Support Author dengan memberi Vote ☆ dan Komentar~
(❁´◡'❁)♡Thanks!
●●●
---
“... Karena semua anak yang ada di dunia ini memiliki hak untuk hidup, hak untuk tumbuh, hak untuk mendapat perlindungan. Bersama-sama, kita bisa dan mampu memberikan perubahan nyata pada kehidupan mereka...”
---
Rain meneguk air putih tanpa mengalihkan pandangannya dari layar TV yang tengah menayangkan sebuah panti asuhan yang membutuhkan donasi untuk anak-anak yatim piatu di sana.
Tayangan semacam itu selalu sukses mencuri rasa empati Rain, terutama karena sejak awal ia memang mudah merasa kasihan pada orang-orang yang terlahir dengan kemampuan ekonomi yang terbatas dan orang-orang yang tidak memiliki keluarga. Rain melirik ke arah kedua orang tuanya yang rupanya juga sedang fokus menonton TV.
Rain berdeham. “Daripada terus-terusan mempersempit rumah ini dengan koleksi alat musik kalian yang rata-rata hampir serupa tapi tak sama itu, bagaimana kalau kalian gunakan uang kalian untuk berdonasi di sana?”
“Rumah kita tidak sempit, Rain. Lagi pula, alat musik yang Papa koleksi itu memang berbeda-beda. Contohnya gitar Papa, ada yang bahannya dari kayu maple, ada yang dari mahogani, rosewood, dan masih banyak lagi. Mereka menghasilkan suara yang berbeda.”
Rain menggembungkan kedua pipinya, memicingkan mata, sementara ibunya menahan tawa melihat wajah gadis itu. “Baiklah, Papa. Aku tidak mengerti apa pun mengenai kayu maple atau apalah. Kalau sirup maple baru aku tahu. Aku sekedar ingin menyampaikan pendapat. Jika Papa punya terlalu banyak uang sampai bisa mengoleksi puluhan alat musik yang belum tentu Papa sentuh sebulan sekali, kenapa tidak Papa coba sumbangkan sebagian ke sana?” Rain menunjuk ke layar TV dengan telunjuknya. “Duh, sudah selesai tayangannya.”
“Ide bagus, Rain! Bagaimana kalau sekalian kita adakan konser amal untuk mereka?” Sahut ibu Rain.
Mendengar pernyataan itu, mata Rain langsung berbinar-binar. Ia memang tidak menyukai pekerjaan ayahnya sebagai musisi, tetapi jika ada tujuan baik di belakangnya, ia tidak akan menolak sedikit pun. “Aku setuju!” Gadis itu berseru. Wajahnya berseri-seri.
Ayah Rain terkejut dan hampir tersedak makanan di dalam mulutnya yang belum selesai ia kunyah. “Kita tidak bisa mengadakan konser amal begitu saja. Ada banyak hal yang harus diurus, mulai dari perijinan, lalu mengatur konsep, membicarakannya pada pihak panti, dan-”
“Untuk apa Papa menggaji manajer dan asisten Papa kalau mereka tidak bisa mengurusnya?” Potong Rain, alisnya bertaut.
“Ayolah! Pasti menyenangkan.” Ibu tiri Rain turut membantu Rain meyakinkan ayahnya. Mereka saling lirik dan melempar senyum satu sama lain. Sementara, ayah Rain menghela nafas pendek.
“Baiklah, nanti Papa bicarakan dengan mereka.”
“Yeeeeeey!!!” Rain dan ibunya kompak berseru dengan wajah penuh kemenangan.
Setidaknya, suasana di ruang makan keluarga Rain pagi ini jauh lebih baik dari biasanya. Bahkan, Rain tidak terburu-buru menghabiskan sarapan hanya karena tidak ingin terlalu lama berada di meja yang sama dengan ayahnya. Sang ibu tersenyum hangat, dalam hati berharap bahwa suasana seperti ini akan bertahan lama ke depannya.
●●●
Rain tak tahu lagi apa yang harus ia katakan pada para “pengemis gosip” di kampusnya yang masih saja menyinggung soal fotonya bersama pria yang mengenakan jaket bertuliskan “Agen Jeruk Lana”, meski pun ia cukup puas melihat orang-orang juga mulai membicarakan mengenai perselingkuhan Hari dan Sasha.

KAMU SEDANG MEMBACA
ORAIN
Roman d'amour[HwangShin] Gadis itu bernama Rain. Ia menyukai langit senja. Ia menyukai buah jeruk. Ia menyukai warna jingga. Ia menyukai dirinya, meski pun ternyata cukup banyak yang merasa sebaliknya, memilih menyakiti perasaannya. Berulang kali dikecewakan ole...