Support Author dengan memberi Vote ☆ dan Komentar~
(❁´◡'❁)♡Thanks!
●●●
Suara gemericik air yang turun dari langit mencuri perhatian Rain, membuat gadis itu lebih tertarik menatap ke arah pemandangan di luar jendela alih-alih menghabiskan makan siangnya. Akibat hujan yang turun, mau tidak mau Rain dan Clara harus makan siang di kantin fakultas. Rain menghela nafas, pikirannya tertuju pada hal lain yang sudah mengganggu tidurnya selama berhari-hari. Pagi ini pun saat ia baru membuka mata, ia menerima sederet pesan berisi permintaan maaf dari Harsa di ponselnya, namun ia belum berniat untuk memberi respons.Kejadian beberapa hari yang lalu di kebun jeruk cukup mengguncang perasaan gadis itu, terlebih karena ini bukan kali pertama gadis itu dikhianati, meskipun Harsa berkali-kali menulis di pesan yang ia kirimkan bahwa kejadian itu tidak disengaja, namun ia tidak bisa serta merta percaya, mengingat tindakan yang dilakukan Harsa dan Yenny ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.
Clara---yang sudah mengetahui apa yang terjadi pada sahabatnya itu---sesekali mencuri pandang ke arah Rain. Gadis itu tanpa sadar menyalin ekspresi Rain di wajahnya. Bibirnya melengkung ke bawah, seolah ia yang sedang patah hati. Hal yang sama yang terjadi saat Rain dikhianati oleh Hari dulu. Clara adalah tipe orang yang mudah tertular emosi dari orang yang dekat dengannya, dan itulah yang menyebabkan gadis itu mudah marah pada orang yang sudah membuat Rain kesal.
"Mau diaduk sampai kapan?" tanya Clara berusaha mengingatkan Rain pada sup miliknya yang sudah dingin.
Rain melirik Clara sesaat, lalu menghela nafas sambil memperbaiki posisi duduknya, kemudian kembali mengaduk sup sambil bertopang dagu. Sementara Clara mulai gemas melihat Rain yang seperti tubuh tanpa nyawa.
"Bagaimana kalau kita temui saja Harsa, lalu minta dia menjelaskan semuanya? Lalu kita putuskan apa penjelasannya bisa diterima atau tidak, dan kalau memang dia terbukti kurang ajar padamu, lihat ini....!" Clara mengangkat tangan kirinya dengan pose yang membuat otot lengannya timbul, lalu memukul ototnya beberapa kali, "... aku akan langsung meninjunya sekuat tenaga! Aku tidak peduli kalau nantinya dia masuk rumah sakit karena hidungnya patah!"
Rain mulai tersenyum, lalu tertawa lepas beberapa saat kemudian karena Clara belum mau menurunkan lengannya dan berpose seperti binaraga wanita. Setelah dirasa cukup, akhirnya Clara kembali bersikap feminim, mengibaskan rambutnya dan memasang wajah seksi. Ia bahkan tak peduli dengan tatapan pengunjung kantin lainnya yang lupa mengatupkan bibir kala menatapnya.
"Habiskan makananmu!" Lanjut Clara
Tak ingin sahabatnya bertindak jauh lebih ekstrim, Rain lantas mulai menyantap makanannya sedikit demi sedikit. Ia tidak begitu nafsu makan, hingga sup itu terasa hambar di lidahnya.
"Jadi, kita temui Harsa?" Clara belum berhenti menyuarakan idenya.
Rain menggeleng pelan, "Aku tidak yakin."
Clara menaikkan salah satu alisnya, merasa heran, "Kenapa? Aku tidak suka melihatmu seperti ini setiap hari. Lebih baik cepat diselesaikan. Kalau dia bersalah, tinggalkan saja!"
Rain tidak menjawab. Ia tertunduk lalu mulai mengaduk-aduk sup seperti yang ia lakukan sejak beberapa menit yang lalu. Wajahnya terlihat gundah, seolah tak tahu apa yang harus ia lakukan.
"Rain, kenapa?" Lanjut Clara, merasa Rain tidak akan menjawab pertanyaannya.
Rain menggeleng dengan raut datar di wajahnya, "Aku tidak tahu."
Hening sejenak, sementara Clara berusaha menerjemahkan sikap Rain, menebak-nebak isi pikirannya. "Kamu... Rain, jangan bilang kalau kamu takut Harsa benar-benar bersalah tapi kamu takut berpisah dengannya?" Rain tidak menjawab. Ia hanya melirik sesaat ke arah Clara, lalu mengalihkan perhatiannya pada sup yang mulai ia santap kembali. Clara melipat kedua tangannya, menghela nafas, lalu menggelengkan kepala, "Sejak kapan kamu jadi begini? Sudahlah, Rain. Kamu harus memastikannya. Tidak baik membiarkan masalah berlarut-larut seperti ini. Kalau kamu tidak ingin pergi sendiri, aku akan menemanimu."

KAMU SEDANG MEMBACA
ORAIN
Romance[HwangShin] Gadis itu bernama Rain. Ia menyukai langit senja. Ia menyukai buah jeruk. Ia menyukai warna jingga. Ia menyukai dirinya, meski pun ternyata cukup banyak yang merasa sebaliknya, memilih menyakiti perasaannya. Berulang kali dikecewakan ole...