08

47 16 12
                                    

Support Author dengan memberi Vote ☆ dan Komentar~

(❁´◡'❁)♡Thanks!

●●●

Lorong panjang itu diisi oleh sejumlah mahasiswa yang sibuk lalu lalang dengan berbagai kepentingannya masing-masing. Sebagian besar adalah mahasiswa semester akhir seperti Harsa, yang datang ke kampus pagi-pagi, berharap sang dosen pembimbing yang mereka nantikan mau meluangkan waktu sejenak untuk menerima konsultasi skripsi.

Pun Harsa, yang saat ini baru saja keluar dari ruang dosen dengan wajah sumringah, seolah ingin berteriak antusias saat itu juga, namun tertahan rasa malu dengan ramainya kondisi sekitar. Lantas, ia hanya menatap Yenny yang duduk di salah satu kursi tunggu dengan empat dudukan, matanya berbinar-binar.

"Bagaimana?" Tanya Yenny seraya bergegas menegakkan tubuhnya kala sadar bahwa Harsa sudah ada di hadapannya.

Harsa menggaruk kepalanya yang tak gatal, terlihat salah tingkah. "Aku sudah boleh seminar."

"Waaaahhh!!!" Yenny melompat kecil tanpa memperdulikan orang-orang yang mulai menatapnya dengan alis bertaut, namun ia tak mempermasalahkannya.

Yenny memang memiliki kepribadian yang ceria dan tidak ragu dalam mengekspresikan diri. Berbeda dengan Harsa yang terlalu banyak berpikir, bahkan untuk sekedar tersenyum tipis saja.

"Kapan seminarnya?"

Harsa mengangkat bahu. "Aku belum mendaftar. Dosen ku ingin aku menyiapkan file presentasi dulu, dan setelah di-review, baru aku diijinkan mendaftar seminar. Semoga aku tidak bertemu dosen penguji yang menakutkan."

Yenny mengangguk asal, karena pada dasarnya ia tidak begitu paham mengenai alur penyelesaian skripsi karena ia mengambil jenjang diploma untuk pendidikannya.

"Aku yakin kamu akan berhasil."

"Thanks Yen." Harsa tersenyum singkat. "Jadi beli suki?" Lanjutnya.

Yenny memasang wajah sinis. "Kalau tidak jadi untuk apa aku membututimu hingga ke kampus dan duduk menunggu seperti orang bodoh sendirian."

"Bukannya kamu perempuan paling pintar di dunia?"

Yenny mendaratkan tinju pelan di dada kanan Harsa, sedikit merasa malu meskipun ia berusaha menutupinya sedemikian rupa dengan mempertahankan ekspresi sinisnya. Harsa memang terbiasa memuji Yenny, karena gadis itu benar-benar memiliki tangan yang terampil. Bisa dibilang, Yenny adalah sosok perempuan idaman hampir setiap kaum adam, karena ia tidak hanya cantik, tetapi juga memiliki kepribadian yang baik, dan didukung dengan ragam keterampilannya yang membuat dirinya semakin menonjol sebagai seorang wanita.

"Jangan bicara yang aneh-aneh! Ayo berangkat! Aku sudah-"

Dering ponsel Harsa mengejutkan keduanya hingga Yenny pun lupa apa yang ingin dikatakannya. Lantas, Harsa meraih ponsel di sakunya, mengeja nama yang terpampang di sana.

Ia mengulum senyum.

"Ya? Ada apa, Rain?" Ucap pria itu, hingga ekspresi Yenny berubah datar kala mendengar Harsa menyebut nama gadis yang baru-baru ini dikenalkan padanya.

"Aku lagi di toko buku nih! Aku baru ingat kalau tempat ini dekat dengan kampusmu."

"Oh, di Papertale ya? Cari buku untuk keperluan di kampus?"

Dari seberang sana, Rain menggelengkan kepalanya, meskipun sadar bahwa gerakannya itu sia-sia karena pria yang sedang bicara padanya tentu tak mampu melihatnya.

"Aku ingin beli buku-buku cerita untuk anak-anak di panti."

Harsa mengernyitkan dahinya. "Kamu pergi sama siapa?"

ORAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang