人生如天气,可预料,但往往出乎意料.
"Hidup itu seperti cuaca, dapat diprediksi tetapi sering kali tidak terduga."
Pagi ini, tidak seperti biasa, Raja kami bangun lebih awal dari semua orang di Dong-gung. Dia meminta kami menemuinya di ruang bawah tanah segera setelah kami selesai sarapan.
"Menurutmu apa yang ingin dibicarakan beliau?" Tanya Kaze saat kami dalam perjalanan menuju ruang bawah tanah. Kami melewati taman Dong-gung yang semakin hari semakin indah dipandang. Bahkan saat kelopak-kelopak bunga sakura sudah mulai berguguran, bunga-bunga di taman ini tak terusik sama sekali. Mereka tetap bermekaran.
"Belakangan ini beliau menutup rapat isi pikirannya. Sepertinya apa pun itu, beliau tidak ingin kita tahu."
"Apa mungkin... Beliau mau bicara tentang itu?"
"Tentang apa?"
"Kau tahu... Tentang orang yang membunuh Pangeran Yi. Apa kita akan tetap tutup mulut soal itu?"
"Jika beliau bertanya, kita harus menjawabnya dengan jujur. Kita tidak bisa berbohong pada Raja kita."
Sesampainya kami di ruang bawah tanah yang kali ini tidak dikunci, Raja kami mempersilahkan kami duduk. Dia menuangkan jus buah untuk kami, sedangkan untuknya sendiri dia menuangkan anggur. Hari masih sangat pagi tapi dia sudah minum anggur. Padahal seribu tahun yang lalu dia menghindari minuman beralkohol.
Ruang bawah tanah kami adalah replika ruang santai Istana kami dulu, versi lebih modern tentu saja. Seribu tahun yang lalu tidak ada lampu gantung kristal seperti yang ada di sini. Ruangan ini seluas rumah dengan beberapa pintu ke ruangan lainnya yang aku tak tahu ruang apa saja isinya. Di salah satu ruangan itulah Raja dan Ratu kami menyimpan persediaan anggur yang mereka bawa dari Schiereiland.
Aku melirik ke arah Raja kami yang sedang memperhatikan kami bergantian. Aku berusaha membaca isi pikirannya, tapi tidak bisa. Dia memblokirku.
"Di mana Baginda Ratu?" Tanya Kaze, memecah keheningan di antara kami.
"Anna sedang tidak enak badan jadi dia beristirahat di kamar lantai tiga. Louis sudah memberinya obat. Biarkan dia tidur seharian ini."
"Kemarin juga beliau tidak keluar kamar seharian." Renung Kaze.
"Apakah parah?" Tanyaku langsung.
"Tidak. Tidak parah." Katanya. Tapi dari nada suaranya, dia sepertinya ragu akan hal itu. Aku baru memperhatikannya sekarang, Raja kami sepertinya tidak tidur semalaman. Dia tampak kacau dan berantakan. Kantung matanya hitam dan matanya sembap seperti habis menangis. Dia bukannya bangun lebih awal, dia terjaga semalaman menjaga Ratu kami yang sepertinya sedang tidak sehat. Dia menenggak anggurnya, "Kuharap tidak parah." katanya lagi, lebih kepada dirinya sendiri.
Aku mencoba menerka-nerka apa yang akan dia katakan pada kami. Jika Ratu sakit, mungkin Raja kami ingin meminta kami agar bekerja di kedai dan tidak keluar hari ini. Mungkin juga dia ingin membawa Ratu kembali ke negara asalnya. Atau mungkin dia ingin aku menyembuhkannya dengan kekuatan Naga Air. Tidak. Bukan itu. Raja kami hanya perlu menciumnya dan beliau akan langsung sembuh. Jadi kenapa Ratu kami masih belum sembuh? Kenapa dia meminta Louis memberinya obat? Inikah yang dirasakan orang-orang yang tidak dapat membaca pikiran seumur hidup mereka? Rasa penasaran akan isi pikiran orang lain benar-benar membuat frustasi.
"Perlukah saya panggilkan tabib yang saya kenal, Baginda?" Tanya Kaze.
Kenapa? Kalau Baginda Raja saja tidak bisa menyembuhkannya apalagi Tabib biasa? Tanyaku lewat telepati kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lotus of East Palace
FantasiLanjutan dari 'The Rose of The South' Lee Yeon-Hwa menghabiskan seluruh hidupnya untuk berlatih agar dapat menjadi ksatria wanita. Impiannya terwujud. Di usianya yang ke dua puluh tahun kini dia sudah menjadi salah satu ksatria wanita Pasukan Montre...