diam semenjak kami pulang dari balai kota. Padahal biasanya dia selalu ceria. Wajahnya juga terlihat pucat. Tapi dia tidak menceritakan apa pun dan aku tidak mau mencampuri urusan para Naga jika mereka tidak mau aku ikut campur. Aku percaya Kaze akan cerita padaku jika sudah saatnya nanti.

"Halo! Aku di sini! Tidak bisakah kita bicara dengan normal tanpa telepati?" Tanyaku setelah sekian lama tidak ada yang bicara. Aku mulai kesal dengan urusan para Naga ini.

"Aku sudah bilang, kan! Tidak aman untuk mereka! Terlalu berbahaya. Kenapa kau membiarkannya?" Kali ini terdengar suara Diana dengan logat khas orang Schiereiland di lantai tiga. Rupanya mereka sedang bertengkar.

"Dia baik-baik saja. Dia kembali dengan selamat. Tenang lah." Riz mencoba menenangkan. Aku salut padanya. Bisa-bisanya seorang Navarro bersikap selembut itu jika di hadapan Istrinya.

"Bagaimana kalau dia juga mati... Bagaimana kalau—"

"Tidak akan. Aku pastikan mereka tetap aman. Kita akan menjaga mereka. Untuk itulah kita ada di sini."

Lalu hening.

"Haruskah kita memanggil mereka dan mengajak makan siang bersama atau kita bisa makan lebih dulu? Aku sudah sangat lapar kalau harus menunggu drama rumah tangga mereka selesai." Tanyaku pada Shuu. Dia bisa membaca pikiran, jadi dia pasti tahu apa yang harus kami lakukan di saat seperti ini.

Shuu tampak sedang mendengarkan isi pikiran pasangan itu. Dia mendongak ke atas, ke arah kamar Diana dan Riz. Lalu mengalihkan pandangannya padaku. Dia sepertinya sedang menahan senyum. Entah apa yang terjadi di atas sana, sepertinya pertikaian suami istri itu sudah usai karena tidak terdengar suara apa pun.

"Kita makan duluan saja." Kata Shuu kemudian.

***

Kali ini aku berada di puncak gunung bersalju.

Lotus of East PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang