05

57 18 16
                                    

Support Author dengan memberi Vote ☆ dan Komentar~

(❁´◡'❁)♡Thanks!

●●●

 
Rain tersenyum miring, dengan salah satu alisnya yang dinaikkan, serta kedua tangannya yang ia lipat di depan dada. Matanya menatap ke arah wall grid yang terpajang di kafe ORAIN─lebih tepatnya ke arah kertas berisi balasan dari si pria penggambar kucing.



“Tadi pagi, aku sarapan dengan makanan kesukaanku, telur setengah matang. Dulu aku membencinya karena merasa jijik. Entah sejak kapan, aku jadi suka. Apa ada makanan yang kamu suka dan tidak kamu suka?”

 

Rain menghela nafas. “Kenapa topik yang dia bahas jauh melebar dari topik awal yang aku tulis? Kemarin kucing, sekarang telur setengah matang, jangan-jangan di pesan selanjutnya dia akan membahas tentang dunia paralel. Dasar aneh!”

“Kenapa kamu mengomel sendiri?”

Tahu-tahu, Bagas muncul di samping Rain, menatap gadis itu dengan alis bertaut. Terlihat heran.

Rain mengangkat kertas memo tadi dengan cara menjepitnya di antara telunjuk dan jari tengahnya. “Kamu pasti tahu siapa penulisnya, kan? Beri tahu aku!”

“Kenapa aku harus memberitahumu?”

Rain mengangkat bahu. “Karena aku pelanggan tetapmu?”

Bagas terkekeh mendengar jawaban Rain. “Semua orang di sini pelanggan tetapku, Rain. Termasuk orang yang membalas pesanmu itu. Lagi pula, itu melanggar peraturan, jadi aku tidak bisa mengatakannya padamu. Ada hal yang mengganggumu sampai kamu jadi penasaran begini?”

Rain menghela nafas pendek. Sejak awal ia tahu bahwa Bagas tidak akan memberitahunya, tetapi apa salahnya mencoba, begitu pikirnya.

“Hanya penasaran kenapa orang ini menanggapi pesanku seolah ia sedang bertukar pesan dengan sahabat pena. Sekarang dia malah menanyakan apa makanan kesukaanku.”

“Kalau kamu tidak menyukainya, kamu tidak perlu membalasnya lagi.”

Rain tidak menanggapi kata-kata Bagas. Ia mengangkat bahu, lalu menjulurkan tangannya pada pria itu, meminta kertas baru. “Aku akan membalasnya sekali lagi. Ini yang terakhir. Kalau setelah ini ternyata dia membahas teori bumi datar atau sejenisnya, aku akan berhenti.”

Bagas tertawa, lalu meraih sticky note di sakunya. Seperti biasa, ia menyerahkan kertas berwarna orange pada Rain. “Bagaimana kalau ternyata setelah ini dia minta nomor ponselmu?”

Rain memutar bola mata. “Artinya sejak awal dia sengaja mencari perhatian dengan memberi balasan yang lebih mencolok. Aku tidak berniat melayani orang yang punya niat terselubung.”

“Sejak kapan minta nomor ponsel dianggap punya niat terselubung?”

“Untuk apa bertukar nomor ponsel dengan orang yang tidak dikenal?” Rain bicara penuh penekanan.

“Bagaimana mau saling kenal kalau tidak bertukar nomor ponsel?”

Rain menatap tajam Bagas, merasa tidak mau kalah. “Buktinya kita tetap saling kenal meskipun aku tidak memberimu nomor ponselku.”

Bahas terkekeh. “Itu karena kamu sering ke sini. Kalau tidak, aku tidak akan mengenalmu dan tidak akan tahu kalau kamu begitu pemarah, Rain.”

“Apa???” Rain memasang wajah galak. Namun, Bagas justru hampir tertawa melihat ekspresi gadis itu. Secara tak sadar, Rain membenarkan ucapan Bagas bahwa dirinya memang pemarah.

ORAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang