0.7 Weekend Pt.2

1.3K 147 2
                                    

Masih di hari yang sama. Akhir pekan bersama Keluarga Adhinatha.

Sepulangnya dari minimarket, Jaya yang sudah kepalang marah berniat melapor kepada sang umma bahwa ia tak berhasil mendapatkan satu minyak pun.

Mata elangnya menyorot tajam, bahkan Jaka yang sekedar lewat sambil membawa segelas air pun turut disentak olehnya.

"Minggir dong! Ngapain sih disitu?!"

Tentu saja Jaka terlonjak kaget, hingga membuat seperempat air dalam gelasnya tumpah membasahi lantai.

"Yahh tumpah." Ucap Jaka memandangi tumpahan air di atas lantai "Aku kan cuma lewat, Bang Jaya."

Untung Jaka penyabar juga terbiasa dengan sikap pemarah sang abang. Jadi, ia masih bisa mengontrol emosi dan mengalah untuk Jaya.

"Kamu ngehalangin jalan! Terbang aja bisa gak sih?!"

"Gak bisa lah. Aku manusia yang punya dua kaki bukan dua sayap. Situ kira saya burung apa?!"

"JAWAB AJA KAMU!"

Posisi Jaka saat ini seakan serba salah. Jaka tau jika Jaya paling tidak suka dengan orang yang hanya diam saja ketika ditanya sesuatu. Maka dari itu, ia sebisa mungkin menjawab. Namun masalahnya, Jaya ini juga aneh ketika sedang marah. Masa Jaka disuruh terbang? Memangnya Jaka sejenis aves (burung)?

Ketika Jaka mencoba melogika kan pertanyaannya tersebut, ia justru kembali mendapatkan bentakan dari Jaya. Jadi sebenarnya Jaka harus bagaimana???

"Abang kenapa sih?"

"Diem!"

"Jaya... Hei, kenapa marah-marah begitu?" Amira baru saja keluar dari kamarnya. Dari dalam, ia sempat mendengar suara penuh amarah milik Jaya, sehingga ia memutuskan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di luar.

"Tau nih umma, abang balik-balik ngamuk. Masa aku disuruh terbang?" Jawab Jaka yang membuat Amira menyatukan alisnya.

"Aku tuh lagi emosi ngerti gak sih?! HIH." Jaya nih lama-lama seperti perawan yang sedang PMS ya.

"Abang... Ayo sini duduk dulu!"

Amira paham jika putra sulungnya ini tengah dalam mood yang kurang baik. Lantas ia membawa Jaya untuk duduk di sofa panjang, sedangkan Jaka mengambil beberapa lembar tissue untuk membersihkan bekas tumpahan air.

"Jadi, abang kenapa? Tadi umma suruh beli minyak, sekarang mana minyaknya?" Tanya lembut Amira.

"Itu dia masalahnya!"

"Sstt yang sopan sama orang tua! Bagus meninggikan nada begitu?!" Tegas Amira saat ia mendengar nada bicara Jaya yang semakin meninggi.

"Maaf." Singkat Jaya,

"Gak dapet minyaknya, Umma. Keduluan orang lain. Harusnya sih aku yang dapet, bukan dia! Aishh licik banget tuh cewek." Lanjutnya lagi mengepalkan tangan di atas paha.

"Cewek?"

"Iya, tadi aku sempet rebutan minyak sama cewek licik, umma. Kita setuju buat main secara sehat pake suit, tapi itu cewek malah kabur bawa minyaknya setelah tau aku yang menang. Liciknya lagi, dia tuh sebenarnya udah dapet 1 minyak, umma. Aku liat sendiri di jok motor bagian depan. Udah panas-panas ngantri, senggol-senggolan sama emak-emak, malah ditipu cewek licik. Ayah suruh bikin pabrik minyak aja deh umma sekarang!"

"Pfftttt"

"Gak usah ketawa kamu, Jak!"

"Masa kalah sama perempuan." Ejek Jaka yang dibalas oleh Jaya dengan tatapan sangat tajam.

KELUARGA ADHINATHA [ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang