1.2 Behind The Secret

1.2K 115 4
                                    

Adzan maghrib telah berkumandang. Delapan anggota Keluarga Adhinatha tadi juga sudah menunaikan sholat maghrib berjama'ah di masjid terdekat. Sekarang mereka tengah duduk manis di ruang makan, bersiap untuk berbuka puasa.

Seperti pada umumnya, kolak tidak pernah absen sebagai takjil. Masing-masing mendapat satu mangkok kecil dengan dua iris pisang serta 4 buah kolang-kaling di dalamnya. Kuah santan bercampur gula merah itu benar-benar mampu menggugah lidah siapapun yang melihatnya.

Tapi sayang mereka masih belum bisa menyantap kolak tersebut. Seperti biasa, mereka perlu membaca doa dan briefing terlebih dahulu. Beruntung Adhinatha sekeluarga sudah terlatih, sehingga untuk menahan rasa lapar sedikit lebih lama bukanlah hal sulit bagi mereka.

Briefing kali ini dipimpin langsung oleh Herdian. Ini atas permintaan dari Adhinatha brothers. Mereka bilang, mereka ingin mendengar sepatah dua patah nasihat dari sang ayah di hari puasa ini.

Apa yang disampaikan oleh yang lain pada briefing sebelum-sebelumnya memang baik, tetapi nasihat, petuah, serta pesan yang keluar dari mulut Herdian tetaplah menjadi yang terbaik di hati mereka. Seringkali mereka juga mendapat ketenangan tersendiri kala sang ayah sudah berbicara.

"Allahumma lakasumtu wabika aamantu wa'alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar roohimiin. Amin." Herdian mengusap kedua tangannya keseluruh wajah, begitu juga yang lain. Kemudian ia bertanya,

"Hari ini lancar puasanya?"

7 manusia disana mengangguk sebagai jawaban.

"Alhamdulillah... puasa kita tertunaikan dengan baik hingga waktu berbuka tiba. Semoga ibadah dan amalan yang kita lakukan hari ini diterima oleh Allah SWT ya. Seterusnya kita juga jangan pernah berhenti untuk berbuat baik. Ingat! Tanpa pamrih! Apalagi ini bulan suci dimana pahala kita akan dilipat gandakan tanpa batas. Tahan segala hawa napsu kalian, termasuk amarah. Jangan biarkan bisikan setan lebih menguasai diri kita! Jika memang merasa kesal dan ingin marah, coba diam sebentar. Hitung dari 1-10, kemudian tarik napas dalam-dalam. Renungkan, apa perlu kalian marah sekarang juga ataukah sebaliknya. Belajar untuk menjadi orang yang bijak. Mengerti?"

Herdian merampungkan briefing-nya. Di akhir kalimat yang penuh dengan kelembutan itu, ia tersenyum sembari memandangi satu per satu anggota keluarganya. Senyuman itu dibalas juga oleh mereka dengan senyuman yang tak kalah manis.

"Ayo berbuka sekarang." Ajak Herdian.

Ia sebagai kepala keluarga memulai lebih dulu dengan meminum segelas air putih, kemudian berlanjut menyantap kolaknya. Masing-masing dari mereka pun turut mengikuti. Ada yang memilih mengambil nasi, ada juga yang memilih untuk menyemili tempe goreng.

"Umma, boleh minta tolong ambilkan nasinya? Jauh, Sena gak sampai." Ujar Sena menyodorkan piringnya di depan dada menatap sang umma.

"Boleh, sayang." Ucap Amira mengambil piring tersebut dari tangan Sena. "Segini cukup?" Lanjutnya lagi setelah menyendokkan nasi ke dalam piring sang putra.

"Cukup. Terimakasih." Sena tersenyum lebar membuat mata rubahnya seakan menghilang.

"Ayah, oli mobil perlu diganti." Kata Jaya setelah menelan kolang-kaling terakhir di dalam mangkok.

"Kemarin mobil ayah baru aja ganti oli tuh." Saut Herdian menyingkirkan mangkok kolaknya yang sudah kosong.

"Mobilku, bukan mobil ayah."

"Ya udah, ganti aja."

"Duitnya?"

"Tjiaahh masa calon CEO ganti oli aja minta duit ayah. Gak modal banget." Cibir Satya yang duduk tepat di depan Jaya.

KELUARGA ADHINATHA [ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang