4

963 108 210
                                    

Fahri pulang ke rumah saat sore hari, dan melihat kedua orangtuanya sedang memuji Rivaldo soal nilai akademik. Fahri meringis mendengar itu semua terbiasa dibandingkan dengan kakak kembarnya.

"Selalu saja, kak Aldo. Aku hanya kebagian buruk saja," batin Fahri.

Fahri akan masuk ke dalam kamar untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Fahri memutar kenop pintu, tapi ada tangan yang menghalangi Fahri masuk ke kamar.

"Pah, aku ingin beristirahat," ucap Fahri.

Rahmat menghentikan Fahri masuk ke kamar, malah menatap tajam Fahri seperti melihat pencuri masuk ke rumah.

"Darimana kamu, Hendra?" tanya Rahmat.

"Menginap di rumah Putra," ucap Fahri.

"Tahun depan kamu kuliah, jangan hanya bermain-main saja seperti anak kecil. Pikirkan akademikmu dan tingkatkan nilainya," ucap Rahmat.

"Nilai ujianmu berapa kemarin, mama dengar dibawah KKM semua?" tanya Linda.

"Fisika 75, dan kimia 78," ucap Fahri.

"Papa dan mama itu pintar sementara kamu sangat bodoh sekali. Bisa tidak sih, buat bangga orangtuamu seperti kakakmu. Setiap hari selalu saja mendapatkan nilai dibawah 100," ucap Linda.

"Kakakmu bahkan sudah memiliki puluhan piala dan medali saat usia 10 tahun. Kamu saat usia 10 tahun berbicara bahasa inggris saja tidak mampu," ucap Rahmat.

"Kalau nilaimu masih saja begitu hingga akhir semester nanti tidak perlu kuliah saja. Uang yang selama ini diberikan ayahmu kembalikan saja," ucap Linda.

"Benar ucapanmu mah, kau membuang uang papa secara percuma tidak ada hasil apapun darimu!" kesal Rahmat.

"Padahal kalian ini kembar walaupun tidak identik. Harusnya kau juga pintar namun malah sangat bodoh sekali," ucap Linda.

"Sepertinya dia tertukar mah dengan bayi lain. Adikku pastinya pintar sepertiku tidak seperti dia," ucap Rivaldo memanasi keadaan.

"Ucapanmu benar Aldo, dia tidak mungkin anak mama dan papa," ucap Linda.

Fahri pergi begitu saja dari hadapan kedua orang tua dia. Tidak mau terlalu lama disana, malah membuat sakit hati saja. Panggilan dari kedua orangtua tidak dijawab sama sekali oleh Fahri.

Fahri memutar kenop pintu kamar dan melemparkan tas sekolah kemana saja. Fahri mencari keberadaan handphone miliknya di meja belajar akhirnya ketemu, Fahri mengambil handphone mencari kontak seseorang dengan teliti saat akan menghubungi dia ada keraguan di hati Fahri.

"Gua ke rumah Danel, disini buat otakku puyeng," Fahri mengganti seragam sekolah putih abu-abu dengan baju kaos hitam dan celana jeans biru pendek. Fahri melihat pantulan penampilan di kaca kecil di kamar. "Ucapan Danel benar. Gua makin kurus aja, gua bentar lagi mati dong," Fahri menggelengkan kepalanya saat mengucapkan itu. "Maaf ya Allah bercanda, jangan dicabut dulu membahagiakan orang tua aja belum," ucap Fahri.

Fahri keluar kamar tidak menyentuh makanan lagi untuk hari ini seperti biasa. Rivaldo melirik kearah Fahri yang sudah rapih dengan baju santai.

"Pergi kemana lu?" tanya Rivaldo.

"Ke kolong jembatan buat ngemis!" kesal Fahri.

"Sadar diri juga lu. Hasilkan duit yang banyak," ucap Rivaldo.

Fahri tidak menanggapi ucapan Rivaldo. Fahri berjalan kaki menuju ke rumah Danel yang jaraknya lumayan jauh.

Sekitar 30 menit Fahri tiba di depan rumah sederhana bercat biru milik keluarga Danel. Fahri mengetuk pintu rumah Danel sambil mengucapkan salam.

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang