09. Raina dan keputusan

5.1K 468 5
                                    

Hari demi hari, raina hadapi. Bentakan, hinaan, bahkan tamparan adalah makanan sehari-hari raina ketika di rumah.

Ia selalu dibandingkan dengan seseorang yang merebut kebahagiaannya. Ia hanya ingin kasih sayang dari seorang ibu, namun sang ibu hanya mengacuhkannya dan malah membela dea, adik tiri yang dibenci raina.

Bolehkah ia bahagia? Ia ingin kasih sayang dari sang ibu.

Apa masalahnya? Bahkan ia lebih baik dari dea!!

Dea, dea yang membuat seseorang yang ia sayangi meninggalkannya!

Ia ingin sang ayah kembali! Kembali hidup bersamanya!!

Ia benci dea!! Dea!! Dan dea!!

Sekarang, ia sedang ada di depan sang ayah.

"Hai papa, rai bawain makanan kesukaan papa. Ayo, dimakan dong pah. Masa di liatin aja, papa nggak suka lagi ya sama nasi goreng buatan raina?"ucap raina dengan kesal sekaligus sedih karena sang ayah tak merespon apapun.

Air mata raina jatuh begitu saja dan ia mengatakan sesuatu kepada makam sang ayah. "Hiksss papa, bisakah papa kembali? Aku kesepian pah, mama jahat sama aku pah!."katanya sambil menangis.

"Mama malah bela dea pah! Mama tampar aku pah!! Aku sakit pah! Aku terluka!! Mama tega lukai anak kandungnya sendiri! Mama nggak sayang aku pah!"ucap raina dengan putus asa kepada makam sang ayah.

"Andai dulu mama nggak tidur sama om adam, mungkin sekarang ini kita menjadi keluarga yang bahagia."

"Dea selalu menfitnah aku pah! Karena dia, aku selalu ditampar mama bahkan aku pernah dicambuk pah! Bolehkan aku menyusul papa? Rai capek pah! Rai pengen hidup dengan tenang tanpa ada gangguan apapun."

"Rai capek selalu memasang wajah tersenyum dan berpura-pura untuk membully siswa cupu atau miskin, topeng yang selalu rai pakai untuk menutupi luka yang ada di rai pah!"ucap raina sambil menangis menunduk melihat kearah tanah.

Rumah adalah tempat paling nyaman. Namun bagi sebagian orang, rumah bukanlah tempat yang paling nyaman untuk ditinggali.

Rumah adalah tempat dimana rasa sakit di hati mereka tumbuh, rumah bagaikan tempat siksaan. Dimana semuanya terjadi, perubahan sikap maupun hati yang tertutup.

Inilah yang dirasakan oleh raina anastasia vandraka. Dibentak, tak mendapatkan kasih sayang dari sosok wanita yang melahirkannya, di cambuk, di bedakan, di acuhkan, dan masih banyak lainnya.

Ia hanya ingin sang ayah kembali, mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu dan hidup dengan tenang tanpa ada gangguan yang mengusiknya.

"Tapi, papa pasti kecewa kan sama rai. Papa nggak mau liat rai nangis dan sekarang rai malah nangis, di depan papa lagi. Rai sadar pah, masih ada kakek, nenek, alan, anzi dan ayah bram yang selalu ada di sisi rai."ucap raina sambil menghapus air matanya.

"Rai usahain untuk datang kesini setiap hari pah, biar papa ada temennya."ucap raina sambil tersenyum dan mengelus batu nisan sang papa.

Raina pergi dari makam sang papa dengan kotak makan yang ia bawa tadi.

Saat sampai di rumah.

Plakk

Sebuah tangan menampar wajahnya, ia yang merasakan sakit di pipinya pun memegangi pipi yang terkena tamparan.

"Mama?"tanya raina dengan bingung sambil  menatap sang ibu yang terlihat marah.

"Kamu apain dea hah?!"bentak jena, ibu dari raina.

Raina menggelengkan kepalanya dan menjawab. "Aku nggak ngapa-ngapain mah, aku tadi ke makam papa."

"Bohong mah, tadi kak raina nampar aku. Lihat ini ada bekasnya."ucap dea dengan tiba-tiba sambil menunjuk kearah wajahnya.

"Sayang, ini pasti sakit kan?."ucap jena dengan khwatir kepada dea.

Raina yang melihat itu hatinya seperti teriris, dan tersenyum kecut.

'Kapan bisa dikhawatirin sama mama?'pikir raina menatap pandangan di depannya dengan iri.

Air mata buaya dea mulai turun ketika jena menghawatirkan dirinya.

Dea mengangguk. "Sakit banget mah."jawab dea dan jena langsung memeluk dea dengan lembut.

Raina yang muak dengan pemandangan di depannya pun langsung pergi menuju kamarnya tanpa mendengar panggilan dari jena.

Ia menutup pintu kamarnya dengan keras, ia bersandar di pintu dan air mata kembali turun.

" Hiksss, kapan mama bisa khawatir sama aku? Hikss, kapan aku bisa jalan sama mama? Aku pengen kayak anak-anak diluar sana yang bisa bercanda dengan ibunya."gumam raina sambil menangis.

Tatapan mata raina berubah menjadi tajam. "Aku tak akan seperti ini lagi, dan aku akan berhenti berharap kepada wanita itu. Aku akan melawan mereka dan aku akan keluar dari rumah ini."ucapnya dengan wajah datar.

Raina menatap keatas dan bergumam. "Maaf ayah, aku harus menjalani hidupku sendiri."

Kemudian raina membereskan semua pakaiannya dan semua barang-barang nya. Setelah itu ia turun sambil menarik kopernya.

Di bawah, raina tak melihat sang ibu dan dea. Ia tak memperdulikan itu dan kemudian keluar dari rumah itu. Saat keluar, ia berpapasan dengan adam gianta suami dari sang ibu yang sekarang.

"Aku pergi om, makasih."ucapnya dan langsung pergi dari hadapan adam.

"Raina, om minta maaf."gumam adam dengan menatap kepergian raina dengan sendu.

....

Suara petir menghiasi langit sore dan di sebuah rumah mewah, ada seorang gadis yang kedinginan di depan rumah mewah itu.

Tok
Tok
Tok

Ceklek

"Astagfirullah non."ucap bi hera dengan khawatir saat melihat raina yang basah kuyup di depan pintu dengan koper yang ada di tangan kanannya sedangkan tangan kiri memeluk dirinya sendiri, bi hera adalah pembantu keluarga vandraka atau keluarga dari sang ayah.

"Ughh, bi i-ini dingin."ucap raina kepada bi hera dengan lemah dan badan yang bergetar karena dingin.

Bi hera langsung memeluk raina dan menuntun raina untuk masuk kedalam, bi hera juga menyuruh mang dudi untuk mengambil koper yang ada di tangan raina.

Mereka pun masuk kedalam, bi hera mendudukan raina di sofa ruang tamu dan bi hera langsung berlari menuju dapur untuk membuat teh hangat, sekaligus mengambil handuk untuk raina.

Bi hera kembali dengan handuk di tangannya dan teh hangat di tangan yang satunya, bi hera membungkus raina dengan handuk agar tetap hangat.

"Ini non, diminum. Biar tubuh non raina hangat."ucap bi hera sambil memberikan teh hangat kepada raina.

Raina mengambil teh hangat dari bi hera dan kemudian meminumnya. "Makasih bi."ujar raina dengan senyuman.

Bi hera hanya mengangguk pelan.

"Non, kenapa non bawa koper?"tanya mang dudi dengan penasaran kepada raina.

"Rai pergi dari rumah mang, rai udah nggak betah disana dan rai udah cape."jawab raina dengan pelan.

"Sebaiknya non cerita saja kepada tuan wisnu, agar tuan wisnu tahu."ujar bi hera kepada raina dan diangguki oleh raina.

Bi hera menyuruh mang dudi untuk kembali ke tempatnya, dan bi hera membantunya raina menuju kamar.

.

.
.
.
.

Komen untuk next→

Jangan lupa vote, komen and share.

Bye²

𝐀𝐋𝐃𝐀𝐍 [END] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang