21

37 12 0
                                    

Support Author dengan memberi Vote ☆ dan Komentar~

(❁´◡'❁)♡Thanks!


●●●


Harsa beberapa kali menarik nafas, menghirup aroma ruangan yang ia kunjungi untuk kedua kalinya. Ia tersenyum antusias menatap koleksi alat musik milik Ayah Rain, pemandangan yang begitu ia rindukan dan membuatnya selalu ingin kembali ke sana. Dua minggu telah berlalu sejak pengumuman ajang cipta lagu yang ditujukan untuk para musisi yang karyanya tak pernah disorot media, dan kini Harsa semakin giat berusaha. Ia bersyukur memiliki waktu lebih banyak karena Rain sudah lebih dulu memberitahunya tentang akan diadakannya acara ini. Ditambah lagi, ayah Rain begitu mendukung pria itu hingga mengijinkannya menggunakan ruangan itu sesukanya. Tidak hanya alat musik, ayah Rain bahkan tidak ragu meminjamkan studio mininya untuk digunakan oleh Harsa.

Mendapat dukungan sebesar itu, Harsa merasa senang sekaligus sedikit sedih karena teringat pada ayahnya yang tidak mendukungnya barang sedikit pun. Memang tidak bisa dipungkiri, dukungan dari ayah Rain tidak terlepas dari kesamaan mereka yang keduanya menyukai musik, berbeda dengan ayah Harsa yang menganggap bahwa Harsa tidak akan sukses jika terus bermimpi menjadi musisi. Pada dasarnya, Harsa tahu benar bahwa dirinya beruntung karena masa depannya setidaknya sudah disiapkan oleh ayahnya. Ia hanya perlu mewarisi perkebunan, hal yang belum tentu didapat dengan mudah oleh anak-anak lainnya yang harus berjuang di atas kedua kakinya sendiri dari nol. Bahkan beberapa tetangganya terkadang menyindirnya dengan kalimat yang kurang lebih sama, seolah Harsa adalah anak yang tidak bersyukur meskipun sudah diberi hidup yang nyaman.

Hanyut dalam pikirannya, Harsa tersadar kala mendengar suara langkah yang timbul dari sandal Rain. Gadis itu tengah melangkah masuk ke dalam ruangan---yang pintunya dibiarkan terbuka---sambil membawa dia kaleng minuman soda, lalu duduk di sofa panjang dengan tiga dudukan dimana Harsa berada. Rain meletakkan minuman tadi di atas meja sambil melirik buku catatan Harsa yang juga tergeletak di sana dalam keadaan halamannya terbuka, membaca tulisan yang dipenuhi coretan di sana sini.

"Sudah seberapa jauh perkembangannya?" tanya Rain sambil duduk bertopang dagu.

Harsa menggeleng, "Lambat. Jadwal ujian pendadaran ku sudah ditetapkan di awal bulan depan. Aku sedikit gugup, jadi sedikit sulit untuk berkonsentrasi."

"Batas pengumpulan lagunya di akhir bulan depan kan? Kenapa tidak fokus di ujian saja dulu?" Sahut Rain.

Harsa menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu mulai tersenyum, menertawakan dirinya sendiri, "Kalau aku mencoba berkonsentrasi untuk belajar, tiba-tiba aku mulai berpikir bagaimana kalau laguku kurang bagus karena persiapannya kurang lama. Akhirnya, aku jadi tidak bisa belajar." Selesai bicara, pria itu menoleh ke arah Rain hanya untuk menyadari bahwa gadis itu tengah menatapnya sambil memicingkan mata, seolah ia baru saja menghakimi pria itu.

"Ah, baiklah, hari ini aku akan fokus pada satu hal dulu." Ucap Harsa sambil buru-buru meraih buku catatannya. "O-oh iya, aku boleh pinjam satu gitar, kan?"

Rain mengangkat kedua alisnya sebagai jawaban "ya". Lantas, Harsa bangkit dari sofa, melirik satu persatu gitar yang terpajang rapi di ruangan itu, hingga akhirnya kembali menatap Rain. "Gitar mana yang boleh aku pinjam?"

"Pilih saja sesukamu! Lagi pula ayah sudah bilang kan, bahwa kamu boleh menggunakan semua yang ada di ruangan ini sesuka hati." Ucap Rain sambil menggerakkan kedua tangannya seperti melukis lingkaran besar di udara.

Mendengar jawaban itu, lantas Harsa mulai melangkahkan kakinya, berpikir sambil tak henti-hentinya menyisir barusan gitar di ruangan itu, hingga matanya tertuju pada salah satu gitar yang menarik perhatiannya sejak kali pertama menginjakkan kaki di ruangan itu. Harsa melangkah lebih cepat, hingga tiba di depan display case yang diletakkan di sisi paling ujung belakang di ruangan itu. "Rain, aku pinjam yang ini ya!" seru Harsa yang kemudian disahuti dengan kata "hmmm!" oleh Rain yang sibuk berkutat dengan ponselnya sambil meminum soda yang ia bawa tadi. Gadis itu bahkan tidak menoleh.

ORAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang