Fahri kembali ke kelas untuk mengambil tasnya, namun tindakannya dihentikan oleh Putra. Putra menatap Fahri dan meminta penjelasan, tetapi Fahri hanya diam saja.
"Lu kenapa?" tanya Putra.
"Tar gua kasih tahu," jawab Fahri, menggendong tas miliknya. "Ayo ke atap saja," lanjut Fahri.
"Baiklah," jawab Putra.
Fahri berjalan di depan, diikuti Putra yang berjalan di belakang. Di atas atap, Fahri mengeluarkan semua isi tasnya dan sobekan buku gambar bertebaran begitu saja.
"Buku gambar gua disobek," Fahri menatap semua temannya dengan tatapan sedih. "Maaf Nel, gua ceroboh," lirih Fahri.
Fahri langsung memeluk lututnya, dan semua sahabatnya terdiam. Putra dan Ridho mulai mengambil satu per satu sobekan kertas tersebut, sementara yang lain mulai menyusunnya kembali seperti sebuah gambar.
"Santo, beli lem sana, di luar sekolah ada," ucap Danel.
"Ali, ke kantin, beli yang biasa Fahri suka," kata Danel.
"Siap bosku!" pekik Santo.
"Ok Danel," jawab Ali.
"Gua bakalan nyusun gambar ini," ucap Danel.
"Ya udah diam saja," kata Wiwit.
"Enak aja bantuin!" protes Danel.
"Menyebalkan banget," keluh Wiwit.
Santo dan Ali berlari pergi dari atap sekolah untuk membeli yang dibutuhkan. Fahri hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun, namun bahunya bergetar, tanda ia menangis dalam diam.
Danel dengan cepat berusaha menyusun kembali sobekan kertas bersama Wiwit. Wiwit mendengar tangisan Fahri dan bergumam banyak hal.
"Nel," bisik Wiwit.
"Biarin Fahri meluapkan segala keluh kesahnya," jawab Danel.
Sahabat Fahri melakukan apa yang diminta Danel. Tak lama, akhirnya semuanya beres.
"Fahri, gambarnya sudah bagus lagi," ucap Ali sambil mengguncangkan tubuh Fahri.
Fahri mendongakkan kepala melihat ke arah Ali dan kemudian beralih menatap semua sahabatnya. Hanya ada senyuman bahagia dari mereka semua.
"Tuh, sudah bagus lagi," ucap Danel, menunjukkan buku gambar Fahri yang sudah utuh kembali.
Fahri tersenyum melihatnya, dan Putra melemparkan sebungkus tisu ke wajah Fahri.
"Yang lembut dikit napa!" kesal Fahri.
"Gak cocok lu nangis," kata Putra.
"Ingus lu," kata Ridho.
"Jijik sumpah," kata Wiwit.
Fahri meraba hidungnya, namun tidak ada ingus sama sekali, lalu langsung melemparkan sepatu ke wajah Ridho.
"Sensi bener," ucap Ridho, mengelus keningnya bekas lemparan sepatu Fahri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fahri (END)
Ficção AdolescenteMahendra Sabil Al Fahri, seorang cowok yang selalu terlihat ceria dan penuh canda tawa di depan semua orang. Namun, di balik senyumnya yang menawan, ia menyimpan luka mendalam akibat perlakuan tak adil dari kedua orangtuanya. Topeng keceriaan yang i...